Geger akibat emak-emak berebut menemukan   harga minyak goreng sawit murah, meskipun naik beberapa puluh rupiah, menjadikan Pemerintah kebakaran jenggot.Â
Sebab, protes emak-emak itu jadi meluas dan umpan kegiatan kelompok politik dan organisasi-organisasi massa.Â
Terutama yang tak senang Pemerintahan sekarang. Presiden Jokowi pun harus memenuhi tuntutan emak-emak. Terutama mendekati Lebaran Idulfitri. Maklum, emak-emak sedang menghimpun duit untuk mudik atau beli pakaian baru.Â
Sampaipun Ketum PDIP Megawati Sukarnoputri menyindir: "mengeluh harga minyak goreng tinggi, tapi beli baju baru kok bisa."Â
Akhirnya Presiden melarang ekspor minyak sawit. Korban pidana petinggi pertama  Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kem. Perdagangan berikut beberapa stafnya dan  eksportir minyak sawit penyuap ijin ekspor (gelap). Para pengusaha besar kebun/pabrik dan eksportir CPO bukanlah orang-orang yang bisa menerima keputusan begitu saja.Â
Masih ada "peluru ampuh" membalas larangan ekspor CPO(crude palm oil) yang semula memberi keuntungan besar. Kalau produknya hanya untuk pasar dalam negeri dengan harga ditetapkan  rendah oleh Pemerintah, mereka beralasan hasil perkebunan sawit masing-masing (warganegara kita maupun asal luar negeri, terutama asal Malaysia) sudah mencukupi.Â
Berarti, semula juga menampung produk-produk dari para "petani sawit" , kini ditolaknya. Ganti sekarang yang bergabung yang menyebut dirinya  "petani sawit",--  punya lahan perkebunan tapi tak punya pabrik pengolahan minyak sawit sendiri,--  berdemo pada Pemerintah. Beramai-ramai berdatangan dari Sumatera, Kalimantan dan lain-lain daerah ke Jakarta.
 Lagi-lagi Presiden harus juga  menuruti mereka. Dasarnya, justru mereka  adalah terdiri dari pekebun, meskipun tidak sedikit selaku pengusaha kelas menengah, cuma takpunya pabrik pengolahan minyak-sawit sendiri. Â
Dengan pemikiran bahwa keberadaan jumlah minyak sawit untuk dalam negeri berikut harga murah yang ditetapkannya, Presiden Jokowi harus menarik kembali larangan ekspor CPO kita . Mulai Senin 23 Mei ini. ekspor minyak sawit diijinkan kembali..Â
Tentu dengan harapan (atau syarat), perusahaan-perusahaan raksasa pemilik pabrik-pabrik pengolahan sawit harus kembali menampung produk kelapa-sawit dari mereka yang menyebut dirinya "petani sawit".