Mohon tunggu...
jois efendi
jois efendi Mohon Tunggu... Administrasi - nice and unpredictable person

Just me... That's all...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Alien Covenant, Ciptaan yang Gelisah

18 Mei 2017   14:03 Diperbarui: 18 Mei 2017   14:24 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Alien Covenant, Film Sci-Fi Thriller menyajikan tontontan yang tidak sekadar visual effect yang menarik, namun bila dilihat lebih mendalam ada alur cerita yang kuat. Awalnya, saya berfikir bahwa film ini akan memuaskan sisi visual semata, namun ternyata saya keliru. Sebagai penonton, saya selalu melihat sebuah film bukan hanya sekadar yang terpampang di screen yang lebar dan mendengarkan suaranya melalui sound system kelas wahid di sebuah bioskop. Sampai-sampai saya tidak segera terpuaskan dengan suguhan film yang dengan apiknya tersaji di mata dan enaknya suara sound system yang mengelegar di telinga saya. Dari sekian banyak faktor yang dibahas dan disajikan dalam sebuah film, saya selalu bertanya dalam hati, apakah film tersebut bermanfaat bagi saya?

Back to the Movie, Alien memiliki keunikan tersendiri. Saya akan membahas film ini menjadi tiga bagian saja. Pertama, film ini tentu saja muncul dari imajinasi manusia tentang adanya mahkluk lain di luar sana, selain manusia yang mendiami bumi. Secara faktual, kita memahami bahwa Bumi adalah bukan satu-satunya planet di susunan tata surya kita, bahkan di gugusan galaksi Bimasakti. Kemungkinan ada ribuan bahkan jutaaan planet yang tersebar di galaksi ini. Pada bagian ini, Alien bukan hanya sekadar menyuguhkan sesosok atau koloni Alien yang buruk rupa (dalam standar kita), dengan struktur tubuh yang jelas berbeda dengan manusia. Bahkan dalam film ini, Alien memiliki liur yang dapat membuat manusia iritasi, seperti tersiram asam sulfat. Mereka pun memiliki kemampuan untuk survival, bahkan senjata untuk mempertahankan hidup mereka. Manusia yang hidup di bumi pun memiliki kemampuan survival dan persenjataan yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan kehidupan mereka. Ide film ini seperinya muncul dari kegelisahan manusia akan tempat yang lebih baik. Itulah awal mengapa Covenant ini ada dan diciptakan. Pesawat yang super canggih dengan pertahanan dan persenjataan yang dapat dipergunakan untuk menjelajahi antar galaksi, yang membutuhkan waktu sampai ribuan tahun. Bayangkan saja, Covenant mampu membawa 15 crew pesawat dan 2000 koloni lebih, mulai dari embrio sampai pada manusia dewasa untuk membawa mereka sampai ke tujuan selanjutnya, dimana mereka bisa membuat koloni yang baru. Peralatan canggih, tube tempat para crew dan koloni dewasa menghabiskan waktu mereka selama perjalanan. Rencana awal, crew dan semua koloni akan tertidur dengan nyaman sampai pada saatnya mereka sampai di tujuan. Sesampai disana, semua membuat mimpi mereka menjadi kenyataan, membuat koloni baru di tempat yang baru. Sebuah ide yang sangat brilian. Kegelisahan pertama dari ciptaan, bagaimana bila semua yang ada tidak lagi memadai, apakah ada tempat yang baru, dan ada kesempatan lagi untuk membuat koloni yang baru?

Kedua, kegelisahan membuat ciptaan untuk mencari atau menciptakan sebuah harapan. Pencapaian sebuah harapan, memang membutukan komitmen, keuletan, dan semangat pantang menyerah, dan harga yang harus dibayar tentunya. Dalam perjalanan menuju Oriega-6, tersisa 7 Tahun 6 Bulan lagi agar mereka dapat merealisasikan rencana dan harapan mereka.  Covenant mengalami guncangan akibat gelombang yang dihasilkan dari suatu ledakan bintang. Hal itu membuat beberapa team eksplorasi Origae-6 terbangun dari hyper-sleepnya. Mereka adalah Daniels (Katherine Waterston), Oram (Billy Crudup), Tennesee (Danny McBride), Demien Bichir (Lopé), Karine (Carmin Egojo), Ricks (Jussie Smollett), Upworth (Callie Hernandez), Fariz (Amy Seimetz) dan Ledward (Benjamin Rigby). Namun sayang, sang kapten team eksplore Origae-6 bernama Branson (James Franco) tidak terselamatkan akibat gangguan itu. Tentu saja, tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan Droid Sintetis, Walter (Michael Fassbender), memiliki peranan yang penting dalam awak pesawat ini. Dia adalah awak kapal yang bertugas selama perjalanan tersebut, sementara yang lainnya tertidur. Dia ditemani oleh Artificial Intelegence (AI) yang dipanggil dengan sebutan Mother. Protokol keamanan Covenant mengharuskan untuk membangunkan awak pesawat bila keadaan darurat. Disinilah dimulai friksi dan pilihan-pilihan dari setiap peran yang menentukan nasib mereka dan keseluruhan koloni yang ada dalam pesawat tersebut. 

Alien, dalam sekuelnya kali ini memang tidak dengan segera menampilkan sosok Xenomorph. Namun persoalan rusaknya peralatan yang berkaitan dengan sumber daya Covenant telah memicu kepanikan, sampai Walter memerintahkan Mother untuk membangunkan awak pesawat lebih awal. Saat semua sedang berkabung dengan meningalnya kapten mereka, ada tugas yang harus segera diselesaikan. Mereka pun memberikan kepemimpinan pada Oram, yang belum sepenuhnya siap atau percaya diri mendapatkan tugas tersebut. Friksi ini belum terselesaikan, ada sinyal komunikasi yang terkirim dari salah satu planet terdekat, ini memberikan harapan yang baru bagi tim eksplorasi ini. Kepemimpinan dan komitmen Oram, dalam hal ini dipertanyakan. Taruhan dan harga yang harus dibayar adalah kelangsungan hidup seluruh crew pesawat dan 2000 koloni yang ada di dalam Covenant. Dengan pertimbangan yang tidak terlalu matang, dan berdasarkan survei singkat dari Mother, menjadi dasar pengambilan keputusan Kapten Oram untuk menuju planet tersebut. Daniels yang sedang berkabung karena kepergian suaminya, awalnya tidak setuju dengan rencana tersebut. Disisi lain keputusan Oram telah final, apalagi awak kapan yang lain tidak bersedia kembali ke tube untuk hibernasi lagi. Suasana bertambah emosional karena masing-masing crew adalah suami istri. Tentu tidak mudah dalam pengambilan keputusan apalagi itu berkaitan dengn masalah yang darurat. Ini menjadi sorotang Ridley Scoot sang sutradara. Komitmen suami istri menjadi sorotan dalam beberapa adegan, sehingga mereka mengambil keputusan yang diluar nalar.  Resiko demi resiko dalam pengambilan keputusan untuk menuju planet yang baru diketahui ini pun menjadi bagian yang menarik sekaligus menegangkan. Sampai keluarnya sosok yang ditunggu-tunggu dalam film ini, dimana mereka telah berhasil menemukan inang untuk membuat mereka bisa beranak pinak. Dan berhasil membunuh dan menyisakan beberapa awak pesawat saja. Kegelisahan kedua adalah harapan mereka untuk membuat koloni, awalnya tidak selalu berakhir seperti yang mereka rencanakan. Komitmen. keuletan, semangat pantang menyerah, dan harga yang harus dibayar menjadi ujian bagi mereka.

Ketiga, kegelisahan ketiga ini disajikan dalam adegan awal film ini. Percakapan sang pencipta, Peter Weyland dengan ciptaan sintetisnya yang baru diaktifkan. Menarik sekali saat Weyland memberikan kesempatan kepada Droid Sintetisnya untuk memilih nama. Droidnya ini memilih nama  "David" setelah melihat replika patung Michelangelo dengan nama yang sama. Percakapan ini menjadi prolog film ini, sekaligus penghubung dengan sekuelnya Promotheus (2012). Otoritas Weyland atas David, sempat dipertanyakannya, bagaimana sang pencipta memiliki kelemahan daripada yang diciptakannya? Ini seperti menjadi pertanyaan yang mengantung dan tidak terjawab dalam prolognya, meskipun Scoot memberikan sedikit jawaban dengan memasukkan adegan David menyajikan teh untuk Weyland. Inilah yang menuntut kejelian penonton dalam menonton film ini, bagaimana di planet yang tersembunyi itu, David membuat dirinya menjadi sang pencipta dalam versi dan pemahamannya. Adegan mengerikan pun disajikan oleh Ridley Scoot saat David membumihanguskan semua isi planet tersebut. Dengan demikian dia tidak perlu lagi menjadi ciptaan, karena secara kapasitas dia memiliki kelebihan dari sang penciptanya (Weyland). Hubungan sang pencipta dan ciptaan memang menjadi topik yang menarik untuk disajikan dan dibahas. 

Jadi, secara umum Ridley Scoot menyajikan film ini dengan menarik, tidak terlalu filosofis namun juga tidak terlalu terkesan film yang hanya menampilkan adegan-adegan yang biasa ditampilkan dalam sekuel-sekuel film Alien sebelumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun