"Untukmu, Kasih Yang Kuberi Nama Belahan Jiwa"
(Oleh: AK*)
Rembulan malam ini barangkali tidak bersinar, mentari pun angkuh untuk merapal batas takdir usiaku
Untukmu, kasih yang kuberi nama air mata, engkau datang padaku bagai embun yang menempel di daun pada pagi hari, engkau datang padaku bagai senar senja yang berdenting lara di bulu tubuhku, engkau datang padaku bagai pelangi yang mereka setelah hujan redah, padaku engkau datang dengan malam yang selalu kunanti.
Kasih, padaku engkau selalu datang dengan gema yang bergetar di seluruh tubuhku yang mungkin tak mampu aku ramalkan.
Sesekali aku mengintai dari pintu hatiku untuk menunggu hadirmu.
Malam ini engkau datang, kasih, bersama air mata, bersama sepi, bersama bulan, bersama luka, dan bersama satu cahaya yang samar-samar nyalanya.
Tapi dibalik sangkur yang merangkul erat tubuhmu yang siap meluakiku, aku pasrah.
"Hunuslah pedangmu tepat di jantungku, dan tancapkanlah lebih dalam ke dalam dasar jiwaku." Kataku dengan tabah.
Yakinlah, kasih, setelah pedang yang kau hunus tak mampu kau cabut kembali, maka aku bangkit dengan sisa darahku yang mengering dalam jerit dan tangis, dalam duka dan derita, dalam pedih dan perih, dan dalam air mataku yang yang tak mampu luluh.