Kereta Api yang menghubungkan bandara dengan pusat kota baru sudah tersedia di beberapa kota. Kali ini saya mencoba naik moda transportasi berbasis rel buatan dalam negeri ini di Sumatera Barat . Dari Stasiun Bandara Internasional Minangkabau menuju Stasiun Padang ditempuh dalam waktu 40 menit.
Kesempatan untuk mengunjungi kembali kota Padang, ibukota Provinsi Sumatera Barat akhirnya bisa terwujud pada awal Desember 2018. Secara kebetulan ada agenda acara yang harus saya hadiri, sehingga seminggu sebelumnya jadwal selama di kota Padang sudah sepadat mungkin dengan berbagai kegiatan yang bisa menjadi bahan tulisan.Â
Ya, salahsatunya mencoba naik Kereta Api (KA) Bandara Internasional Minangkabau yang telah diresmikan pengoperasiannya oleh Presiden RI Joko Widodo pada 21 Mei 2018.
KA Bandara yang menghubungkan dari Stasiun Bandara Internasional Minangkabau (BIM) ke Stasiun Padang ini merupakan KA Bandara keempat yang telah beroperasi di Indonesia setelah KA Bandara Internasional Kualanamu Sumatera Utara dan KA Bandara Internasional Soekarno Hatta (SHIA) dan LRT (light rail transit) Sumatera Selatan yang juga melayani relasi Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II.
Keberadaan KA Bandara ini bisa menjadi pilihan moda transportasi bagi siapa pun yang akan melanjutkan perjalanan dari Bandara ke pusat kota maupun perjalanan dari pusat kota menuju bandara dengan waktu tempuh perjalanan yang pasti, tanpa macet, nyaman dan aman. Yang membedakan dari layanan semua KA bandara hanyalah pada jumlah jadwal perjalanan dan tarif tiketnya.Â
Khusus LRT Sumatera Selatan dan KA Bandara Minangkabau tarif tiketnya jauh lebih terjangkau (boleh dibilang sangat murah sekali) karena mendapat subsidi dari Pemerintah melalui anggaran Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.
Selain itu prasarana perkeretaapian yang dibangun dari stasiun, jalan rel, jembatan dan fasilitas operasi (persinyalan dan telekomunikasi) dibiayai penuh oleh Pemerintah sebagai salah satu program strategis pengembangan perkeretaapian nasional.
Jalan menuju stasiun diarahkan melalui jembatan penyeberangan orang atau lorong penghubung sepanjang + 150 meter. Sesampai di ujung lorong, ada 3 pilihan untuk turun menuju stasiun yaitu dengan menuruni anak tangga, eskalator dan lift.
Bentuk tiketnya masih menggunakan kertas termal berukuran 7,5 cm x 8 cm, persis seperti tiket KA lokal di Jawa. Tarif tiket hanya Rp 10 ribu sampai Stasiun Padang maupun sebaliknya dari Stasiun Padang ke Stasiun BIM. Dan Rp 5 ribu untuk relasi Stasiun Padang- Stasiun Tabing, Stasiun Padang-Stasiun Duku dan Stasiun Tabing- Stasiun Duku.
Sembari menunggu, saya sempat berkeliling melihat berbagai fasilitas di dalam stasiun dari dua ruang tunggu masing-masing di peron 1 dan peron 2, kantin, toilet, musala, ruang Pos Kesehatan, dan ruang PPKA (pengatur perjalanan KA). Hari itu tak banyak penumpang yang naik KA bandara, sehingga serasa lagi menyewa kereta wisata.
Sinyal keluar sebagai tanda berangkat pun telah ditarik naik. Perlahan KA bandara pun berjalan dengan berkali-kali masinis membunyikan klakson sebagai tanda peringatan KA akan melewati perlintasan sebidang. Suara klakson berulang kali dengan jeda waktu yang pendek menjadi tanda begitu banyaknya perlintasan sebidang yang tidak dijaga dan liar.Â