Pandemi COVID-19 di seluruh dunia mengalihkan perhatian masyarakat terkait kondisi psikososial yang menjadi konsekuensi masing-masing individu dan berkembangnya potensi masalah Kesehatan mental yang menyebabkan beban sosial yang berakibat dari kurangnya bersosialisasi dengan orang sekitar karena adanya peraturan pemerintah untuk adanya pembatasan sosial bahkan berisolasi mandiri di rumah masing-masing.Â
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghe breyesus, mengatakan bahwa pandemi COVID-19 berdampak besar terhadap Kesehatan mental jutaan orang. Tidak bisa menjalani pembelajaran tatap muka termasuk dalam isu penting yang rmenyebabkan masalah Kesehatan mental muncul dan rentan dialami oleh mahasiswa.Â
Terbukti melalui laporan yang berjudul "Psychological Impacts from COVID-19 Among University Students: Risk Factors Across Seven States in the United States" yang menyimpulkan bahwa selama adanya Pandemi COVID-19, Kerusakan Kesehatan mental mayoritas dialami oleh mahasiswa, seperti depresi, gangguan kecemasan, gangguan mood dan tertekan karena harus melakukan kegiatan di dalam rumah saja terutama kegiatan perkuliahan yang dilakukan secara daring sehingga harus menyesuaikan diri untuk mengurangi bersosialisasi dalam keadaan pandemi COVID-19.Â
Situasi ini mendorong banyaknya pembahasan dan keluhan mahasiswa mengenai Kesehatan mental sebagai permasalahan yang kurang diperhatikan.Â
Dalam lingkup sosial pada pandemi ini, seorang individu akan mengalami gangguan mental karena kurangnya berinteraksi sesama manusia terutama mahasiswa yang termasuk kedalam usia remaja yang seharusnya masa dimana pembentukan sikap dan mental yang matang untuk menajdi lebih dewasa dengan mengembangkan pikiran-pikiran yang kritis, kreatif, inovatif dan aktif. Selain itu mahasiswa dapat berinteraksi secara langsung dan menambah relasi lebih luas di lingkungan kampus maupun di luar kampus.
Berdasarkan pernyataan dari WHO (World Health Organization) bahwa kondisi kesehatan mental perlu dipertahankan pada masing-masing individu untuk dapat bisa terus mengembangkan potensi-potensi, mampu melawan dan mengatasi stress, dan bisa tetap bersosialisasi dan berinteraksi dengan baik dan produktif. Â
Sebagai mahasiswa yang berada di usia remaja pastinya memiliki keinginan untuk pergi bersama teman, mengerjakan tugas atau hanya bercengkrama dengan teman sekampus, tetapi dalam keadaan pandemi COVID-19 yang mengharuskan untuk berjaga jarak dan tidak keluar rumah terkecuali ada hal yang penting. Jika keluar rumah, pemerintah menghimbau untuk tetap menggunakan masker dan melakukan protokol Kesehatan.Â
Namun tidak semudah itu, ada beberapa orang tua yang khawatir akan anaknya apabila berpergian keluar di era pandemi ini, karena di kalangan remaja masih banyak yang tidak meaati protocol Kesehatan sehingga ditakutkan dapat merugikan masing-masing individu dan orang terdekatnya apabila terpapar.Â
Untuk mengatasi segala bentuk kerusakan mental, seseorang diharapkan bisa menceritakannya kepada orang terdekat dan terpercaya untuk bisa mendapatkan solusi dan saran atau bahkan hanya butuh teman bercerita, atau bisa datang ke psikolog terpercaya apabila membutuhkan pertolongan professional, karena memendam keresahan dan kesedihan sendiri itu tidak baik dan lebih bisa membuat kesehatan mental makin buruk.Â
Self care atau perawatan diri itu perlu diterapkan oleh mahasiswa di masa pandemic COVID-19 ini, bisa dengan memperbaiki jam tidur, tidur yang cukup dan terartur, berolahraga, menjaga pola makan, memperbanyak nutrisi, protein, vitamin, bersosialisasi secara virtual bersma teman atau keluarga jauh, atau bahkan melakukan kegiatan yang disukai masing-masing individu itu juga termasuk self care, selama kegiatan itu positif dan tidak merugikan diri sendiri. Dengan perawatan diri, kita bisa menjaga diri kita secara fisik, mental, dan emosional.
Â