Mohon tunggu...
Alya Zafira
Alya Zafira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Jenderal Soedirman

hobi menonton film

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Anti-Bullying di Kampus Sebagai Solusi atau Hanya Sebagai Slogan?

25 Desember 2024   16:02 Diperbarui: 25 Desember 2024   16:02 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Bullying Message with Elements (Sumber: Freepik)

Kehidupan kampus merupakan kehidupan yang penuh dengan edukasi dan kebebasan berekspresi, namun masih banyak dijumpai tindakan buruk di dalamnya. Menurut sebagian orang, tindakan ini sudah biasa terjadi dan wajar terabaikan. Ini adalah tindakan Bullying. Meskipun hanya delapan huruf saja, namun tindakan ini banyak menimbulkan hal fatal. Bullying bukanlah masalah sepele. Pelaku bisa melakukan tindakan dengan kekerasan fisik, hinaan verbal, hingga pengucilan sosial yang mendalam. Tak jarang, korban merasa terisolasi, kehilangan rasa percaya diri, bahkan mengalami penurunan prestasi akademik karena dampak psikologis yang ditimbulkan. Berbagai universitas di Indonesia, menyadari dampak buruk dari bullying, kini berlomba-lomba untuk memperkenalkan kebijakan anti-bullying dengan harapan menciptakan kampus yang lebih aman dan inklusif. Meskipun program-program tersebut terlihat ideal, apakah hal itu benar-benar efektif? ataukah pendidikan anti-bullying di lingkungan kampus hanya menjadi slogan kosong yang tidak mampu mengubah kenyataan?. Bullying di kampus merupakan masalah serius yang mempengaruhi kesejahteraan mental dan emosi mahasiswa. Data Kementerian Pendidikan, Riset, dan Teknologi menunjukkan bahwa sekitar 50% mahasiswa di Indonesia pernah mengalami bullying. Hal ini berdampak pada prestasi akademis, kehidupan sosial, serta kesehatan mental mahasiswa, seperti stres, kecemasan, penurunan prestasi akademis, depresi dan bahkan pikiran bunuh diri. Meskipun kebijakan anti-bullying telah diterbitkan dan beberapa kampus telah melaksanakan program pendidikan anti-bullying, efektivitas program tersebut masih dipertanyakan. Pertanyaan muncul apakah pendidikan anti-bullying di kampus hanya bersifat formalitas atau benar-benar berdampak pada perubahan perilaku dan lingkungan kampus. Oleh karena itu, diperlukan analisis mendalam untuk mengevaluasi efektivitas program tersebut dan memproposikan strategi perbaikan. Dalam tesis ini, akan dianalisis apakah kebijakan dan program anti-bullying yang diterapkan di universitas-universitas di Indonesia dapat memberikan dampak nyata dalam menciptakan lingkungan kampus yang lebih aman dan mendukung kesejahteraan psikologis mahasiswa, serta mengurangi prevalensi tindakan bullying yang terjadi.

Tindakan bullying merupakan tindakan yang bisa dilakukan secara individu maupun sekelompok orang. Tujuan dari pelaku melakukan tindakan bullying adalah untuk menyakiti korban dengan cara agresif sehingga memberikan dampak terhadap korban, bisa terkait kondisi fisik maupun psikisnya. Bullying merupakan salah satu kenakalan remaja, karena pada masa ini remaja memiliki sikap egosentrisme yang tinggi. Beberapa jenis tindakan bullying diantaranya fisik dan verbal, keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu melukai korban, sehingga korban memiliki rasa tidak nyaman dan rasa takut. Kasus bulying yang sering di jumpai di lingkungan kampus adalah kasus senioritas atau adanya intimidasi siswa-siswi yang lebih senior terhadap adik tingkatnya baik secara fisik maupun non-fisik. Bullying atau penindasan adalah kekerasan atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Saat ini, kasus bullying telah menjadi hal yang umum di negara kita. Bullying merujuk pada prilaku yang menggunakan kekuasaan untuk menyakiti seseorang. Tindakan ini menyebabkan korban merasa tertekan, tidak nyaman, mengalami trauma dan merasa tidak berdaya. 

Bullying ini memberikan dampak yang sangat buruk terutama bagi korban yang mengalaminya, baik dari segi sosial maupun psikologis,dampak ini tidak hanya terbatas pada perasaan sementara,tetapi dapat berlangsung lama dan mempengaruhi perasaan korbannya,seperti yang dijelaskan oleh Wiyani (2012), dampak lain yang dialami oleh korban bullying bahwa korban sering mengalami penurunan kesejahteraan psikologis, seperti rasa tidak nyaman, ketakutan, rendah diri, dan perasaan tidak berharga. Selain itu, mereka juga cenderung mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial, seperti enggan pergi ke kampus atau menarik diri dari pergaulan. Korban bullying juga sering menghadapi penurunan prestasi akademik karena kesulitan berkonsentrasi dalam belajar, bahkan ada kalanya mereka merasa tertekan hingga berkeinginan untuk mengakhiri hidupmya. Hal ini menunjukan bahwa tindakan bullying tidak hanay merusak kesehatan mental, tetapi juga menurnunkan prestasi dam potensi akademik dan sosial dari korban bullying. Oleh karena itu,penting untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman di kampus,agar mahasiswa dapat berkembang tanpa rasa takut dan tekanan emosional.

Pencegahan perundungan di kampus merupakan strategi penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman dan mendukung. Seperti di universitas X melaksanakan program penyuluhan yang melibatkan 75 mahasiswa dari berbagai program studi. Program ini bertujuan meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang definisi, dampak, penyebab, pencegahan dan penanganan perundungan. Hasil evaluasi menunjukkan peningkatan signifikan pemahaman mahasiswa, dari rata-rata awal yang rendah menjadi tinggi setelah pelatihan. Hal ini menunjukkan kesadaran mahasiswa terhadap bahaya perundungan meningkat secara signifikan. Penelitian menunjukkan bahwa program penyuluhan efektif meningkatkan kesadaran dan mengurangi kasus perundungan. Menurut Fatimah et al. (2023), Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Perundungan memainkan peran penting dengan membantu pimpinan perguruan tinggi menyusun pedoman pencegahan dan penanganan perundungan, mensosialisasikan hal-hal yang terkait, menerima laporan, dan memberikan pendampingan kepada korban. Satgas ini juga berperan sebagai pengawas dan evaluator program pencegahan. Kebijakan pencegahan mencakup sanksi administratif bagi pelaku perundungan dan layanan pemulihan untuk korban, seperti konseling, advokasi dan perlindungan hukum. Kampus juga menyediakan fasilitas pendukung seperti hotline dan pusat bantuan korban. Kebijakan ini bertujuan menciptakan lingkungan kampus yang aman dan nyaman. Keberhasilan program ini membutuhkan peran aktif semua pihak, terutama mahasiswa sebagai agen perubahan. Kerja sama dan kesadaran bersama sangat penting untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman, nyaman dan mendukung bagi semua. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi dan pemantauan terus-menerus untuk memastikan efektivitas program pencegahan perundungan dan meningkatkan kualitas hidup mahasiswa. Pencegahan perundungan di kampus memerlukan strategi komprehensif dan kerja sama semua pihak. Program penyuluhan, Satuan Tugas dan kebijakan pencegahan merupakan langkah-langkah penting untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman dan nyaman. Dengan kerja sama dan kesadaran bersama, kita dapat mengurangi kasus perundungan dan meningkatkan kualitas hidup mahasiswa. 

Mahasiswa memiliki peran penting dalam mengatasi masalah bullying di lingkungan kampus, sehingga pandangan mereka dapat menjadi pedoman untuk merancang pencegahan bullying yang efektif. Mahasiswa memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan dalam menciptakan lingkungan kampus yang bebas bullying. Terdapar peran-peran strategis yang bisa dilakukan mahasiswa. Pertama, komunikasi antarpribadi. Mahasiswa dapat memanfaatkan komunikasi interpersonal untuk memberikan dukungan kepada korban bullying serta mengedukasi teman sebaya tentang dampak negatif bullying. Sebagai individu yang lebih dekat secara emosional dengan teman-temannya, mahasiswa memiliki peluang untuk menyampaikan pesan anti-bullying dengan cara yang lebih personal dan efektif. Kedua, keterlibatan dalam organisasi kampus. Organisasi kampus, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) atau Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dapat dijadikan platform untuk merancang dan melaksanakan program-program anti-bullying. Kegiatan seperti seminar, workshop, atau kampanye digital dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran kolektif terhadap isu bullying. Ketiga, pemanfaatan media sosial. Mahasiswa dapat memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan pesan-pesan anti-bullying, misalnya kampanye kreatif seperti video pendek, infografis, atau cerita pengalaman korban bullying dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan menggerakkan banyak pihak untuk terlibat dalam upaya ini. Dalam meningkatkan efektivitas program, diperlukan strategi yang terencana. Pertama, pelatihan dan edukasi. Mahasiswa perlu dibekali dengan pemahaman yang mendalam tentang bullying, termasuk bentuk, dampak, dan cara mengatasinya. Pelatihan ini dapat diberikan melalui workshop atau pembinaan yang melibatkan ahli psikologi dan pendidik. Kedua, kolaborasi antarstakeholder. Program anti-bullying akan lebih efektif jika melibatkan berbagai pihak, seperti dosen, tenaga kependidikan, dan lembaga kemahasiswaan. Kolaborasi ini dapat menghasilkan kebijakan yang mendukung terciptanya lingkungan kampus yang aman dan inklusif. Ketiga, Evaluasi dan Pengembangan Program. Setiap program yang dilaksanakan perlu dievaluasi untuk mengetahui efektivitasnya. Berdasarkan hasil evaluasi, program dapat dikembangkan lebih lanjut agar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi mahasiswa. 

Meskipun terdapat kritik yang menyebutkan bahwa pendidikan anti-bullying di kampus hanya menjadi slogan tanpa dampak nyata, pandangan tersebut mengabaikan peran penting program ini sebagai langkah strategis untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan aman. Pendidikan anti-bullying tidak hanya bertujuan untuk menangani kasus bullying, tetapi juga untuk membangun kesadaran, mendorong perubahan budaya, dan menciptakan kebijakan yang lebih efektif. Kritik terhadap program ini sering kali didasarkan pada implementasi yang kurang optimal, bukan pada konsepnya. Program anti-bullying memang memerlukan waktu dan upaya berkelanjutan untuk mengubah budaya permisif yang telah mengakar di kampus. Resistensi dari sebagian mahasiswa dan tenaga pendidik seharusnya tidak menjadi alasan untuk menilai program ini gagal, melainkan tantangan yang harus diatasi melalui pendekatan edukasi yang lebih inklusif dan relevan. Selain itu, meskipun pengawasan dan penegakan aturan di beberapa kampus masih lemah, hal ini menunjukkan perlunya penguatan mekanisme pelaporan dan pemberian sanksi, bukan alasan untuk mengabaikan pentingnya pendidikan anti-bullying. Dalam konteks era digital, program ini juga mulai mengadaptasi isu-isu seperti cyberbullying, yang membuktikan bahwa program anti-bullying terus berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman. Dengan demikian, meskipun pendidikan anti-bullying di kampus memiliki tujuan yang mulia, implementasinya sering kali tidak efektif, sehingga menjadi sekadar slogan. Agar benar-benar menjadi solusi, program ini perlu dirancang secara mendalam, dengan fokus pada implementasi yang berkelanjutan, perubahan kultur kampus, dan pengawasan yang ketat.

REFERENSI

Wiyani, Novan A. 2012. Save Our Children From School Bullying. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 

Fatimah, S., Susanto, B., Saputro, B., Putra, H.K., & Murtiningsih, I. 2023. Pencegahan Tindak Perundungan di Lingkungan Kampus: Bersama Ciptakan Kehidupan Kampus yang Nyaman dan Aman. Sukoharjo: Educate: Journal of Community Service in Education.

Syahputri, E., Medy, P. A., Mahyani, A., & Br Surbaktii, F. 2024. Peran Mahasiswa di Sekolah SMA Negeri 8 Brandan dalam Memberikan Edukasi Tentang Tidak Menormalisasikan Bullying. Didaktik : Jurnal Ilmiah PGSD STKIP Subang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun