Mohon tunggu...
Amadea Nggeo
Amadea Nggeo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dalih Kemanusiaan

2 Juni 2017   16:12 Diperbarui: 2 Juni 2017   16:27 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Revisi uu Terorisme ternyata banyak mengundang pro dan kontra dalam pelaksanaannya. Ikut campur angkatan bersenjata ternyata banyak mengundang masyarakat dari golongan tertentu untuk mengangkat isu kemanusiaan atau HAM. Bahkan tidak jarang yang terus terang mengangkat isu-isu dulu seperti PKI, Etnis Rohingya, Petrus dan yang lebih mengejutkan lagi ada beberapa golongan yang secara tiba-tiba  mengasihani PKI karena hak asasi manusia nya di tumpas. Lebih herannya hal itu juga keluar dari mulut orang yang anti pancasila yang selalu berkoar koar “Ganyang Cina”, “Ganyang PKI”, “Indonesia sekarang sudah dikuasai PKI” bla bla bla. Saya yakin bagi anda yang sudah berselancar di dunia maya sangat hafal dengan karakter-karakter orang-orang licik ini. Bukan berarti saya setuju dengan culik-menculik, tidak. Bukan bermaksud membela akan tetapi, lagi-lagi PKI selalu dan selalu menjadi alasan untuk berdalih baik dari orde baru maupun sekarang.

Pak Jokowi pernah mengatakan beberapa waktu lalu, yang namanya PKI itu sudah tidak ada dan hilang, mengapa kita terus menerus saja membahas hal tersebut. Ironinya lagi yang selalu teriak teriak seperti itu adalah calon-calon terorisme yang anti Pancasila. Mereka gunakan isu PKI untuk menutup fakta bahwa dirinya adalah seorang teroris agar orang-orang lupa pada dia yang ingin mengganti idiologi Pancasila. Tetapi hal itu tidak akan terjadi selama TNI, Polisi, dan panglima tertinggi yaitu Presiden bersatu untuk bertindak tegas, adil dan berani untuk menumpas terorisme di daerah-daerah termasuk pejabat-pejabat pemerintah yang memfasilitasi, menyebarkan, memberikan kesempatan paham radikal untuk  masuk Indonesia

Pemerintah terlalu fokus pada akar-akar rumput teroris di daerah yang pada umumnya mereka juga korban, meskipun berbahaya juga. Mereka adalah korban dari idiologi instan yang membawa mereka pada tindakan radikal. Kita dapat melihat teroris-teroris tersebut sebagian besar adalah orang yang rendah dalam hal ekonomi karena mereka tidak menemukan surga di dunia maka mereka lebih memilih untuk mencari surga di akhirat, dengan bom bunuh diri. Apa yang ingin disampaikan adalah pemerintah jangan sampai luput pada pejabat tinggi di lingkungan pemerintah yang memfasilitasi dan mempercayai idiologi radikal.

Presiden diharapkan untuk peka pada anak buahnya agar tidak ada duri dalam daging dalam pemerintahan Jokowi. Selama pemerintah tidak tegas pada pejabat-pejabat jahat, maka penyebaran idiologi radikal akan terus beranak cucu dan rakyat miskin yang terdoktrin akan terus menjadi korban. Pejabat-pejabat jahat yang memfasilitasi tersebut pasti suatu saat akan menggunakan mereka untuk kepentingan  melawan pemerintahan.  Ketika mereka di tanya tanggapan mereka mengenai ikut campur TNI mereka mencari alasan tentang kemanusiaan dan alasan klasik lainnya, dalam hal ini memanusiakan teroris. Hal ini tentu sangatlah menghambat revisi UU Terorisme. Sikap dari pihak-pihak anti Pancasila yang selalu membawa bawa massa, dan selalu membenarkan sikap nya atas nama Demokrasi lah, HAM lah, namun sikap mereka sendiri tidak mencerminkan etos dan nilai-nilai Pancasila.

Hebatnya lagi ketika mereka ditangkap dan diadili mereka meminta bantuan hukum yang sudah jelas hukum Indonesia berdasar UUD 1945 dan Pancasila. Mereka merasa apa yang mereka lakukan layak dibela di pengadilan, lantas coba jelaskan sikap mana yang layak dibela?. Sudah Makar, Korupsi, Anti Pancasila, Memfasilitasi penyebaran paham Radikal, selalu menyebar Hate Speech,Tidak Kooperatif dengan Kepolisian, minta dibela lagi?. Alamak.  Nanti, setelah kondisi Indonesia terjadi seperti yang di Malawi semua pasti berlomba-lomba mencari kambing hitam. “Si A tidak becus”, “Si B kerja nya ngapain aja?” “Gara-gara Si C yang tidak tegas”. Padahal untuk mencegah terorisme tidak hanya tugas Polri dan TNI tetapi ini adalah tugas kita semua sebagai warga negara. Setiap manusia mempunyai tanggung jawab moral untuk memberantas terorisme. Mulai dari ketua RT hingga Presiden semua mempunyai tanggung jawab moral untuk memerangi terorisme. Jangan sampai pemerintah diatur oleh golongan radikal, tetapi pemerintah lah yang harus mengatur dan menindak tegas mereka.

Selain itu, hal penting lain adalah pendidikan. Pendidikan  adalah senjata utama dalam membasmi terorisme tapi bagaimana jika pendidik nya saja anti Pancasila. Kita ingat beberapa waktu lalu ada sekolah yang melarang muridnya untuk hormat pada bendera merah putih. Tidak hanya di sekolah tapi juga di kampus! Saya yakin disetiap kampus pasti ada dosen-dosen yang diam-diam mengikuti aliran-aliran radikal dan bahkan diam-diam mereka menyuntikan idiologi tersebut ketika kuliah dan bahkan mereka mendiskrimininasikan mahasiswa seperti yang berjilbab dan tidak, yang sealiran atau tidak.  At least, Inti dari tulisan ini adalah jangan lagi ada yang menggunakan kemanusiaan untuk dalih membenarkan perilakunya yang sudah jelas membunuh kemanusiaan  dan sterilkan dunia pendidikan dari pelaku-pelaku radikal.

Jangan gunakan alasan kemanusiaan untuk membela sikap terorisme dan ruang radikalisme. Memang seorang teroris juga seorang manusia namun, pernahkan seorang teroris memikirkan kemanusiaan ketika mereka meneror atau mengebom? Pernahkan mereka memikirkan keluarga yang kehilangan saudara terkasih akibat perilakunya? Pernahkan ia berpikir orang-orang yang selamat dari bom namun kehilangan anggota tubuhnya? Pernahkan ia memikirkan seorang ibu yang kehilangan anaknya karena bom?. Pernahkan ia memikirkan trauma yang dialami masyarakat akibat teror?.

 Selamat hari Pancasila, Saya INDONESIA, Saya PANCASILA!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun