Mohon tunggu...
Amalia Anggraini
Amalia Anggraini Mohon Tunggu... -

mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, prodi Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Nenek Moyangku Benar-benar Seorang Pelaut

27 Desember 2014   12:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:22 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Nenek moyangku seorang pelaut

Mengarungi luas samudra

Menerjang ombak tiada takut

Menempuh badai sudah biasa

Angin bertiup layar terkembang

Ombak berdebur ditepi pantai

Pemuda b’rani bangkit sekarang

Ke laut kita beramai-ramai

Belalai gajah panjang

Bulu kucingk belang

Tuhan Maha Penyayang

Anak-anak disayang”

Masih ingatkah Anda dengan lagu anak-anak ini? Lagu yang diajarkan semasa TK ini pasti sudah tak asing lagi bagi Anda. Tapi apakah benar nenek moyang kita adalah pelaut? Jika Anda ingin tahu jawabannya silahkan datang ke Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah dan buktikan apakah nenek moyang kita benar-benar seorang pelaut atau tidak. Namun pasti sekarang Anda bertanya-tanya kenapa justru ke Candi Borobudur bukan ke daerah pesisir? Bukankah candi tersebut justru terletak di daerah perbukitan yang tinggi dan jauh dari pesisir?

Jadi jika Anda memiliki kesempatan berlibur ke Candi Borobudur jangan lewatkan berkunjung ke museum kapal. Museum tersebut terletak setelah candi, tepatnya di area sekitar pkl yang masih berada di dalam kompleks Candi Borobudur. Untuk menemukannya pun cukup mudah setelah turun dan keluar dari candi ikuti saja petunjuknya atau jika Anda kesulitan tanyakan saja kepada para pedagang. Untuk memasuki museum tersebut gratis, akan tetapi jika Anda ingin memasuki kapal dikenai biaya Rp 100.000.

Di dalam museum tersebut terdapat sebuah kapal yang diberi nama Samudraraksa yang artinya pelindung laut. namun jangan salah, kapal tersebut bukanlah peninggalan Dinasti Syailendra, melainkan buatan manusia pada abad 21 ini. Lalu apa menariknya? Jadi kapal ini dibuat berdasarkan relief yang ada di Candi Borobudur dan dibuat semirip mungkin dengan yang ada di relief. Jadi, pembuatan kapal ini dilatar belakangi kedatangan Phillip Beale pada 8 November 1992 yang mengagumi relief kapal yang ada di Candi Borobudur, selain itu ia pun ingin “napak tilas" jalur pelayaran kapal pada abad ke 8 tersebut. Sedangkan kapal tersebut dibuat oleh As’ad Abdullah.

Kapal ini memiliki panjang 18,29 meter, kemudian lebarnya 4,50 meter, dan tingginya 2,25 meter. Selain itu kapal ini memiliki 2 cadik dan 2 layar tanjak, dan uniknya seluruh badan kapal terbuat dari kayu. Di samping itu kapal tersebut berkapasitas 16 orang. Bagian-bagian dari kapal tersebut terdiri dari kabin tempat tidur, ruang makan, ruang navigasi, ruang kemudi, dapur, dan tempat cuci piring. Setelah selesai dibuat pada tanggal 15 Agustus 2003 kapal tersebut secara resmi diluncurkan oleh Presiden Megawati Sukarnoputri. Rutenya diawali dari Jakarta kemudian ke Seychelles dan terakhir ke Madagaskar dengan jarak 11.000 km. Awak kapal tersebut selain terdiri dari warga Indonesia juga terdiri dari warga negara asing. Dalam ekspedisinya para awak kapal bertemu dengan keturunan Syekh Yusuf dari Sulawesi Selatan yang dulu dibuang oleh Belanda.

Selain kapal dalam museum tersebut turut disimpan peralatan-peralatan yang dulu digunakan para awak kapal yang berupa perabot rumah tangga, seperti piring, gelas, serta peralatan memasak, hingga alat pertukangan yang dulu digunakan untuk ekspedisi, dan kayu-kayu yang digunakan sebagai bahan pembuatan kapal pun turut di pajang dalam museum tersebut. Dengan mengunjungi museum tersebut Anda dapat mengetahui bagaimana budaya bahari nenek moyang kita yang digambarkan sebagai seorang pelaut yang tangguh, mengarungi lautan, menerjang gelombang, dan menempuh ribuan kilometer. Selain itu kapal tersebut juga menggambarkan jika dahulu bangsa Indonesia merupakan bangsa yang tangguh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun