Abstract
 In an era of increasingly rapid globalization, society is faced with big challenges in maintaining identity and culture. Globalization as a door to step into the outside world, allows Indonesian people to interact and collaborate with other countries. Although globalization offers many benefits, such as economic improvements and technological progress, its impacts are not always positive. One of the significant impacts is the displacement of nationalist values and local culture that have long existed in Indonesia. The process of globalization often brings in more dominant foreign cultures, reduces attention to preserving traditions, and influences people's ways of thinking and lifestyle. As a result, deep-rooted national values, such as mutual cooperation, respect for others, and awareness of local culture, are starting to fade or be replaced by more global lifestyles and norms.
 Keywords: Globalization, Culture, Tradition, Technological Progress, and National Values.Â
AbstrakÂ
Dalam era globalisasi yang semakin berkembang pesat, masyarakat dihadapkan pada tantangan besar dalam mempertahankan identitas dan budaya. Globalisasi sebagai pintu untuk melangkah ke dunia luar, memungkinkan masyarakat indonesia untuk saling berinteraksi dan berkolaborasi dengan negara-negara lain. Meskipun globalisasi menawarkan banyak manfaat, seperti peningkatan ekonomi dan kemajuan teknologi, dampaknya tidak selalu positif. Salah satu dampak yang signifikan adalah tergesernya nilai-nilai nasionalisme dan kebudayaan lokal yang telah lama ada di indonesia. Proses globalisasi seringkali membawa masuk budaya asing yang lebih dominan, mengurangi perhatian terhadap pelestarian tradisi, dan mempengaruhi cara berpikir serta pola hidup masyarakat. Akibatnya, nilai-nilai kebangsaan yang mengakar, seperti gotong-royong, hormat terhadap sesama, serta kesadaran budaya lokal, mulai luntur atau tergantikan oleh gaya hidup dan norma-norma yang lebih global. Katakunci: Globalisasi, Kebudayaan, Tradisi, Kemajuan Teknologi, dan Nilai Kebangsaan.
Pendahuluan
Krisis identitas dan budaya masyarakat menjadi sebuah isu yang mendapat perhatian lebih dalam era globalisasi saat ini. Globalisasi, yang ditandai oleh interaksi dan integrasi antar bangsa, telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk identitas dan budaya. Sementara globalisasi membuka peluang untuk pertukaran budaya dan pengetahuan, ia juga dapat menimbulkan ancaman terhadap identitas dan budaya lokal (Novanda et al., 2024). Di sisi lain, globalisasi membuka peluang besar untuk pertukaran budaya, yang dapat memiliki akses yang lebih luas terhadap pengetahuan, tradisi, dan inovasi dari berbagai penjuru dunia. Hal tersebut dapat memperkaya perspektif individu dan menciptakan kolaborasi. Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk negara indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Â Pengaruh globalisasi di berbagai kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dll. Di sisi lain globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan,misalnya : hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara, terjadinya erosi nilai-nilai budaya, menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme, hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong, kehilangan kepercayaan diri, gaya hidup yang tidak sesuai dengan adat kita (Suneki, 2012). Krisis identitas budaya muncul ketika generasi muda lebih tertarik pada budaya populer global daripada warisan budaya mereka sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa generasi muda cenderung mengadopsi nilai-nilai dan gaya hidup dari budaya luar, menganggapnya lebih menarik dan relevan dibandingkan dengan tradisi lokal.
Persoalan lain yang muncul adalah mungkin tak terelakkan masalah terhadap eksistensi kebudayaan daerah, salah satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri suatu bangsa, erosi nilai-nilai budaya, terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang menjadi budaya massa (Suneki, 2012). Erosi nilai-nilai budaya ini sering kali terjadi bersamaan dengan akulturasi budaya, yaitu proses percampuran antara budaya lokal dengan budaya asing. Meski akulturasi dapat melahirkan inovasi budaya yang memperkaya kehidupan masyarakat, hal ini juga membawa risiko hilangnya esensi asli dari budaya lokal. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat memicu krisis identitas budaya di kalangan masyarakat, terutama generasi muda yang lebih mudah terpapar oleh pengaruh budaya global melalui teknologi dan media. Ketidakmampuan untuk memahami dan menghargai kebudayaan asli dapat mengakibatkan hilangnya rasa memiliki dan tanggung jawab untuk melestarikan warisan budaya tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya upaya kolektif untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan budaya asing dan pelestarian kebudayaan daerah, termasuk melalui pendidikan, kebijakan budaya, dan promosi aktif nilai-nilai lokal di tengah arus globalisasi. Hal tersebut disebabkan globalisasi mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap suatu identitas nasional dari suatu bangsa apabila orang tersebut tidak menangkap globalisasi tersebut dengan baik (Pasha et al., 2021).
 Kedudukan identitas nasional sebagai karakter suatu bangsa adalah sebagai pemersatu bangsa, sebagai ciri khas yang membedakan sebuah bangsa dari bangsa yang lain, dan sebagai pegangan atau landasan bagi sebuah negara untuk berkembang atau mewujudkan potensi yang dimiliki (Ritonga et al., 2022).  Indonesia, bangsa yang memiliki keragaman corak bahasa, suku, adat-istiadat, budaya, ekonomi, yang sangat beragam merupakan fakta yang tidak bisa dipungkiri oleh siapapun (Mujiburrohman, 2008). Namun, masyarakat indonesia masih kurang menyadari pentingnya identitas dan keberagaman budaya yang dimiliki. Kondisi ini akan berdampak pada rendahnya pengetahuan masyarakat tentang nilai-nilai budaya yang ada, sehingga kesadaran untuk menjaga dan memelihara warisan tersebut menjadi sedikit. Jika hal tersebut dibiarkan, maka dapat menyebabkan perlahan-lahan terkikisnya identitas nasional, yang merupakan ciri khas sekaligus kekuatan bangsa indonesia di tengah arus globalisasi. Langkah konkret yang harus diambil untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menanamkan jiwa mencintai identitas nasional sejak usia dini. Pendidikan tentang keberagaman budaya, sejarah, dan nilai-nilai luhur bangsa harus dimulai dari tingkat dasar, baik melalui kurikulum formal di sekolah maupun aktivitas informal dalam keluarga dan masyarakat. Dengan pendekatan ini, generasi muda dapat tumbuh dengan rasa bangga terhadap warisan budayanya, sekaligus memiliki tanggung jawab untuk melestarikannya. Pemerintah juga perlu mendukung upaya ini dengan membuat kebijakan yang mendorong pelestarian budaya, seperti mengadakan program-program kebudayaan, festival seni lokal, atau pengenalan budaya Indonesia di kancah internasional. Sinergi antara masyarakat, keluarga, dan pemerintah sangat penting untuk memastikan bahwa identitas nasional tetap terjaga, sehingga Indonesia tidak kehilangan ciri khasnya di tengah dinamika perubahan dunia yang begitu cepat.
Dalam era globalisasi informasi menjadi kekuatan yang sangat dahsyat dalam mempengaruhi pola pikir manusia.Budaya barat saat ini diidentikkan dengan modernitas (modernisasi), dan budaya timur diidentikkan dengan tradisional atau konvensional (Nahak, 2019). Orang tidak saja mengadopsi ilmu pengetahuan dan teknologi Barat sebagai bagian dari kebudayaan tetapi juga meniru semua gaya orang Barat, sampai-sampai yang di Barat dianggap sebagai budaya yang tidak baik tetapi setelah sampai di Timur diadopsi secara membabi buta (Nahak, 2019). Gaya hidup Barat yang cenderung mengedepankan individualisme, hedonisme, dan materialisme mulai menggeser nilai-nilai tradisional di masyarakat yang biasanya lebih mengutamakan kebersamaan, kesederhanaan, dan spiritualitas. Misalnya, budaya konsumtif dan pola hidup instan menjadi semakin marak di kalangan generasi muda, menggantikan praktik-praktik lokal yang sarat dengan kearifan budaya dan etika. Kondisi ini berpotensi melemahkan identitas budaya lokal dan mempercepat proses homogenisasi budaya global, di mana keberagaman budaya yang seharusnya menjadi kekayaan bersama malah terancam hilang.
Meskipun banyak tantangan yang dihadapi, beberapa tradisi lokal masih dapat bertahan. Contohnya adalah tradisi Tulude di masyarakat Sangihe, yang tetap dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur meskipun berada di tengah arus globalisasi. Resiliensi tradisi ini menunjukkan bahwa dengan usaha dan kesadaran kolektif, masyarakat dapat mempertahankan identitas budaya mereka. Untuk menghadapi tantangan ini, masyarakat indonesia perlu mengembangkan kemampuan literasi budaya dan berpikir kritis terhadap pengaruh budaya asing. Pemerintah, institusi pendidikan, dan media juga memiliki peran penting dalam mempromosikan dan melestarikan nilai-nilai budaya lokal, sekaligus memberikan ruang untuk beradaptasi dengan kemajuan global secara selektif. Dengan demikian, modernisasi tidak harus berarti meninggalkan tradisi, tetapi dapat dijalankan secara harmonis dengan tetap mempertahankan identitas budaya yang unik dan bermakna. Lembaga pendidikan dapat memainkan peran dengan memasukkan muatan lokal ke dalam kurikulum untuk menanamkan rasa bangga dan cinta terhadap budaya sejak dini. Sementara itu, media dapat menjadi sarana untuk mempromosikan keunikan budaya lokal dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya melestarikan tradisi. Adaptasi terhadap kemajuan teknologi juga perlu dilakukan untuk memperkuat eksistensi tradisi lokal. Digitalisasi tradisi, seperti pembuatan dokumentasi video, penyebaran informasi melalui platform media sosial, atau pengembangan aplikasi edukasi berbasis budaya, dapat menjadi cara efektif untuk menjangkau generasi muda yang lebih akrab dengan teknologi. Dengan memanfaatkan teknologi, tradisi lokal tidak hanya dapat dilestarikan tetapi juga diwariskan kepada generasi mendatang dengan cara yang relevan dan menarik.