Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Ulasan Critical Eleven by Ika Natassa

19 Februari 2016   21:31 Diperbarui: 19 Februari 2016   21:43 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam tulisan saya kali ini, saya akan membahas tentang buku Critical Eleven karya Ika Natassa. Buku yang banyak ditunggu oleh banyak orang dan inilah ulasan saya mengenai buku tersebut. Ulasan ini bersifat sangat subyektif. Saya tidak bermaksud untuk menjelekkan novel ini, bahkan saya sendiri cukup terhibur membacanya walaupun saya tidak terlalu menyukai novel ini.

Saat saya pertama membeli Critical Eleven ini. Saya melihat review-review yang diberikan oleh orang-orang. Review yang diberikan orang-orang membuat saya tertarik untuk membaca buku ini. Karena banyak orang yang sangat seperti “mencintai” buku ini. Dan saya hanya menemukkan 1 review yang tidak menyukai buku ini. Dan setelah saya membaca buku ini, saya kembali membaca review-review tentang buku ini.

Ika natassa menyukai menulis sejak dia masih kecil, ia menyelesaikan novel pertamanya yang berbahasa inggris saat ia berusia 19 tahun. Ia telah menerbitkan beberapa buku, yaitu A Verry Yuppy Wedding (2007), Divortiare (2008), Underground (2010), Antologi Rasa (2011), Twivortiare (2012), dan Twivortiare 2 (2014), and Critical Eleven (2015). A Very Yuppy Wedding telah menjadi Editor's Choice di majalah Cosmopolitan Indonesia tahun 2008, ia juga dinominasikan sebagai Talented Young Writer.

Buku Critical Eleven ini, menurut saya tidak cocok untuk para remaja. Karena konflik yang disampaikan oleh penulis dalam novel ini, membahas tentang sebuah masalah dalam pernikahan. Sehingga untuk para remaja konfliknya tidak sampai kepada para pembaca remaja. Mungkin sebagian besar dari kami masih belum bisa membayangkan keadaan konflik dalam rumah tangga yang seperti itu.

Alur dalam buku ini menurut saya, membingungkan. Karena dimana pada awalnya Ika menceritakan tentang pertemuan pertama mereka kemudian tiba-tiba mereka sudah menikah dan memiliki masalah. Dan masalah tersebut adalah masalah yang menjadi konflik utama dalam novel ini. Saat saya membaca buku di bagian yang tiba-tiba mereka memiliki masalah. Saya sampai membaca kembali halaman sebelumnnya, dan saya sampai berpikir bahwa buku saya salah cetak. Dan ternyata memang konflik tersebut belum diberi tahu hingga pada bab kesekian, masalah tersebut baru diberi tahu. Lalu, banyak kejadian dimana mereka sedang menceritakan apa yang terjadi sekarang tetapi kemudian berpindah ke cerita masa lalu atau tiba-tiba menceritakan pemikiran mereka. Hal ini membuat pembaca harus sungguh-sungguh membacanya, kalau tidak, pembacanya bisa tiba-tiba bingung karena cerita tiba-tiba berubah arah.

Penyampaian cerita yang menggunakan two point of view oleh pengarang. Menurut saya membuat konflik yang ada kurang mencapai klimaks. Kurang mencapai dimana saat pembaca tidak sanggup menutup buku ini hanya untuk sekedar ke toilet atau makan karena saking serunya buku ini. Konflik yang seru yang membuat orang ketagihan itu kurang. Bahkan jujur saja, saya merasa sangat bosan bahkan frustasi saat membaca 2/3 dari buku ini. Karena menurut saya ini adalah sebuah masalah yang hanya diputar-putar. Saya juga menemukkan beberapa review yang mendukung pendapat saya dimana buku ini feelnya kurang tertangkap bagi para pembaca.

Novel ini memberikan cukup banyak informasi kepada para pembaca. Baik informasi tentang pekerjaan, tentang film, pengetahuan umum, maupun banyaknya quotes dalam buku ini.

Akan tetapi, two point of view yang diberikan oleh pengarang juga merupakan kelebihan dari buku ini. Karena menurut saya, dengan cara two point of view ini juga memberikan sedikit greget. Karena dalam point of view yang pertama mengganggap sebuah hal bukan masalah tetapi di point of view yang lain, hal tersebut merupakan suatu masalah yang besar. Sehingga memberikan kesan twist kepada pembacanya.

Ending yang sangat baik. Walaupun sebelumnya saya mengatakan saya merasa bosan saat membaca 2/3 dari buku ini, tetapi 1/3nya membuat saya sedikit merasa tidak kecewa karena membeli buku ini. Endingnya membuat saya meneteskan air mata karena akhirnya konflik yang menurut saya tidak jelas akhirnya diselesaikan dengan baik.

Tokoh utama dalam novel critical eleven ini ada 2 orang yaitu Tanya Baskoro dan Aldebaran Rasjid. Kedua tokoh ini masing-masing memiliki karakter yang dapat kita tiru. Tanya Baskoro memiliki sifat yang tidak seperti kebanyakan wanita. Yang kalau memiliki masalah atau tidak suka atau marah, hanya diam-diam atau hanya memberi kode kepada pasangannya, sehingga membuat pasangannya bingung karena wanita tiba-tiba bisa kesal. Tanya, jika kesal kepada pasangannya akan berkata beri aku waktu dulu, nanti akan kuberi tahu. Menurut saya, wanita yang bisa seperti itu menunjukkan kedewasaannya. Saya rasa banyak wanita yang walaupun sudah dewasa tetapi kalua sedang menyampaikan ketidaksukaannya hanya melalui kode. Tanya ini bukan tipe seorang penggosip yang seperti kebanyakan ibu-ibu lainnya. Ia merupakan sosok yang tegas, tegar, dan pekerja keras.

Sedangkan Aldebaran Rasjid yang disini sebagai suami dari Tanya Baskoro. Merupakan suami yang sangat setia, taat kepada orang tua, pekerja keras dan sangat sabar. Di dalam novel ini, Aldebaran Rasjid tidak pernah marah, ia sangat menyayangi istrinya, orang tuanya maupun adik-adiknya. Seorang Aldebaran Rasjid jika kita katakan dalam dunia ini, sangat sulit untuk menemukkan laki-laki yang bisa seperti dia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun