Kepala Balitbang PUPR Arie Setiadi Moerwanto sedang menjawab pertanyaan Kompasianer, bersama Leonarda Ibnu Said (Pemerhati Lingkungan) dan Dendy Priandana (Kepala Dinas Tata Kota & Pemukiman Kota Tangerang Selatan) dengan moderator Wardah Fajri (Admin Kompasiana). (Foto : Amad S)
Dalam era Pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Kementerian Perumahan Rakyat (PR) digabung menjadi Kementerian PUPR (KemenPUPR). Presiden pun mempercayakan Kementerian PUPR dibawah kepemimpinan Menteri Basuki Hadimuljono pada 27 Oktober 2014 lalu.1) Untuk mewujudkan program pemerintahan Presiden Jokowi dengan Nawa Cita-nya, KemenPUPR dituntut bekerja lebih cepat, bukan lagi wacana namun real challenge. KemenPUPR melalui Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang PUPR) harus hadir dalam mengatasi persoalan terkait infrastruktur dengan menghadirkan solusi seiring inovasi.
“Inovasi adalah "The Conversion of Novelty into Value," kata Pakar Manajemen Inovasi Dunia Michael Scharge pada Seminar Sehari "Innovation Stimulation for Effective Business Process for Infrastructure Provision” di Gedung SDA KemenPUPR (16/11/2015).
Michael Scharge menyampaikan bahwa inovasi adalah hal mendasar yang perlu dilakukan tiap institusi. Pengelolaan inovasi yang baik akan memberikan keuntungan bagi institusi. Dia juga menekankan bahwa inovasi harus dibarengi kerjasama dengan berbagai pihak, sehingga institusi dapat lebih inovatif. Untuk itu, KemenPUPR diharapkan dapat melakukan pengelolaan inovasi yang melibatkan berbagai pihak pendukung agar mampu menghasilkan inovasi infrastruktur yang handal.2)
Bicara soal solusi dan inovasi, inovasi teknologi sangatlah penting dan mutlak guna menjawab berbagai permasalahan, utamanya di bidang infrastruktur PUPR. Karenanya, produk-produk Litbang yang dihasilkan harus berpedoman pada 4 hal, yaitu: relevan (sesuai kebutuhan), aplikatif (mudah diterapkan), inovatif (unsur terbarukan), dan kompetitif (bersaing dalam hal waktu, biaya dan mutu). Setiap solusi inovasi yang berhasil diciptakan oleh Balitbang PUPR memang telah melalui serangkaian uji coba laboratorium dan skala penuh di lapangan sehingga dapat dilepas ke masyarakat untuk diaplikasikan secara nyata dan dirasakan manfaatnya.
Masyarakat pun telah merasakan manfaat dari teknologi tersebut. Namun harus diakui, inovasi teknologi bidang PUPR yang telah dihasilkan tersebut masih kurang populer bagi masyarakat umum. Produk Litbang pun masih dianggap belum merakyat karena masih sebatas pada penelitian dan belum dikembangkan menjadi teknologi yang mudah dan murah untuk masyarakat.3)
“Balitbang PUPR memiliki tugas penting untuk menciptakan produk-produk yang tak hanya berdaya guna, tetapi juga berkelanjutan dari masa ke masa,” Kepala Balitbang KemenPUPR, Arie Setiadi Moerwanto dalam acara Kompasiana Nangkring bersama Kementerian PUPR sekaligus peresmian PINTU (Pusat Informasi Terpadu) Balitbang PUPR di Gedung Heritage KemenPUPR, Sabtu (5/12/2015).
Belajarlah dari “Kota Paling Layak Huni” Melbourne
Persoalan sampah, banjir dan macet merupakan momok bagi wajah sebuah kota terutama kota-kota besar agar layak huni. Apakah kota yang kita tempati juga sudah menjadi kota yang layak huni? Apalagi Pemerintah memiliki target mewujudkan Kota Dambaan Warga yang Layak Huni serta Momentum Untuk Mencapai Bebas Pemukiman Kumuh di 2019.
Untuk menjadikan kota yang layak bagi semua, pemangku kepentingan bisa belajar dari Melbourne, salah satu kota tersibuk Australia yang dipilih oleh The Economist sebagai kota yang paling layak huni (livable city) tertinggi karena infrastrukturnya terbangun dan terjalin dengan sempurna di setiap sudut kota. Selain itu, kota ini juga mendapat skor tertinggi untuk bidang kesehatan dan pendidikan.4)