Melakukan kultur jaringan bukanlah sesuatu yang mudah dan butuh tahapan-tahapan untuk mendapatkan hasil yang baik dan sesuai harapan. Tahapan-tahapan itu yang pertama yaitu media, dalam menanam tanaman pastinya membutuhkan media tanam dan media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan digunakan.Â
Media yang digunakan pada umumnya adalah vitamin, garam mineral, dan hormon. Diperlukan juga bahan seperti agar, gula, dan lain-lain sebagai tambahan. Hormon atau zat pengatur tumbuh yang digunakan juga tergantung pada tujuan kultur jaringan.Â
Media yang sudah jadi mula-mula dipanaskan terlebih dahulu dengan autoklaf sebelum nantinya ditempatkan pada tabung reaksi atau tabung-tabung kaca.Â
Kedua adalah intisiasi, yaitu pengambilan eksplan dari bagian-bagian yang dikulturkan, terutama pada bagian tunas. Jaringan yang digunakan ada yang jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Dan ada juga yang menggunakan jaringan parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya.Â
Ketiga adalah sterilisasi yaitu dengan menggunakan alat-alat yang steril dan tidak terkontamidasi dengan zat lainnya.Â
Keempat adalah multiplikasi atau kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media.Â
Kelima adalah pengakaran dimana eksplan akan menunjukan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan sebaiknya dilakukan dalam kurun waktu yang dekat atau tiap harinya.
Yang terakhir adalah aklimatisasi dengan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan hati-hati agar tidak merusak hasil eksplan dan dilakukan penjagaan dengan menutupinya dengan sungkup sampai tanaman dapat beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya.
 Lalu apa peran Totipotensi dalam kultur jaringan?Â
Teori Totipotensi dikembangkan oleh seorang ahli fisiologi dari Jerman yang bernama Gottlieb Haberlandt pada tahun 1898 yang sebelumnya sudah dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden pada tahun 1838 dengan menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom atau bebas sehingga dapat beregenerasi tanaman lengkap, hal inilah yang menjadi dasar penelitian lebih lanjut oleh Haberlandt.Â
Sayangnya pada tahun 1902 percobaannya mengalami kegagalan karena penggunaan medium tanam yang tidak ditambahkan zat pengatur tumbuh (hormon), penelitiannya tetap berhasil membantu peneliti untuk lebih mengembangkannya hingga pada tahun 1907-1909 pertengahan Harrison, Burrows, dan Carrel berhasil mengkulturkan jaringan hewan dan manusia dengan secara in vitro atau eksperimen yang tersirat pada jaringan luar organisme hidup. Hal inilah yang mendasari terbentuknya teknik kultur jaringan.