Ikhtiar Itu Lebih Utama dari Hasilnya
Saya masih ingat ekspresi wajah Sandiaga Uno ketika mengatakan " semua tergantung nawaitunya mas”. Kalimat pendek itu mengganggu pikiran saya pagi ini. “Gangguan” inilah yang membuat saya harus secepatnya menghidupkan komputer dan menulis artikel in. Tulisan inisekaligus memenuhijanjisaya kemarin untuk menyelesaikan artikel tentang ikhlas versi Sandiaga Uno. Gangguan ini juga telah membawa pikirian saya ke masa kecil saya di sebuah desa, di Madiun Jawa Timur.
Ketika masih tinggal di desa,saya sering ikut mendengarkan ayah mengajar kitab tasawuf di pondok. Yang masih teringat dari peristiwa40 tahun lalu itu, adalahsoal yang berkaitan dengan ikhlas. Ketika itu saya sama sekali tidak paham maksudnya. Tetapi hafaldi luar kepala, karena sering dijadikan nyanyian dengan bait-bait pendek oleh para santri. Salah satu santri yang sering menghafalkan bait itu adalah pak Dahlan Iskan (sekarang Dirut PLN). Kalau tidak salah, ini adalah cuplikan dari kitab tasawuf karya SyeikhIbnu Atha’illah Assyakandary, ulama terkenal, gurunya para guru sufi. (kalau ada yang salah mohon diralat, maklum sudah lama tidak membuka kitab kuning hahahaha)
Sabar itu lebih utama dari terhindar cobaan
Ikhtiar itu lebih utama dari hasilnya
Istiqomah/konsisten itu lebih utama dari karomah (kemuliaan)
Apa hubungannya bait-bait diatas dengan Sandi Uno? Seperti rtikel edisi sebelumya, saya menganggap tokoh Sandiaga Uno berbeda denganbanyak pengusaha lain yang saya kenal. Dalam usianya yang masih sangat muda, dia memiliki kematangan jiwa.Salah satu kunci sukses Sandiaga Uno seperti yang saya tulis di edisi sebelumnya adalah ikhlas. Entah Sandiaga Uno tahu apa tidak, apakah pernah membaca kitab-kitab tasawuf apa tidak, yang saya pahami, dia telah menjalankansalah satu dari bait diatas. Ikhtiar Itu Lebih Utama dari Hasilnya. Prinsip inilah yang membuat dia bekerja tanpa beban.Sandi telah menjalankan prinsip keikhlasan.
Apakah saya terlalu memuji Sandiaga Uno dalam artikel ini?. Saya akui, ya. Saya memuji. Sebab memang banyak sisi positif yang layak dipuji. Selain hal-hal yang pernah saya tulis di edisi sebelumnya, ada satu hal lagi yang sebaiknya diketahui oleh masyarakat, yaitu tetap bekerja keras meskipun sudah sukses.“Saya masih seperti masa perjuangan dulu. Saya tetap bekerja selayaknya masih sebagai professional yang digaji. Saya datang ke kantor sering lebih awal dari teman-teman lain. Etos kerja tetap tinggi. Saya juga tidak suka ganti-ganti mobil baru, meski saya mampu membeli kapan saja”, katanya serius.
Menurut saya, ini adalah mentalitas. Betapa banyak kita sudah menyaksikan orang-orang yang gaya hidupnya berubah drastis, ketika bisnisnya mulai sedikit berkembang. Dan terlalu sering kita juga menyaksikanperusahaan kollaps hanya karena pemimpinnya tidak mampu mengendalikan diri, tidak mampu mengendalikan nafsunya.
Semoga apa yang dapat saya serap dari diskusi dengan Sandiaga Uno ini bermanfaat untuk banyak orang. Tentu saja, manusia ya tetap manusia. Manusia, tempatnya salah dan lupa.
Mudah-mudahan edisi besok saya ada waktu menuliskan lanjutn seri Belajar dari Sandiaga Uno, dengan topik berbeda, yaitu Kepemimpinan yang Efektif. Saya pamit dulu mau ke pabrik pupuk yang sudah tiga hari tidak saya tengok.Salam dari BSD, Amal Alghozali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H