Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Epilog 4 Babak Hari Pahlawan

2 November 2020   18:56 Diperbarui: 2 November 2020   19:06 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Truk tentara sekutu melintasi dinding-dinding bertuliskan semboyan perjuangan Indonesia, diduga kawasan Senen, Jakarta Pusat. (IPPHOS) (kompas.com)

Saya sempat jadi kurir dikomandemen kota Kediri. Roeslan Abdulgani paling aktif menulis pengalamannya dan  menghimpun data dari dalam dan luarnegeri (Inggeris). Beberapa data saya ambil dari salah satu bukunya "Seratus Hari Di Surabaya Yang Menggemparkan Indonesia" (Jakarta, 1994)

Doel Arnowo, pemuda rekan Roeslan Abdulgani yang mendampingi Gubernur Suryo saat itu, pada 1950-1952 ditunjuk sebagai Walikota Surabaya yang kemudian digantikan R. Moestadjab Soemowidagdo (1952-1956).  

Sebagaimana mereka yang mengungsi dan kembali ke Surabaya sesudah Indonesia Berdaulat Kembali (1949/1950), demikian juga keluarga kami. 

Rumah kami yang paling besar berhalaman sekitar 1,5 ha di Jl.Juwingan itu sebagian belakang terbakar. NICA maunya membakar habis rumah kami, karena digunakan sebagai markas pemuda, ditemukannya senjata berikut 5 butir granat-tangan yang disembunyikan ayah saya dibelakang kamar mandi, diruang tamu terpampang sederetan foto pimpinan Partai Nasional Indonesia era Hindia-Belanda, dimana ayah saya R. Ibnu Soemoatmodjo, meskipun pegawai De Javasche Bank.

Akan tetapi aktivis PNI era itu. Setiap orang yang ke Jl. Juwingan saat itu, pasti mengenal nama ayah saya, karena dijaman Jepang, ditunjuk menjadi ketua RW Juwingan. Menurut cerita tetangga yang tidak mengungsi, NICA mendatangkan truk mengangkut petibesi serta tombak pusaka dan beberapa barang yang dianggap berharga. 

Sisanya, seperti kursi, almari sampaipun tempat tidur amblas diambili "pasukan gotong-gotong". Dari keluarga "punya" menjadi "tidak punya" karena harus menjual rumah itu yang kini dijadikan kompleks Gedung Olahraga Bulutangkis. Anggap saja Revolusi membawa pengorbanan demi kedaulatan Negara dan Bangsa.

Ada yang unik. Kakak saya perempuan bersuamikan Alimun (gugur sewaktu perebutan senjata Jepang, Oktober 1945) waktu itu hamil, melahirkan dipengungsian anak lelaki bernama SE. Kakak yang lulusan MULO Praban (Hindia Belanda) banyak mempunyai kawan alumni yang jadi anggota TRIP, sehingga dipengungsian bekerja di Divisi-7/Kodam VIII Brawijaya. 

SE Ketika dewasa justru  mempersunting puteri berayah Jepang, Kapten TNI-AD Harsono Tanimoto (dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Surabaya) ibu dari Jawa.  Begitulah kisah yang saya alami menjelang Hari Pahlawan. Selamat berjuang dan maju. Kenang-kenanglah arwah para pejuang kemerdekaan kita. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun