Mohon tunggu...
Alya Salsabilla
Alya Salsabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Jakarta

Seorang Mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta dengan hobi membaca buku.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bunntut Negosiasi Konflik 3 Dekade antara Pemerintah RI dengan GAM

5 Juli 2023   04:59 Diperbarui: 5 Juli 2023   05:08 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: bbcnews.com Perwakilan kedua pihak antara RI dengan perwakilan GAM setelah menandatangani MoU Helsinki (15/08/2005).

GAM atau Gerakan Aceh Merdeka merupakan konflik yang berlangsung sejak tahun 1976 hingga tahun 2005 dan dipimpin oleh Hasan de Tiro. GAM merupakan organisasi Gerakan separatism yang memiliki tujuan untuk memisahkan diri dari NKRI, selain itu latar belakang terbentuknya GAM adalah perbedaan pendapat mengenai hukum Islam, adanya lonjakan populasi orang Jawa di Aceh, serta rakyat Aceh yang merasa pemerintah pusat berlaku tidak adil terhadap rakyat Aceh terutama dalam segi ekonomi yang mana pemerintah pusat mengeksploitasi SDA yang dimiliki Aceh tanpa membagi hasil yang proposional.

Upaya Pemerintah Indonesia Membawa Indonesia ke Jalan Perdamaian dengan GAM

Dalam menempuh perjalanan dalam mencapai kedamaian, pemerintah pusat telah melakukan berbagai pendekatan, contohnya saja pada tahun 1977 dimana GAM mendeklarasikan perang dengan Pusat namun akhirnya berhasil diredam oleh Pemerintah Pusat. Upaya kedua pada tahun 1989, GAM mengalami kebangkitan dengan memiliki anggota yang didukung oleh Libya dan Iran, sehingga Presiden Soeharto yang saat itu sedang memimpin harus meredam ancaman kebangkitan tersebut dengan Daerah Operasi Militer Khusus (DOM).

Namun dengan adanya operasi DOM, menyebabkan pertumpahan darah rakyat Aceh anggota GAM selama 10 tahun lamanya. Pemerintah menyadari bahwa untuk melawan Aceh melalui pendekatan militer merupakan upaya yang sia-sia, pasalnya Aceh dikenal sebagai daerah yang tidak dapat ditaklukan seutuhnya oleh Belanda maupun Jepang.

Setelah mundurnya Soeharto pada tahun 1998 karena disebabkan oleh kerusuhan yang menginginkan Soeharto lengser dari jabatannya. Kemudian, BJ Habibie memimpin Indonesia dan menengahi konflik GAM dengan menarik mundur pasukan militer khusus DOM dari daerah Aceh dan meminta maaf kepada rakyat Aceh atas nama pemerintah Indonesia.

Pada era reformasi inilah pemerintah menggunakan pendekatan verbal dalam rangka mencapai kedamaian dengan GAM. Pihak pemerintah NKRI dan GAM memutuskan untuk menunjuk pihak ketiga dalam upyaa menyelesaian konflik ini.

Dilansir dari tribun setelah naiknya Gus Dur menduduki jabatan Presiden RI, kekerasan dan pemberontakan GAM semakin melonjak dan didukung dengan adanya aktivitas penyelundupan senjata skala besar dari Thailand yang dilakukan oleh GAM. Pemerintah Indonesia kembali mengalami kegagalan dalam upaya pendekatan verbal dengan GAM untuk melakukan kesepakatan perdamaian.

Tsunami Aceh Membuka Jalur Perdamaian GAM dan RI

Terjadinya tragedi tsunami Aceh tahun 2004 yang dicatat sejarah sebagai salah satu peristiwa bencana alam terdahsyat dan terparah, kerusakan serta kerugian yang dialami memakan sekitar 200.000 korban jiwa. Tragedi ini menjadi trigger pada konflik 3 dekade antara Republik Indonesia dengan GAM, pasalnya, kurang lebih 200.000 jiwa menjadi korban dalam peristiwa ini, sehingga mau tidak mau peristiwa memilukan ini harus segera diakhiri.

Konflik yang tak kunjung usai hingga pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono bersama dengan wakilnya Jusuf Kalla membuat Wapres RI ini menginisiasi Gerakan perdamaian dengan GAM. Jusuf Kalla melihat bencana ini sebagai peluang agar Indonesia dapat berdamai dengan GAM, maka dari itu, beliau mengutus Hamid Awaludin yang pada saat itu sedang menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM sebagai pihak negosiator yang mewakili perundingan Indonesia dengan GAM di Helsinki.

Pada tanggal 27-29 Januari 2005, Hamid bersama dengan tim negosiator nya melakukan perundingan pertama dengan pihak GAM yang diwakili oleh Perdana Menteri Malik Mahmud. Perundingan ini melibatkan fasilitator dan mediator yang dipilihi oleh kedua belah pihak, Crisis Management Initiative yang diwakili oleh Martti Ahtisaari selaku presiden CMI.

Dengan adanya pengawasan dari CMI, pemerintah Indonesia mengusulkan perluasan otonomi dan GAM menyerahkan tuntutan untuk melakukan separatisme, lalu Indonesia diminta untuk tidak menangkap kombatan atau anggota GAM saat perundingan sedang berjalan. Selain itu, pengaruh dari tsunami yang terjadi di Aceh pada Desember 2004 menjadi pukulan telak bagi kedua belah pihak yang mana menjadi pemicu untuk melakukan perundingan perdamaian di Helinski

Rundingan ini terjadi sebanyak lima putaran dialog yang mana diantaranya terjadi dari bulan Januari hingga bulan Agustus 2005. Perundingan ini diakhiri dengan sesi penandatanganan MoU Helsinki oleh pemerintah Indonesia dengan GAM pada 15 Agustus 2005 di Helinski, Finlandia dan disaksikan melalui siaran langsung layer besar oleh masyarakat Aceh.

Trik Jusuf Kalla Untuk Hamid 

Dikutip dari buku "Ombak Perdamaian: Inisiatif dan Peran JK Mendamaikan Aceh" oleh Fenty Effendy (2015) inilah cara Jusuf Kalla memenangkan negosiasi dengan GAM

  • Mempelajari sejarah Aceh dan kepribadian orang Aceh termasuk membaca pola pikir Hasan de Tiro melalui buku yang ditulisnya. Dan mempelajari background dan tujuan dari adanya pemberontakan ini.
  • Memperhatikan dan tidak menyepelekan detail sekecil apapun itu. Beliau memberi tahu Hamid untuk tidak abai dengan hal kecil, sekecil nama, inisial, hobi, dll.
  • Beliau juga memberi trik kepada Hamid Awaludin selaku ketua tim negosiator perwakilan pemerintah Indonesia untuk menaklukan lawan bicara adalah dengan menatap matanya. Selain itu, JK juga memerintahkan Hamid untuk memperhatikan ekspresi wajah dan komunikasi nonverbal lainnya seperti menggunakan setelan jas warna gelap dengan dasi terang agar perhatian lawan tertuju kepadanya.

Komunikasi merupakan hal yang penting dalam menyelesaikan konflik, terlebih lagi konflik antara RI dengan GAM merupakan konflik berkepanjangan selama 3 Dekade. Komunikasi nonverbal dalam melakukan taktik negosiasi sangat diperlukan, hal sekecil gestur tubuh, ekspresi wajah, bahkan dari warna pakaian juga dapat mempengaruhi hasil dari negosiasi.

Negosiasi perdamaian yang telah berhasil dilakukan oleh Pemerintah RI dengan GAM merupakan jalan terbaik dibandingkan dengan menggunakan pendekatan militer sebagai upaya menuju perdamaian, karena komunikasi yang baik dapat dibangun sejak awal perselisihan. Praktik negosiasi yang disepakati ini berjalan efektif karena kedua belah pihak sama-sama menggunakan mediator yang dapat mereka percaya, sehingga terjadinya kesepakatan menimbulkan kesejahteraan terutama pada rakyat Aceh hingga saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun