Saat ini korupsi menjadi hal yang sangat famliliar sebagai sesuatu yang tidak baik dan menyebabkan kesulitan bagi bangsa. Korupsi di Indonesia sudah menjadi virus yang sangat parah bahkan saat ini sudah menyebar dibanyak sektor pemerintahan. Kasus korupsi di Indonesia dapat membuktikan bahwa korupsi sering kali dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan tertentu. Para pelaku korupsi bahkan tidak menunjukkan rasa malu setelah ketahuan dan ditangkap karena telah melakukan hal itu.
Oknum tertentu melakukan korupsi dengan jumlah yang besar tanpa merasa takut dijatuhkan hukuman atas perbuatannya, seperti yang baru-baru ini terjadi ialah kasus korupsi yang dilakukan oleh bupati kepulauan meranti. Dilansir dari Detik.com, Wakil Ketua KPK yaitu Alexander Marwata menyatakan bahwa Muhammad Adil ditetapkan sebagai tersangka 3 kasus yaitu dugaan korupsi pemotongan anggaran, gratifikasi jasa travel umrah, dan juga suap pemeriksa keuangan.
Hal ini perlu dibahas karena banyaknya dampak yang ditimbulkan dari tindakan korupsi seperti merusak kestabilan ekonomi dan keamanan Negara, hak-hak masyarakat dari negara yang seharusnya tersalurkan menjadi tidak tercapai, kemudian korupsi juga berdampak pada semakin sulitnya pembangunan serta membuat berkurangnya kualitas pelayanan pemerintahan.
Dalam hal ini bagaimana pelaku akan merasa takut jika hukuman yang dijatuhkan tidak membuat mereka jera? Bagaimana mereka akan jera jika ketegasan untuk kasus korupsi diindonesia masih kurang?
Menurut saya rasa jera mungkin tidak akan ada untuk pelaku korupsi apabila undang undang saja memberikan hukuman ringan bagi koruptor. Seperti isi UU No. 31 Tahun 1999 pasal 2 bahwa "setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjaran paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Yang mana bisa saja total korupsi dapat melebihi denda yang harusnya dubayar oleh koruptor itu sendiri.
Diketahui Ombudsman Republik Indonesia dalam Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Sukamiskin yang dilansir dari merdeka.com menemukan kondisi sel atau penjara yang ditempati Setya Novanto dan Nazaruddin merupakan sel yang mewah. Menurut saya hal ini juga menjadi menyebab timbulnya rasa tidak takut untuk seseorang melakukan korupsi karena mereka menganggap bahwa mereka masih bisa menempati penjara berfasilitas apabila mereka membayar dengan sejumlah uang.
Berdasarkan hal tersebut menurut saya harusnya pemerintah melakukan penerapan pembebanan biaya sosial korupsi karena dengan cara ini, tidak ada lagi pelaku korupsi yang bisa hidup mewah dari hasil kejahatannya setelah keluar dari penjara. Hal ini juga akan sesuai dengan "asas malis non expediat malos esse" yang artinya pelaku kejahatan tidak diperbolehkan menikmati hasil dari kejahatannya. Hal ini diharapkan dapat menutupi kerugian negara sekaligus memberi efek jera sehingga tidak ada lagi yang berani melakukan korupsi, hal ini juga pada akhirnya akan menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H