Mohon tunggu...
AM Muhammad
AM Muhammad Mohon Tunggu... -

Entertainer wanna be | An Arsenal fans since 1996 | Unemployed but have employees http://www.alabn.com http://www.meongku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjadi Aktivis 'Bayaran'

20 Januari 2011   11:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:21 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Banyak yang mengatakan bahwa mahasiswa adalah agen perubahan, sebagian mengatakan bahwa pemudalah agen perubahan tersebut. Soekarno sang Bapak Proklamator negeri ini pernah mengatakan,

 

"Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia." (Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams)

Kata-kata yang kemudian terbukti ketika gerakan mahasiswa pada tahun 1966 akhirnya menghentikan era kepemimpinan sang Bapak Proklamator. Setelah itu sepertinya era kepemimpinan di negeri ini selalu silih berganti berdasar tekanan kuat gerakan mahasiswa. Bisa dikatakan bahwa hanya Megawati Soekarnoputri saja yang berhasil 'menghabiskan' masa jabatannya sebagai presiden RI.

 

Namun dahsyatnya kekuatan perubahan yang dimiliki mahasiswa semasa mereka menjadi aktivis, seakan menghilang sesaat setelah toga wisuda dikenakan ke tubuh mereka. Tuntutan nafkah, tekanan orang tua dan kemandirian finansial membuat banyak aktivis mahasiswa yang akhirnya merelakan idealismenya untuk memperbaiki negara dan bahkan dunia, menjadi cukup sebatas memperbaiki kemampuan makannya sehari-hari. Semangat egoisme tersebut bahkan berlanjut ketika mereka menjadi bagian dari pelaku perubahan. Saat terlibat dalam pemerintahan, gaji yang mereka terima seakan tak pernah dapat memenuhi tuntutan perutnya. Alih-alih memikirkan masyarakat yang semasa kuliah mereka perjuangkan, kebijakan yang dihasilkan justru lebih banyak menyengsarakan. Sejarah mencatat betapa banyak aktivis angkatan '66 yang terlibat dalam pemerintahan kemudian turut digulingkan oleh angkatan '98. Begitu pula angkatan '98 yang sekarang menjadi bagian pemerintahan pun banyak mendapat kritik dari aktivis mahasiswa dan masyarakat.

 

Mempertahankan semangat perubahan untuk memperbaiki bangsa dan negara ini ternyata memang tak mudah. Karena itulah kemudian cukup banyak mahasiswa yang semasa kuliahnya menjadi aktivis, setelah lulus mereka tetap mempertahankan 'gelar' aktivisnya dengan bergabung ke Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Dalam LSM para aktivis tersebut seperti ikan menemukan air, tetap dapat menjaga idealismenya sementara nafkah kehidupannya tercukupi, walau mungkin pas-pasan.

 

Selain LSM, saat ini penyaluran semangat idealisme para aktivis juga menemukan wadahnya di Lembaga Amil Zakat (LAZ). Fakta bahwa bangsa Indonesia secara sosio-kultural memiliki tradisi berderma yang tinggi serta dominannya faktor kewajiban agama sebagai alasan berderma (PIRAC, 2002) membuat LAZ tumbuh dan berkembang sebagai alternatif solusi bagi permasalahan bangsa dan negara ini. Selain itu faktor pendanaan LAZ yang tidak bergantung pada lembaga donor internasional (sumber dana LAZ adalah mayoritas dari masyarakat penderma), membuat program-program yang mereka gulirkan bisa memiliki dampak yang lebih panjang dibandingkan LSM.

 

1295518358778082408
1295518358778082408

Para peserta ZEDP

 

Salah satu LAZ yang menjadi tempat berlabuh para aktivis mahasiswa adalah Dompet Dhuafa (DD). DD bahkan membuat program rekrutmen rutin setiap tahunnya yang diberi nama Zakat Executive Development Program (ZEDP). Program tersebut merupakan hasil kerjasama DD dengan Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ), sebuah lembaga pelatihan dan penelitian yang memfokuskan kerjanya di bidang zakat serta pemberdayaan masyarakat miskin. Dalam ZEDP yang pada tahun ini diikuti oleh 40 orang, hasil seleksi dari 500-an mahasiswa berbagai kampus, para peserta ditekankan untuk tetap memelihara dan memupuk semangat idealismenya, karena mereka nantinya akan turun lapangan dan berhadapan langsung dengan masyarakat miskin. Lulusan ZEDP yang akan menyelesaikan pelatihannya pada 3 Maret 2011 nanti diharapkan dapat memiliki jiwa aktivis serta sikap kerja yang profesional, karena itu adalah bentuk pertanggungjawaban mereka terhadap gaji yang diterima dari donasi masyarakat. Uniknya, program yang mengadopsi konsep management trainee perbankan ini, tidak hanya menghasilkan SDM bagi DD saja, sebagian lulusannya juga disalurkan ke LAZ maupun BAZ (Badan Amil Zakat) lainnya.

 

12955185381621522038
12955185381621522038

Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa, Ahmad Juwaini membuka ZEDP

 

Dengan mengabdikan dirinya di LSM maupun LAZ, diharapkan jiwa dan semangat idealisme dalam diri para aktivis mahasiswa tersebut tidak hilang seiring dengan semakin jauhnya mereka dari dunia kampus. Terlebih mereka kini adalah aktivis 'bayaran' yang mendapatkan gaji dari masyarakat yang mereka bela dan perjuangkan, jadi seharusnya permasalahan nafkah dan finansial tidak lagi dapat mengganggu konsentrasi pengabdian mereka. Karena masyarakat penderma tentunya berharap agar komitmen pengabdian para aktivis 'bayaran' tersebut dapat menjadi bagian dari solusi, sehingga negeri ini dapat berubah menjadi lebih baik.

 

=> catatan: terimakasih kepada Mas Arif RH atas editannya

sumber tulisan: http://www.dompetdhuafa.org/ dan http://www.pirac.org/

sumber gambar: dokumen imz.or.id dan rakyatmerdeka.or.id          

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun