Mohon tunggu...
Amalia Amaris
Amalia Amaris Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Manajemen , Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

#AksiBarengLazismu Pendidikan Karakter Berbasis Komunitas

19 November 2014   02:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:27 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KOMUNITAS

#AksiBarengLazismu

Salah satu isu yang tengah berkembang dalam proses pendidikan dewasa ini adalah pembangunan karakter anak didik (baca: siswa/ siswi). Menurut Thomas Lickona pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etikanya. Artinya pendidikan karakter memiliki fungsi yang sangat komprehensif untuk membentuk kepribadian anak didik menjadi manusia yang paripurna.

Kemendiknas mengemukakan 3 (tiga) fungsi pendidikan karakter, diantaranya adalah: Pertama fungsi pengembangan: yang secara khusus disasarkan pada peserta didik agar mereka menjadi pribadi yang berperilaku baik, berdasarkan pada kebajikan umum (virtues) yang berdasarkan pada filosofi kebangsaan di dalam Pancasila. Kedua fungsi perbaikan: secara khusus fungsi perbaikan ini diarahkan untuk memperkuat pendidikan nasional yang bertanggung jawab terhadap pengembangan potensi dan martabat perserta didik. Ketiga fungsi penyaring : terkait dengan fungsi perbaikan tadi, fungsi penyaring ini dikembangkan agar peserta didik mampu menangkalpengaruh budaya lain yang tidak sesuai dengan karakter bangsa. Fungsi ini bertujuan untuk meningkatkan martabat bangsa (Kemendiknas, 2010: 7).

Untuk menunjang proses pendidikan (termasuk di dalamnya adalah pendidikan karakter) diperlukan adanya kerja sama yang kuat antara pemerintah, guru, orang tua, dan masyarakat luas. Pemerintah sebagai pemegang otoritas tertinggi memiliki fungsi utama pada pembuatan aturan dan regulasi yang mampu memberikan dampak positif bagi perkembangan pendidikan bangsa. Guru sebagai pengajar harus mampu memposisikan dirinya sekaligus sebagai sahabat, dan teman yang mampu dijadikan tempat diskusi bagi siswa. Orang tua bertujuan untuk menjadi penyeimbang guru di sekolah, sebagai suri tauladan secara langsung agar anak didik mampu meniru seluruh perilaku positiv yang dilakukan oleh orang tua, artinya orang tua harus menciptakan kehidupan harmonis di dalam rumah. Sedangkan masyarakat luas memiliki peran yang tidak kalah penting sebagai pihak yang mampu mengkritisi dan mengkoreksi seluruh kebijakan dan kegiatan pendidikan di Indonesia secara umum.

Baru-baru ini pemerintah melalui Kementerian Pendidikan resmi memberikan mandat kepada seluruh institusi pendidikan untuk menggunakan dan mengimplemtasikan kurikulum 2013 yang rampung digodok dan tentu saja telah melalui berbagai macam mekanisme dan ujia coba serta serangkaian respons pro dan kontra yang mengelilinginya, termasuk oleh kalangan masyarakat.

Seperti diketahui bersama, kurikulum 2013 menuntut siswa untuk lebih kreativ, inovatif, dan produktif dalam proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Hal tersebut mampu terwujud apabila mekanisme pembelajaran di kelas mendukung siswa untuk merasakan iklim belajar yang positiv dan dinamis. Setidaknya terdapat 4 (empat) faktor fundamental yang mampu memberikan pengaruh bagi terlaksananya iklim belajar yang positiv bagi siswa diantaranya adalah : pertama adanya komunikasi intrapersonal (psikologis) antara guru dan murid, kedua adanya pendekatan belajar yang lebih kreativ dan menyenangkan bagi siswa, ketiga berlakunya reward and punishment bagi siswa (dalam hal ini reward and punishment yang memberikan implikasi positif), yang keempat terjadinya feedback antara guru dan murid.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah pendidikan formal di sekolah telah mencukupi bagi perkembangan kecerdasan dan karakter anak didik?. Dewasa ini, seiring dengan tantangan globalisasi dan ekspektasi masyarakat terhadap output pendidikan di Indonesia yang makin tinggi, maka menjamurlah institusi non-formal yang bergerak di bidang pendidikan sebagai upaya alternatif untuk memberikan pembelajaran bagi anak didik di luar jam sekolah. Institusi non-formal tersebut biasanya mewujud pada suatu komunitas. Komunitas merupakan sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, dan umumnya memiliki ketertarikan yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, resiko, dan sejumlah kondisi lain yang serupa (wikipedia Bahasa Indonesia).

Adapun salah satu komunitas yang concern terhadap perkembangan kecerdasan dan karakter anak adalah Komunitas Rumah Pendidikan (selanjutnya ditulis KRP). KRP terletak di salah satu daerah di Jawa Tengah yaitu Purwokerto. Alamat lengkapnya di Jl. Dr. Angka. Gg III, No. 35, Rt: 02, RW: VII, Sokanegara, Kec.Purwokerto Timur, Kab. Banyumas. KRP sebagai salah satu institusi non-formal resmi didirikan pada tanggal 6 September 2014. KRP diinisiasi oleh pemuda-pemudi setempat yang memiliki semangat, motivasi, dan ghirah yang sama untuk ikut andil dan berpartisipasi dalam memajukan pendidikan di Indonesia. KRP diketuai oleh Wahyu Budiantoro, Sekertaris Amalia Amaris, dan bendahara Riska Azhari. Selain itu KRP memiliki beberapa bidang yang bertujuan untuk menunjang dan memenuhi kebutuhan intelektual, emosional, dan spiritual anak didik (siswa) diantaranya adalah bidang akademik yang dikoordinatori oleh Endah T.L, bidang ekonomi dipimpin oleh Melchizedek Cris Aditya, bidang agama oleh Isna Budi Andani, serta bidang kesenian oleh Abi. Sedangkan selaku pembina KRP adalah Ir. Tekad Wilarso dan Sri Irawati, S.Pd.

KRP memliki visi “membangun generasi muda yang produktif, kreatif, mandiri, dan berjiwa sosial”. Sedangkan untuk mewujudkan visi tersebut, KRP memiliki misi sebagai berikut: 1) menggali potensi SDM melalui kegiatan di bidang pendidikan, agama, kesenian, dan ekonomi, 2) kepedulian terhadap lingkungan sosial masyarakat, 3) mewujudkan kerukunan dan persatuan antar pemuda melalui Komunitas Rumah Pendidikan. Dengan visi dan misi tersebut KRP diharapkan mampu menjadi wadah bagi anak didik dan generasi muda berkreasi dan mengeluarkan seluruh kemampuan dan passionnya agar mampu menjadi insan kamil dan berakhlakul karimah. Selain visi dan misi, KRP juga memiliki jargon yang mampu membangkitkan semangat dan motivasi anak didik untuk terus berkarya. Jargon tersebut berbunyi, “Anak Indonesia, Perubah Bangsa”.

Kegiatan belajar yang ada di KRP dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu, dimulai pkl 15.30 sampai dengan pkl. 17.30. Pada hari Sabtu dilakukan pembelajaran yang bersifat akademik (matematika dan sains), sedangkan pada hari Minggu kegiatan belajar lebih bersifat pengembangan diri dan soft skill, seperti belajar Pancasila dan Sosial, Seni dan Budaya, Bahasa (Indonesia, Jawa, Inggris), dan Agama. Hingga sekarang setelah 2 (dua) bulan berdiri, KRP telah memiliki anak didik sebanyak 26 orang yang meliputi anak kelas 1-6 SD dan kelas 7-9 SMP , serta tanpa dipungut biaya belajar sedikitpun.

Sehubungan dengan adanya Kompetisi Menulis (Writing Competition) yang diadakan oleh Lazismu bekerja sama dengan Kompasiana yang bertemakan “Aksi untuk Indonesia” kami (Komunitas Rumah Pendidikan) bermaksud untuk berpartisipasi dalam kompetisi tersebut. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi KRP tertarik untuk berpartisipasi dalam kompetisi ini, diantaranya adalah : 1) KRP ingin memiliki andil bagi perkembangan pendidikan di Indonesia, 2) Tema Aksi untuk Indonesia dalam kompetisi tersebut memiliki kesamaan dengan visi dan misi KRP, 3) KRP ingin menjadi institusi non-formal yang memiliki pengaruh langsung terhadap pengembangan proses pendidikan karakter anak didik (perilaku).

Adapun rencana program yang diajukan dalam proposal narasi ini adalah Pembentukan Sanggar Seni dan Budaya. Mengapa pembentukan Sanggar Seni dan Budaya?. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi yang semakin cepat dan modern serta berkurangnya minat generasi muda untuk melestarikan budayanya sendiri, cepat atau lambat kebudayaan kita akan hilang dan mengancam identitas kita sebagai bangsa yang berbudaya dan memegang teguh kearifan lokal. Dewasa ini hanya sedikit dari generasi muda yang senang dengan kebudayaan sendiri, mereka cenderung lebih tertarik dengan kebudayaan dari barat yang sifatnya konsumtif dan praktis. Melihat situasi itu kita mempunyai inisiatif untuk mencoba menyelesaikan permasalahan tersebut secara mikro. Inilah yang menjadi latar belakang kami sebagai komunitas yang concern terhadap pendidikan (salah satu diantaranya seni dan budaya) untuk mencoba membuat Sanggar Seni dan Budaya. Kegiatan ini bertujuan agar anak-anak dan remaja, serta warga sekitar pada umumnya di lingkungan kami dapat bersama-sama mempelajari kebudayaan daerah, mengembangkan bakat dan ketrampilan masing-masing individu, dan berkarya dalam bidang seni budaya. Sanggar seni dan budaya ini juga dapat menjadi media pembelajaran kreativ bagi anak didik untuk dapat mengembangakan kecerdasan intelektual dan psikomotorik serta membangun kesadaran berbudaya agar tumbuh menjadi manusia yang berkarakter kuat dan kompetitif. Adapun wujud dari program Sanggar Seni dan Budaya tersebut adalah pengadaan seperangkat alat kentongan, sound system, kostum kentongan, kostum tari, pelatihan origami (seni melipat kertas), dan wayang.

Demikian proposal narasi yang kami (Komunitas Rumah Pendidikan) susun. Kami berharap dengan bantuan dari Lazismu yang bekerja sama dengan Kompasiana, KRP dapat menjadi institusi non-formal yang memiliki manfaat besar bagi anak didik secara khusus, dan warga Sokanegara secara umum. Salam Pendidikan !

Atas nama pengurus Komunitas Rumah Pendidikan (Wahyu Budiantoro) 15 November 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun