Masjid At-Thohiriyah, yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Bungkuk Singosari, adalah sebuah tempat ibadah yang sangat istimewa dan kaya akan sejarah di kota Malang, Jawa Timur. Masjid ini adalah salah satu masjid tertua di daerah Malang yang memiliki nilai sejarah tak ternilai, dan merupakan saksi bisu perkembangan Islam di Singosari.
Masjid Bungkuk Singosari berdiri megah dengan ciri khas bentuk melengkungnya yang unik, yang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan dan penduduk setempat. Namun, yang membuatnya lebih istimewa adalah cerita di baliknya. Masjid ini didirikan pada abad ke-19 oleh seorang laskar pangeran Diponegoro yang bernama Kyai Hamimuddin. Pangeran Diponegoro memandatkan Kyai Hamimuddin untuk menyebarkan agama Islam di manapun dia berada.
Kyai Hamimuddin tiba di wilayah Singosari yang saat itu didominasi oleh masyarakat Hindu. Di lingkungan ini, beliau mendirikan sebuah gubuk kecil yang menjadi tempat untuk menyebarkan agama Islam. Beliau mengajar orang-orang sekitar untuk membaca Al-Quran dan menjalankan sholat. Inilah awal mula masyarakat setempat yang dulunya beragama Hindu mengenal Islam.
Orang Hindu di sekitar gubuk ini menjuluki ibadah sholat yang merujuk pada gerakan ruku dan sujud  yang dilakukan oleh Kyai Hamimuddin dan santrinya sebagai "aktivitas orang-orang bungkuk." Seiring berjalannya waktu, istilah "Bungkuk" dilestarikan dan menjadi nama yang dikenal hingga saat ini. Masjid ini mempertahankan bentuk melengkungnya yang unik, mencerminkan ciri khas sejarahnya.
Selain menjadi tempat ibadah, Masjid Bungkuk Singosari juga memiliki makam para tokoh penting dalam perkembangan Islam di Singosari. Makam-makam ini menjadi tempat ziarah bagi umat Islam dan juga merupakan situs bersejarah yang penting. Masyarakat setempat dengan penuh rasa hormat menjaga dan merawat situs ini sebagai bagian dari warisan budaya mereka.
Di sebelah masjid, terdapat Pondok Pesantren khusus putra yang merupakan pusat pendidikan agama Islam. Setiap sore harinya, banyak anak-anak warga setempat berkumpul di masjid ini untuk belajar mengaji dan memperdalam pemahaman agama. Hal tersebut  merupakan upaya untuk menjaga tradisi keagamaan yang kuat di wilayah ini dan melestarikan nilai-nilai Islam.
Ketua Dewan Masjid Bungkuk Singosari, Bapak Sutikno, berkomentar, "Masjid Bungkuk Singosari bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol sejarah, toleransi, dan pendidikan. Kami dengan bangga merawat dan menghormati warisan ini serta mengundang semua orang, tanpa memandang agama, untuk merasakannya."
Masjid Bungkuk Singosari tetap menjadi ikon penting dalam perkembangan agama Islam di Singosari, sementara keunikan bentuk dan sejarahnya menjadi daya tarik para wisatawan dan warisan yang sangat berharga bagi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H