Saat ini saya berada di Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Museum ini digambarkan sebagai tempat untuk mengenal sejarah dan budaya Jawa Klasik yang fungsi utamanya sebagai museum yang membentuk citra edukatif. Terletak di pusat kota Yogyakarta, museum ini didominasi oleh wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara dan pelajar sekolah yang membentuk citra belajar informal namun bersejarah. Di dalam museum, banyak simbol budaya Jawa seperti pakaian adat, peralatan rumah tangga, senjata tradisional, dan arca-arca kuno yang melekatkan citra warisan budaya keraton. Ditambah dengan cahaya lampu kuning temaram yang menambah kesan mistis pada ruangan, seolah-olah membawa pengunjung kembali ke masa lampau. Banyak orang yang berpakaian santai namun kasual, pun dengan seragam para petugas museum yang berupa kemeja putih dan celana panjang hitam, seakan menegaskan suasana formal dan khidmat tempat ini.
Saya memperhatikan  A (dua sejoli)  yang sedang melihat-lihat pajangan di Ruang Kesenian (Unit II Museum Sonobudoyo). Mereka tampak mengamati dengan seksama koleksi-koleksi yang ada di ruangan tersebut sambil mendengarkan penjelasan dari petugas museum dengan khidmat. Sang wanita menggunakan kemeja dengan celana panjang, sedangkan sang laki-laki menggunakan kaos oblong, topi, dan dipadukan dengan celana hitam panjang. Mereka berjalan sambil sesekali menunjuk barang pajangan dan berbincang santai dalam Bahasa Indonesia.Â
Sang lelaki tampak fokus dalam mengamati koleksi yang ada dihadapannya, dan tak segan menanyakan sesuatu yang tak dimengertinya kepada petugas museum. Sementara itu, sebut saja B terlihat mengamati dengan seksama di Ruang Ukir. Ia berjalan santai sambil sesekali berhenti di depan benda-benda koleksi yang dilewatinya. B sering kali mengeluarkan ponsel untuk mengambil foto dan video. Ketika berpapasan dengan pengunjung lain, ia tersenyum ramah dan sesekali tangannya menyangga dagu seolah sedang merenung dari apa yang diamati dihadapannya. Pakaiannya kasual, dengan kaos kerah dan celana panjang, namun tetap sopan.
Dari pengamatan saya, terlihat ada perbedaan gaya interaksi antara pengunjung A dan B. Pengunjung A cenderung lebih khusyuk saat berhadapan dengan benda-benda koleksi. Mereka membangun koneksi pribadi dengan objek-objek tersebut, seolah sedang berkomunikasi dengan masa lalu. Hal ini mungkin didasari oleh minat yang mendalam terhadap sejarah dan budaya, atau mungkin saja mereka memiliki pengalaman pribadi yang membuatnya terhubung dengan benda-benda koleksi tersebut. Sementara itu, pengunjung B lebih bersifat eksploratif. Ia menikmati proses penjelajahan museum dengan mengabadikan momen melalui pengambilan foto. Perilakunya ini mungkin didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi atau keinginan untuk berbagi pengalaman dengan orang lain melalui media sosial. Menurut saya, yang mendasari minat mereka berinteraksi yaitu minat untuk mempelajari peradaban masa lalu yang lebih mendalam
Museum Sonobudoyo sebagai tempat pelestarian budaya Jawa tentu memiliki makna dan simbol tersendiri. Â Tindakan pengunjung A yang khidmat mendengarkan segala pejelasan petugas museum dapat dikatakan sesuai dengan makna Museum Sonobudoyo sebagai tempat untuk merenungkan sejarah dan budaya Jawa Klasik. Meskipun perilaku pengunjung B terlihat lebih santai, namun ia tetap menunjukkan rasa hormat dengan tidak merusak atau mengganggu benda-benda koleksi. Foto-foto yang ia ambil dapat menjadi cara untuk berbagi pengetahuan tentang budaya Jawa dengan orang lain. Kedua pengunjung tersebut, meskipun datang dengan tujuan yang berbeda, namun sama-sama menemukan makna dan pengalaman pribadi di tempat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pengunjung memiliki cara yang unik untuk berinteraksi dengan warisan budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H