Mohon tunggu...
Kristoforus Arakian
Kristoforus Arakian Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan Cerdas itu Sexi

Tidak ada yang menjadi miskin hanya karena memberi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Catatan Tanpa Titik

9 November 2021   22:46 Diperbarui: 10 November 2021   10:43 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Deretan cemara berjejeran tengah bercengkeraman dengan angin malam yang genit
dari kejuahan tampak samar diterangi sinar kerabunan bulan. Seperti membentuk benteng dibibir peraduan air dan daratan. Mengisyaratkan barisan rakyat yang bergandengan tangan
demi mempertahankan kedaulatan bangsanya
ditengah kikisan ombak ketamakan penguasa yang berjejalan.

Malam semakin larut tak sedikitpun kusadari
aku seperti terlelap dalam iringan instrumen alam
tergambar dibatas mimpiku. Sebuah peristiwa akan terjadi disini, dibumi pertiwiku.

Peperangan dengan bangsa sendiri akan terjadi, ketika agama dengan sexi dijual demi kepentingan politik. Ketika budaya bangsa sendiri terisolir zaman modernisme. Ketika korupsi merajalela, namun hukum seakan menjadi payung, melindungi oknum-oknum yang menjarah rumahnya sendiri.


Berita hoax yang mengandung ujaran-ujaran kebencian mengancam stabilitas bangsa
memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa yang penuh dengan kemajemukan
menodai pancasila, kebhinekaan dan nasionalisme berteberan di etalase publick.

Bukankah ketika kita berani menyebarkan kebencian dan  kejahatan, kita juga mesti berani mencintai ??? Karena tidak ada satu manusia pun yang lahir dengan mengantongi kejahatan.

Lihat disana bangsa ini semacam lahan basah yang jadi arena perebutan. Antara perjuangan airmata kesucian melawan keserakahan
yang dibalut mitos pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Namun ditengah  minim sensivitas hanya menyebarkan penderitaan rakyat jelata, yang dengan keluguannya menunggu janji saat kampanye dialogis.

Tampak bulan mengintip dengan tersipu malu.
Saat arakan bintang-bintang melantunkan syair-syair permohonan kepada Tuhannya. Sedang suara perlawanan itu masih saja bergemuruh bagai halilintar. Adakah pelangi setelah jeda gerimis bandel ???


Ahhh !!! Saya jadi kangen sosok perempuan hebat
sosok hawa merdeka yang akrab disapa mba nana itu. Semoga "catatan tanpa titik" akhir episode mata nawja dengan dalih jeda refleksi
esok menemukan langkah baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun