Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Arogansi Politikus Jagoan Kampung yang Berulah Sombong

23 Maret 2020   09:57 Diperbarui: 3 April 2020   08:37 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arogansi politikus jagoan kampung yang berulah sombong dalam situasi keprihatinan mewabahnya Covid-19 sekarang ini, sudah sewajarnya kalau dijadikan bahan perenungan tentang tanggung jawab dan tata krama sosial kita. Kasus yang terjadi Kamis (19/3) lalu ketika rombongan anggota DPRD Kabupaten Blora, Jawa Tengah, kembali dari kunjungan kerja di Lombok. Bus yang mengangkut mereka singgah di  terminal Kecamatan Padangan, kabupaten Bojonegoro, Jatim.

Sesuai instrkusi Gubernur Jatim, secara menyeluruh tempat-tempat umum diaktifkan penyemprotan disinfektan dan  pemeriksaan kesehatan orang-orang dari sebaran virus Covis-19.  Hal itu mengingat provinsi ini termasuk yang yang terpapar parah wabah mematikan tersebut.

Ketika Kepala Bidang Pencegahan Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (P3PLP) Edi Sucipto beserta stafnya mendatangi bus itu dan minta dengan sopan untuk memeriksa kemungkinan ada yang terpapar virus dengan alat terminal gun scanning yang biasa digunakan ditempat-tempat umum, seorang anggota DPRD berinitial HM W. yang bertubuh besar dan tinggi, justru dengan nada tinggi membentak dan menolak diperiksa sambil bertanya pada Edi Sucipto yang usianya lebih tua darinya dan bertubuh lebih rendah: "Kamu pejabat enggak? SOP-nya mana? Surat tugasnya mana? Ini DPR, bukan anak gembala. Pakai aturan. Pakai undang-undang!" Anggota rombongan itu juga bertanya: "Perintah dari mana, pak?" Edi Sucipto memang tidak membawa surat tugas, sehingga dengan sabar menanggapi dampratan itu agar rombongan mau  diperiksa di RSUD Cepu.

Masih bernada tinggi, HM W. membentak lagi: "Kita DPR. Kunjungan. Kita perintah undang-undang. Sudah ada bamus. Bukan teroris, bukan nganu yang baik. Ayo ke rumah sakit." Dan terus dia mengomel. "Kita dianggap masyarakat dari luar kota harus diperiksa. Bupati dari Jogja diperiksa tidak? Kita setingkat bupati!" Dengan sikap merendah Kepala P3PLP Bojonegoro itu menyilakan mereka RSUD Cepu. Tetapi, sampai dengan malam hari, bus rombongan itu tidak muncul. Alasan HM W. ketika sampai di Blora, katanya reaksi terkejut karena di terminal itu ada Polisi, TNI, Satpol PP dan lain-lain. Alasannya, ya kalau petugas, kalau bukan?

Peristiwa itu menjadi siaran viral pada TV nasional maupun media massa cetak. Di beberapa kalangan masyarakat, juga menjadi bahan pembicaraan. Ada yang menyatakan, kok justru orang DPRD dari daerah Jawa Tengah bisa bersikap begitu. Seumpama terjadi di Jatim sebelah timur, barangkali bisa menimbulkan kontak fisik karena pernyataannya menghina petugas yang membawakan instruksi Gubernur Jatim.

Apa yang dilaksanakan tim Satgas Penanganan Covid-19 itu adalah demi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Tugas kemanusiaan di bidang kesehatan. Tenaga-tenaga demikian dan medis dalam penanganan penyebaran virus itu berupa dedikasi yang penuh resiko tertular dan bisa menyangkut masalah nyawa. Seharusnya mereka maklum, deteksi virus itu bukan hanya demi nyawa orang bersangkutan, tetapi juga keluarga dan kerabat dekatnya serta orang dekat dengannya.

Kalau orang itu menolak deteksi, berarti rela mati demi Covid-19, boleh-boleh saja.  Lumayan satu kursi di lembaganya lowong. Ada yang terheran-heran, apakah mas HM W. orang asal Jateng yang semestinya tahu bertatakrama gaya Jawa. Ataukah berasal sebagai jagoan kampungnya? Jadi anggota lembaga legislatif kabupaten saja sikap "sombongnya" melebihi kalau jadi anggota DPRD Provinsi apalagi DPR-RI. Kalau ditinjau asal parpolnya, juga bukan dari parpol unggulan di Jateng.

Barangkali, kalau dia dan anggota rombongannya mau minta maaf atas kekhilafan ke tim Satgas itu, dalam adat kita sudah tentu bakal dimaafkan. Pola silaturahmi yang wajar. Kalau tidak mau demikian, maka akan selalu tercatat kenangan pahit dan barangkali perlu sumpah-serapah gaya Suroboyoan untuk dilontarkan ke anggota-anggota lembaga legislatif yang berlagak jagoan kampung(an) itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun