“Kakak, mengapa kita pindah rumah lagi?” tanya sang adik.
“Kau ingat apa yang mereka lakukan pada Ayah dan Ibu?” yang ditanya malah balik bertanya.
“Kak, mengapa mereka menghancurkan rumah kita? Mengapa mereka membunuh Ayah? Mengapa mereka menangkap Ibu, Kak?” sang adik terus bertanya.
“Mereka telah dibutakan harta. Karena itulah mereka menghancurkan rumah-rumah kita, dengan maksud untuk menangkap dan menjual kita,” jelas sang kakak.
“Lalu mengapa kita tidak melawan Kak? Mengapa kita takut? Jumlah kita lebih banyak,” protes sang adik.
“Kau ini masih terlalu naïf. Bagaimana mungkin kita melawan mereka? Mereka punya bom! Mereka tak terkalahkan!” sergah sang kakak.
“Kakak, aku lelah selalu pindah. Aku lelah selalu bersembunyi. Aku akan melawan mereka!”
“Adik!! Jangan nekat!! Apa yang kau lakukan, Dik?! ADIIIIKKK!!!”
Teriakan sang kakak tidak digubris, sang adik pergi.
Belum jauh dia pergi, sebuah jaring besar telah menangkapnya bersama yang lain. Tak lama setelahnya, bom-bom diledakkan. Air bergolak, menyembur tinggi ke atas. Terumbu karang itu hancur berkeping.
(Flash Fiction dengan total 200 kata)
[caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="Terumbu karang yang semakin terancam punah"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H