Mohon tunggu...
AM Muhammad
AM Muhammad Mohon Tunggu... -

Entertainer wanna be | An Arsenal fans since 1996 | Unemployed but have employees http://www.alabn.com http://www.meongku.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wasilah Sang Pejuang

5 Maret 2011   02:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:03 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Wasilah namanya, biasa dipanggil Mbak Ilah. Dulunya hanyalah seorang pembantu, di kompleks perumahan kawasan Bintaro Tangerang Selatan.

Wasilah yang dulu dapatlah disebut miskin. Rumahnya ngontrak dengan hanya seukuran kamar rumah pada umumnya.

Rumah tanpa sekat, tanpa kamar tidur atau kamar mandi dan bocor banjir bila hujan. Seluruh aktivitas keluarga bercampur di ruang yang sama. Kecuali mandi dan buang air di jamban umum yang disediakan empunya kontrakan, Wasilah dan suaminya makan, tidur dan memproduksi anak di ruangan yang itu-itu juga.

Hebatnya Wasilah, dia sangat telaten mengurus anaknya. Saat bekerja, demi memastikan anaknya mendapat ASI eksklusif, Wasilah selalu membawa bayinya ke tempat kerja. Bila majikannya tidak setuju, biarlah Wasilah mencari tempat lain, tempat dia diizinkan membawa bayinya. Alhasil, Rini dan Yuli, juga sekarang Radit, selalu mendapat kasih sayang penuh Wasilah.

Anak-anak Wasilah usianya berjarak cukup jauh, minimal 5 tahun. Jadi saat Wasilah punya bayi lagi, bisa dipastikan anak sebelumnya sudah bisa mandiri. Karena Wasilah walaupun miskin, tidak mau membebani tetangga dengan titipan anak-anaknya.

Suami Wasilah dulunya tukang ketoprak. Bukan kesenian tapi makanan. Saat pernah diberi hadiah uang lumayan besar setelah mengantarkan seekor kucing persia tersesat pada pemiliknya, suami Wasilah sempat terobsesi pada kucing. Memburu kucing-kucing tersesat untuk dikembalikan pada pemiliknya.

Wasilah marah ketika itu. Bukannya mengoptimalkan dagangan ketoprak, yang ongkos bikin gerobaknya saja belum terlunasi, suaminya malah bekerja tak jelas, memburu kucing. Suaminya mengaku lelah berkeliling tanpa hasil kecuali sedikit. Lelah hidup miskin.

Berbekal koneksi ibu-ibu majelis taklim kompleks tempat Wasilah bekerja, suaminyapun diterima di sebuah rumah makan. Pun Wasilah beberapa bulan kemudian.

Wasilah kini lebih berdaya. Bekerja di rumah makan bersama suami, Wasilah bisa membeli rumah sendiri, walau kredit. Perjuangan Wasilah, berhasil mengangkat derajat keluarganya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun