Mohon tunggu...
Amadea Nggeo
Amadea Nggeo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Jualan Nasionalisme!

14 Mei 2017   06:21 Diperbarui: 14 Mei 2017   08:44 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

       Ben Anderson, dalam bukunya Nasionalisme Kini dan Masa Depan, menceritakan bagaimana keroposnya manusia-manusia yang selalu membawa-bawa kata tanah air, ibu pertiwi, yang intinya tidak lepas dari jargon-jargon Nasionalisme. Berhati hatilah dengan parpol, pejabat, bahkan stasiun televisi yang selalu mengagung agungkan kejayaan masa lalu. Mereka hanyalah sebatas beretorika. Apa yang ingin disampaikan Ben adalah, terdapat dua macam manusia Nasionalis di Indonesia.Pertama,  mereka adalah yang hanya menganggap nasionalisme adalah sebuah “warisan”. Dengan hal seperti itu maka akan selalu terjadi perselisihan untuk memperebutkan siapa yang ber hak mendapatkan warisan tersebut dan mereka hanyalah memunculkan omong kosong belaka. Berbeda dengan kelompok nasionalis yang menganggap bahwa nasionalisme adalah bagian dari “proyek bersama” untuk kini dan masa depan dimana dalam proyek ini dibutuhkan pengorbanan PRIBADI, bukan malah mengorbankan ORANG LAIN!. Itulah mengapa pejuang kemerdekaan tidak pernah mau membunuh teman sebangsa mereka namun, mereka justru menyimpan keberaniannya jika nanti mereka di PENJARA, dianiaya, dan diasingkan demi kebebasan demi kebahagiaan dan kebebasan sesama nya.

       Nasionalisme muncul ketika di dalam suatu wilayah tertentu warganya memiliki sebuah tujuan bersama dan masa depan bersama. Sumpah Pemuda membuktikan dengan berkumpulnya Jong Java dkk yang dimana mereka menggunakan identitas kedaerahan bukan atas separatisme lokal tapi KOMITMEN kedaerahan mereka untuk proyek bersama. Mereka tidak peduli bahwa dulu Raja Aceh pernah menjajah Minangkabau dan mereka juga tidak peduli bahwa Bangsawan Jawa juga pernah mencoba menaklukan dataran Sunda. Pada masa kini dapat terlihat dalam lilin lilin Ahok yang bersuara di seluruh Indonesia,  sikap ini merupakan contoh Nasionalisme yang tidak mementingkan garis final karena ada jutaan kepala dengan gagasannya di Indonesia mau berkomitmen untuk nasionalisme. Inilah tantangan nasionalisme kini,  yang dapat dimenangkan jika orang Indonesia cukup TERBUKA dan BERHATI BESAR untuk menerima KEBERAGAMAN dan KOMPLEKSITAS. Ben, dalam buku ini juga memperingatkan bagaimana banyak bangsa yang terpecah pecah karena pemikiran warganya yang SEMPIT hingga keinginan untuk BERKUASA atas sesamanya.

       Apa yang ingin saya sampaikan adalah saya harap Partai, kelompok sosial, hingga stasiun TV yang katanya mengusung Nasionalisme tidak menjadi bagian nasionalis yang pertama. Hanya bersikap Simpati, dan Menyayangkan peristiwa yang akhir-akhir ini terjadi tanpa ada tindakan radikal dan nyata. Dari kasus Ahok ini yang katanya “masalah” padahal “dibuat menjadi masalah” merupakan bentuk proker kelompok-kelompok yang rakus akan uang, kekuasaan dan yang tak punya malu dengan HAM. Premanisasi dan Gangterisasi peliharaan parpol, pengusaha hingga instansi pemerintah memperlakukan lawan mereka yaitu Ahok seperti binatang Padahal, lawan adalah lawan bukan BINATANG!. Sebagai bangsa saya hanya berharap, kelompok-kelompok Ekslusif Nasionalis tidak bersikap abai terhadap ini dan bersikap seperti “See No Evil”, “Hear No Evil”, “Speak No Evil”. Ingatlah bahwa kita semua diberikan sebuah tanggung jawab moral untuk mempertahankan bangsa dan negara ini , jangan ada kejahatan yang dilakukan negara kepada individu-individu (bangsa) yang secara moralitas  mereka terlibat proyek bersama. Ingatlah juga bahwa Indonesia bukanlah Indonesia semata, tetapi orang-orang di dalamnya.

Referensi: Benedict Anderson, Nasionalisme Indonesia Kini dan Masa Depan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun