Tradisi pernikahan tembakau di Desa Genito Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang adalah wujud upacara tradisi dengan menikahkan dua jenis tembakau yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk ucapan terimakasih kepada Allah atas hasil panen yang melimpah serta untuk menjaga keseimbangan lingkungan lereng Gunung Sumbing. Tradisi ini sebagai upaya mewujudkan pelestarian warisan para leluhur yang biasa dilakukan setiap bulan safar. Tradisi juga sebagi bukti bahwa orang Jawa percaya terhadap adanya supranatural yang ada disekelilingnya.
  Pada awal persiapan yaitu satu bulan sebelum tradisi dilaksankan, pada malam harinya diadakan pertemuan antara perangkat desa dan perwakilan dari warga yang merupakan ketua Rukun Tetangga (RT) dan ketua Rukun Warga (RW) untuk musyawarah membentuk panitia tradisi pernikahan tembakau.Selanjutnya sebelum tradisi dilaksanakan, yaitu tujuh hari sebelum pelaksanaan tradisi warga melakukan kegiatan bersih-bersih dusun di sendang(mata air), makam, dan lingkungan sekitar dusun yang dilakukan secara bersama sama.Dilanjutkkan dengan kegiatan arak-arakan gunungan yang berisi sayur-sayuran hasil panen atau biasa dinamakan saparan atau acara merti dusun.
  Tempat untuk prosesi pernikahan tembakau. Dalam acara tradisi pernikahan tembakau dibutuhkan panggung sebanyak tiga buah. Panggung yang pertama terletak di sendang Piwakan dusun Gopaan sebagai panggung untuk penyambutan datangnya pengatin tembakau. Pada panggung pertama ditampilkan tari-tarian, seperti tari gambyong dan kuda lumping sebagai sambutan bahwa pengantin tembakau siap dinikahkan. Kemudian panggung kedua terletak di depan rumah kepala dusun yang akan digunaka untuk pesta kesenian rakyat yaitu pertunjukan wayang kulit, dan panggung terakhir terletak di sebelah utara panggung kedua tepatnya didepan rumah warga dusun Gopaan, digunakan untuk pertunjukan tari-tarian setelah tradisi pernikahan di sendang selesai dilaksanakan. Kesenian tari yang ditampilkan pada panggung ketiga yaitu kobro, kuda lumping, tari suringan, warukan, topeng ireng dan brondut.
 Prosesi tradisi pernikahan tembakau berlangsung selayaknya pernikahan manusia. Sebelum tembakau dinikahkan acara pertama dibuka dengan tarian jatilan atau kuda lumping, selanjutnya dilanjutkan dengan tari gambyong yang mengiringi mempelai tembakau memasuki panggung. Prosesi Tradisi Pernikahan Tembakau diawali dengan doa yang dipimpin oleh kepala dusun menggunakan doa Islam berbahasa Jawa. Sesaji yang sudah dibawa oleh masyarakat di letakan di pinggir panggung untuk didoakan dan kemudian dibagikan kepada warga. Sesaji tersebut berupa bubur merah dan putih, nasi buju (nasi putih yang dibentuk kerucut) ayam ingkung, telur rebus, jajan pasar, tahu, mi, kluban, kentang. Serangkaian doa yang dipanjatkan yaitu doa meminta keselamatan untuk masyarakat, ucapan terimakasih dan syukur atas berkat serta keselamatan yang sudah diberikan kepada Tuhan YME. Kemudian Setelah doa selesai dipanjatkan, prosesi Tradisi Pernikahan Tembakau di ambil alih oleh pemangku adat. Sesaji yang dibutuhkan saat prosesi yaitu berupa dupa, kopi, teh pahit, air putih, gedang ayu(pisang raja), suro ayu (daun sirih), dan kemenyan. Pemangku adat kemudian memulai prosesi dengan membawa kedua mempelai tembakau dan kemudian disilangkan ke arah kanan dan kiri.
Sambil memakan dupa yang sudah disediakan, pemangku adat mulai membakar kemenyan dan memohon doa dengan adat kejawen yang artinya yaitu meminta berkat serta kemakmuran bagi kelancaran pertanian tembakau pada masyarakat dusun Gopaan. Setelah doa selesai akhirnya telah sah sepasang tembakau menikah. Pernikahan tembakau dilakukan hanya sebagai simbol yang bertujuan meminta kepada Tuhan agar tembakau bisa terus berkembang biak dan tidak akan pernah bisa hilang
  Tradisi pernikahan tembakau di desa Genito mengandung bagian yang penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat setempat dan tradisi pernikahan tembakau mengandung makna yang menjelaskan tentang simbol-simbol, norma-norma serta nilai-nilai luhur bagi manusia dalam menjalani kehidupan. Nilai etika Jawa yang terkandung di dalam tradisi pernikahan meliputi sikap hormat (saling menghormati), kerukunan, nilai musyawarah, nilai silaturahim, toleransi.
sumber:https://www.detik.com/jateng/budaya/d-7060941/tradisi-nikah-tembakau-wujud-rasa-syukur-masyarakat-di-lereng-sumbing/amp
https://callforpapers.uksw.edu/index.php/semnas_hardiknas/semnas_2018/paper/download/531/310
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/14263/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H