Pada Rabu, (6/12) waktu AS. Presiden Donald Trump telah memberikan pernyataan sepihak bahwa Yerusalem adalah ibukota Israel. Tidak hanya itu, presiden Donald Trump juga mengatakan dalam pidatonya bahwa ia akan memindahkan kedutaan besar Amerika Serikat di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Menurut Presiden Donald Trump rencananya ini dapat membantu menyelesaikan konflik antara Isreal dan Palestina.
Pernyataan dari Trump ini telah melanggar konensus internasional atas Yerusalem, dunia internasional selama ini menganggap Yerusalem adalah wilayah yang harusnya berada di bawah kewenangan internasional, dan diberikan status hukum dan politik yang terpisah (separated body). Sikap ini diambil PBB, dalam resolusi Majelis Umum PBB Nomor 181 tahun 1947. Resolusi ini juga memberikan mandat berdirinya negara Arab (Palestina) dan negara Yahudi (Israel) yang masing-masing berstatus merdeka.
Sikap Presiden Trump juga menuai banyak protes terutama dari Palestina dan negara mayoritas muslim seperti Indonesia, Malaysia, dan negara-negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam). Namun tidak hanya itu, negara-negara Eropa yang menjadi sekutu Amerika ikut mengecam keputusan sepihak Donald Trump. Karena telah memicu berbagai pertentangan pada akhirnya PBB melakukan resolusi penolakan terhadap pernyataan Presiden Donald Trump yang mendukung Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Dari 193 anggota, sembilan negara yang menolak resolusi tersebut adalah Israel, Honduras, Togo, AS, Palau, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Nauru, dan Guatemala. Sementara dua pertiga negara anggota PBB termasuk Jerman, Prancis, Italia, Belanda, Belgia, Portugal, Swiss, Swedia, Norwegia, Spanyol dan Yunani memilih untuk mendukung resolusi tersebut. Kali ini, berbeda dengan di Dewan Keamanan PBB, AS tidak memiliki hak veto di Majelis Umum. Hukum internasional juga memandang Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur sebagai "wilayah yang diduduki" dan menganggap semua permukiman Yahudi yang dibangun di wilayah tersebut ilegal.
Dengan menangnya suara dari berbagai negara untuk mendukung resolusi PBB, Presiden AS, Donald Trump, mengancam memutuskan bantuan keuangan kepada negara-negara yang mendukung resolusi PBB untuk menentang Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Hal ini juga ditegaskan oleh kedutaan besar AS, Nikki Haley, yaitu "Presiden akan mengamati pemungutan suara dengan hati-hati dan sudah meminta saya melaporkan tentang negara-negara yang menentang kami. Kami akan mencatat masing-masing semua suara dalam masalah ini."
Dalam kasus ini Indonesia memiliki peran yang penting dalam menyatukan suara untuk mendukung resolusi PBB. Salah satu organisasi yang bekerja sama dalam menyelesaikan isu ini dengan Indonesia adalah OKI. Â Organisasi Kerja Sama Islam atau yang biasa disebut OKI merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang kerja sama antara negara-negara dengan penduduk Islam terbanyak di dunia. Awal terbentuknya adalah karena keprihatinan negara-negara Islam atas berbagai masalah yang diahadapi umat Islam, khususnya setelah Zionis membakar bagian dari Masjid Suci Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969.
Indonesia dan OKI telah memberikan kontribusi yang besar untuk menyelesaikan permasalah yang menimpa Yerusalem. Salah satu di antaranya adalah dengan diadakannya KTT OKI ke-12. KTT tersebut telah menghasilkan "Cairo Final Communique". KTT ini memuat memuat isu politik, komunitas dan minoritas muslim di negara non-OKI, HAM, terorisme, pelucutan senjata, Islamophobia, voting di forum internasional, kemanusiaan, kerja sama ekonomi, sosial-budaya, iptek, pendidikan, kesehatan, lingkungan dan perubahan iklim, informasi, keuangan dan administrasi, dan keorganisasian OKI. Â
Selain itu, dimuat juga resolusi mengenai Palestina dan Al-Quds Al-Sharif sebagai hasil dari sesi khusus mengenai pemukiman di wilayah Palestina; memuat kecaman atas tindakan Israel terhadap Palestina dan imbauan kepada masyarakat internasional, termasuk kepada Dewan Keamanan (DK) PBB, untuk mengimplementasikan resolusi terkait isu Palestina; serta Deklarasi mengenai situasi di Mali yang antara lain memuat rencana pembentukan Special Fund yang sifatnya sukarela guna mendukung pembangunan ekonomi di Mali.
 Meskipun begitu, saat ini OKI belum memiliki suara yang bulat terhadap resolusi PBB. Dalam hal ini Indonesia memberikan dukungannya. Hal ini dapat dilihat dari pidato Presiden Jokowi yang ikut memberikan saran kepada negara-negara anggota OKI yang belum mendapatkan suara bulat untuk mendukung Palestina. Presiden Joko Widodo memberikan enam saran untuk penyelesaian masalah Yerusalem yang disampaikan pada KTT Luar Biasa OKI, Istanbul, Turki, Rabu (13/12/2017). Beliau menyatakan bahwa OKI harus memberikan penolakan tegas terhadap pengakuan sepihak AS tersebut. Menurut beliau Two state solution merupakan satu-satunya solusi dengan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Palestina.
Selain itu, Presiden Jokowi juga mengajak semua negara yang memiliki kedutaan besar di Tel Aviv untuk tidak mengikuti langkah Amerika Serikat memindahkannya ke Yerusalem. Jika OKI telah membulatkan suaranya untuk mendukung Palestina hal ini juga dapat menjadi motor untuk menggerakkan dukungan negara-negara yang belum mengakui kemerdekaan Palestina untuk segera melaksanakannya.
Presiden Jokowi menyerukan sejumlah negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel untuk meninjau kembali hubungan diplomatik tersebut. Menurut Jokowi, hal itu sesuai dengan sejumlah resolusi OKI sebelumnya. "Anggota OKI harus mengambil langkah bersama dalam hal meningkatkan bantuan kemanusiaan, peningkatan kapasitas, dan kerja sama ekonomi terhadap Palestina," ujar Jokowi.