Aku adalah lelaki biasa saja. Hidup yang kujalani tidak biasa. Aku banyak bertanya pada hidup, meskipun seringkali hidup tidak segera menjawabku dengan lugas.Â
Aku dicercanya dengan tikungan-tikungan tajam, tanpa memberiku banyak ruang untuk berbelok ke arah sebaliknya.
Aku tahu bahwa hidup seringkali tertawa mengejekku saat Aku memilih untuk memilih sebaliknya daripada yang ditawarkannya padaku.
Tawaran-tawaran yang diberikan hidup padaku selalu membawaku pada pilihan yang sebenarnya tidak ada pilihan untuk memilih sebaliknya.
Aku memilih untuk menjadi Aku, dan tidak pada yang dikatakan atau ditawarkan hidup padaku.Â
Lalu Kamu hadir dihidupku seolah-olah memojokkanku untuk memilih yang ditawarkan hidup dan kehidupan kepadaku.Â
Kamu yang menjadi bagian dari adaku seringkali menyeringai seperti hendak bersiap untuk menerkamku hidup-hidup.Â
Kamu tawarkan manisnya rasa dan asa dalam relung inti asaku, yang orang kebanyakan menyebutnya dengan cinta.
Kamu tersenyum, dan Aku meradang karena takutku untuk kehilanganmu. Aku tidak cukup keberanian untuk mengatakan tidak padamu. Apalagi ya untuk kehilanganmu selama-lamanya.Â
Kembali hidup menjadi sisi antara Aku dan Kamu. Aku masih tetap pada Aku yang tidak akan bergeming untuk apa yang ditawarkan hidup dan kehidupan padaku.
Kamu boleh mencercaku dengan seribu sembilu tajam untuk merobek sisi inti asaku untuk tetap percaya pada Sang Inti yang membuatku ada menjadi Aku.