Dampak yuridis pernikahan tidak dicatatkan, pada Pasal 6 ayat (2) KHI yang menegaskan bahwa "pernikahan di bawah tangan tidak memiliki kekuatan hukum", kemudian apabila dihubungkan dengan Pasal 7 ayat (1) KHI, maka terlihat jelas maksudnya. Penafsiran yang tepat terhadap maksud "tidak memiliki kekuatan hukum" bukan berarti pernikahan tersebut tidak sah di mata hukum, akan tetapi "tidak bisa dibuktikan di hadapan hukum." Oleh karena itu pernikahan yang tidak dicatatkan tidak dapat dilindungi oleh hukum. Jadi apabila di kemudian hari terjadi konflik dalam pernikahan yang tidak dicatatkan, hukum tidak bisa membantu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Pendapat Ulama dan KHI tentang Perikahan Wanita Hamil (zina)
Para ulama berbeda pendapat mengenai menikahi wanita pezina, perbedaan tersebut karena sebuah pemahaman pada larangan menikahi wanita pezina dalam Q.S An-Nur ayat 3. Â Terdapat beberapa pendapat ulama mengenai hal tersebut :
- Menurut Sayyid Sabiq, boleh menikahi wanita pezina dengan catatan wanita tersebut telah bertaubat terlebih dahulu.
- Menurut Abu Hanifah dan Asy Syafi'I berpendapat, boleh menikahi wanita dengan tidak menunggu habisnya masa iddahnya (sampai melahirkan). Asy Syafi'I membolehkan akad nikah tersebut meskipun dalam keadaan hamil, karena tidak adanya keharaman.
- Menurut M. Quraish Shihab pada dasarnya, pria yang menikahi wanita yang pernah dizinai hukumnya sah sah saja.
- Menurut Hanabilah berpendapat bahwa hukumnya tidak sah menikahi wanita telah berbuat zina, baik dengan laki laki yang bukan menzinainya terlebih laki laki yang menzinainya, kecuali telah dengan 2 syarat yaitu setelah masa iddahnya dan bertaubat
- Menurut Malikiyyah berpendapat bahwa menikahi wanita hamil akibat zina tidak sah, apabila akad nikah tersebut dilangsungkan maka akad tersebut menjadi fasid
Berdasarkan KHI pasal 53 ayat (1), (2), (3) dapat dijadikan acuan dalam sebuah Hukum pernikahan wanita hamil, dan hal tersebut sah apabila melangsungkan perkawinan dalam keadaan hamil dan tidak perlu melakukan pernikahan ulang. Menurut KHI pasal 53 pada ayat (1) ini menyatakan bahwa yang boleh menikahi adalah lelaki yang menghamilinya, dan tidak boleh lelaki yang bukan menghamilinya. Mengenai nasab anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut, KHI berpendapat bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah terdapat pada KHI pasal 99, walaupun akad yang dilaksanakan dalam keadaaan si wanita tersebut dalam keadaan hamil diluar nikah (baik karena zina maupun diperkosa) asalkan yang menikahinya lelaki yang menghamilinya. Jadi anak yang lahir di luar perkawinan tersebut tetap dapat menerina nasab dari ayahnya.
Cara menghindari perceraian
- Suami istri sama-sama sadar akan tujuan suatu pernikahan yaitu untuk mewujudkan keluarga Sakinah, mawadah, warahmah
- Saling menghargai dan menghormati hak dan kewajiban antar pasangan. Ketika suami istri paham akan hal tersebut pasti tidak akan ada yang namanya saling menuntut satu sama lain karena hak dan kewajiban dari masing-masing pasangan sudah terpenuhi terlebih dahulu
- Menjalin komunikasi yang baik dalam keluarga. Permasalahan dalam kelurga sering kali timbul karena cara komunikasi yang buruk antar pasangan, seperti karena nada bicara yang kadang tinggi dari salah satu pikah sehingga menyakiti pihak lain. Kesalahan saat komunikasi juga dapat menyebabkan kesalahpahaman yang berujung pertengkaran, oleh kerena itu penting untuk menjaga komunikasi dalam berkeluarga
- Mengasihi dan menyayangi satu sama lain. Keluarga yang dihiasi dengan kehangatan kasih saying akan meminimalisir terjadinya konflik rumah tangga, jika keluarga 'adem ayem' dapat dipastikan keluarga tersebut bahagia
- Bersikap terbuka dan jujur. Keterbukaan dalam rumah tangga sangat diperlukan, mengingat rumah tangga adalah tempat menyatukan 2 insan yang pastinya berbeda pemikiran maka diperlukan keterbukaan bagi keduanya agar dapat memahami satu sama lain. Kejujuran juga sangat penting karena kejujuran merupakan kunci dari setiap hubungan.
Book Review
Judul           : Hukum Perkawinan Islam di Indonesia
Penulis          : Umar Haris Sanjaya dan Aunur Rahim Faqih
Buku Tulisan Umar Haris Sanjaya dan Aunur Rahim Faqih yang berjudul "Hukum Perkawinan Islam di Indonesia" mendiskripsikan dengan lengkap dan rinci tentang hukum yang mengatur bagaimana hukum perkawinan Islam di Indonesia, mulai dari sejarah hukum perkawinan di Indonesia, proses menuju perkawinan, pelaksanaan perkawinan, berakhirya perkawinan, hingga kajian mengenai permasalahan hukum perkawinan masa kini. Oleh karena itu pengkajian hukum perkawinan Islam dalam buku ajar ini akan menitikberatkan persoalan perkawinan dengan mendasarkan pada Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam yang kemudian akan ditambahkan dengan kajian perkawinan Islam kontemporer. Hal ini menjadi penting, karena konteks buku ajar ini memang diperuntukan bagi mereka mahasiswa program studi ilmu hukum di fakultas hukum.
Dari membaca buku ini pembaca dapat mengetahui kompetensi kompetensi yang dihadirkan penulis pada setiap babnya. Seperti pada bab I, pembaca akan dapat memahami dan mengetahui tentang sejarah lahir nya undang-undang perkawinan. Pada Bab II pembaca akan memahami pengertian perkawinan,tujuan perkawinan, prinsip yang ada pada perkawinan, alasan melakukan perkawinan, hukum dan sumber perkawinan di Indonesia. Pada Bab III penulis ingin menjelaskan tentang rukun dan syarat perkawinan, tentang perjanjian kawin, tentang harta kekayaan dalam perkawinan, tentang hukum walimah. Pada Bab IV dijelaskan sebab-sebab putusnya perkawinan, rujuk dan masa iddah, hadhonah dan akibat hukumnya. dan pada Bab yang terakhir atau Bab V penulis cenderung menjelaskan beberapa permasalahan dalam perkawinan seperti perkawinan beda agama, nikah siri, status hukum anak luar kawin, poligami, dispensasi nikah, nikah mut'ah, dan nikah muhallil.
Buku ini mengkaji hukum perkawinan islam dari perspektif hukum sama dengan mengkaji pelaksanaan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dilihat dari perspektif Islam. Persepektif Islam dalam hukum perkawinan di Indonesia ini telah direpresentasikan dengan lahirnya Kompilasi Hukum Islam.