Berawal dari sebuah ketidaksengajaan yang dilakukan dengan mengunggah konten wawancara dengan beberapa remaja di media sosial. Hal tersebut lantas melahirkan sebuah fenomena sosial baru setelah sibuk dengan urusan pandemi yaitu adanya komunitas organik yang biasa dikenal sebagai  Citayem Fashion Week.
Berbicara mengenai Citayem Fashion Week atau juga bisa disingkat menjadi CMW. Fenomena sosial tersebut diawali dengan populernya video wawancara bersama remaja-remaja di daerah Dukuh Atas-Sudirman, Jakarta Pusat. Berangkat dari kepopuleran tersebut, tempat tongkrongan anak muda itu pun kini berubah menjadi kawasan ruang terbuka untuk mengekspresikan diri melalui gaya berpakaian.
Fenomena CMW ini tentunya sudah mendapatkan berbagai respons dari netizen maupun publik. Melihat dampak yang dimiliki oleh kekuatan media sosial dalam menyebarkan informasi. Sebagian publik merasa bahwa CMW ini merupakan suatu kegiatan yang positif. Hal ini jika dibandingkan dengan melihat remaja-remaja sekarang yang balapan liar, tawuran, narkoba, dan sebagainya. Ada baiknya jika mereka mengekspresikan diri mereka melalui CMW ini. Selain itu, publik juga merasa bahwa dengan adanya CMW maka dapat melatih dan menjadi wadah kreativitas remaja atau anak muda dalam berkarya di bidang busana.
Terlepas dari tanggapan positif yang diberikan publik atas fenomena CMW. Tidak jarang, terdapat sebagian publik justru memberikan komentar kritis terhadap fenomena CMW. Publik mengkritisi bahwa konsep CMW yang dibawa di daerah Sudirman tersebut justru tidak sesuai dengan konsep fashion week sebenarnya. CMW saat ini begitu terkenal hingga acara kontestasi gaya busana tersebut hampir dilakukan setiap hari. Padahal konsep fashion week yang sesungguhnya hanya dilakukan dalam satu minggu saja.
Selain itu, gaya busana yang dibawa oleh para remaja dalam CMW menimbulkan pro-kontra. Hal ini disebabkan gaya busana yang dipakai tidak sesuai dengan norma maupun budaya masyarakat di Indonesia. Misalnya, laki-laki yang mengenakan pakaian layaknya seperti perempuan dengan menggunakan crop top, dan sebagainya. Hal tersebut membuat masyarakat justru memandang negatif atas fenomena CMW.
Belum lagi kontroversi yang dibawa oleh Baim Wong yang berencana mendaftarkan brand CMW ke HAKI. Hal ini mengundang kritikan dari berbagai kalangan publik, termasuk sosok politikus yaitu Ridwan Kamil. Langkah yang dibuat oleh Baim Wong tersebut dinilai publik sebagai suatu hal yang serakah dan CMW dinilai sebagai brand miliki bersama (publik). Dengan berbagai kontroversi yang ditimbulkan, pada akhirnya Baim Wong mencabut pendaftaran brand CMW ke HAKI.
Itulah beberapa kontroversi hingga pro dan kontra atas fenomena sosial CMW atau Citayem Fashion Week yang sedang menjadi trending. Terlepas dari seluruh pro-kontra maupun kontroversi yang terjadi. Sudah menjadi keharusan bagi pemerintah untuk memantau fenomena ini supaya tetap terarah dan tidak mengganggu kenyamanan publik. Selain itu, publik berperan penting dengan memberikan kritikan hingga masukan atas fenomena CMW ini sehingga tidak terjadi penyelewengan baik dari aspek budaya maupun sosialnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H