Pada tanggal 27-29 Januari 2005, Hamid bersama dengan tim negosiator nya melakukan perundingan pertama dengan pihak GAM yang diwakili oleh Perdana Menteri Malik Mahmud. Perundingan ini melibatkan fasilitator dan mediator yang dipilihi oleh kedua belah pihak, Crisis Management Initiative yang diwakili oleh Martti Ahtisaari selaku presiden CMI.
Dengan adanya pengawasan dari CMI, pemerintah Indonesia mengusulkan perluasan otonomi dan GAM menyerahkan tuntutan untuk melakukan separatisme, lalu Indonesia diminta untuk tidak menangkap kombatan atau anggota GAM saat perundingan sedang berjalan. Selain itu, pengaruh dari tsunami yang terjadi di Aceh pada Desember 2004 menjadi pukulan telak bagi kedua belah pihak yang mana menjadi pemicu untuk melakukan perundingan perdamaian di Helinski
Rundingan ini terjadi sebanyak lima putaran dialog yang mana diantaranya terjadi dari bulan Januari hingga bulan Agustus 2005. Perundingan ini diakhiri dengan sesi penandatanganan MoU Helsinki oleh pemerintah Indonesia dengan GAM pada 15 Agustus 2005 di Helinski, Finlandia dan disaksikan melalui siaran langsung layer besar oleh masyarakat Aceh.
Trik Jusuf Kalla Untuk HamidÂ
Dikutip dari buku "Ombak Perdamaian: Inisiatif dan Peran JK Mendamaikan Aceh" oleh Fenty Effendy (2015) inilah cara Jusuf Kalla memenangkan negosiasi dengan GAM
- Mempelajari sejarah Aceh dan kepribadian orang Aceh termasuk membaca pola pikir Hasan de Tiro melalui buku yang ditulisnya. Dan mempelajari background dan tujuan dari adanya pemberontakan ini.
- Memperhatikan dan tidak menyepelekan detail sekecil apapun itu. Beliau memberi tahu Hamid untuk tidak abai dengan hal kecil, sekecil nama, inisial, hobi, dll.
- Beliau juga memberi trik kepada Hamid Awaludin selaku ketua tim negosiator perwakilan pemerintah Indonesia untuk menaklukan lawan bicara adalah dengan menatap matanya. Selain itu, JK juga memerintahkan Hamid untuk memperhatikan ekspresi wajah dan komunikasi nonverbal lainnya seperti menggunakan setelan jas warna gelap dengan dasi terang agar perhatian lawan tertuju kepadanya.
Komunikasi merupakan hal yang penting dalam menyelesaikan konflik, terlebih lagi konflik antara RI dengan GAM merupakan konflik berkepanjangan selama 3 Dekade. Komunikasi nonverbal dalam melakukan taktik negosiasi sangat diperlukan, hal sekecil gestur tubuh, ekspresi wajah, bahkan dari warna pakaian juga dapat mempengaruhi hasil dari negosiasi.
Negosiasi perdamaian yang telah berhasil dilakukan oleh Pemerintah RI dengan GAM merupakan jalan terbaik dibandingkan dengan menggunakan pendekatan militer sebagai upaya menuju perdamaian, karena komunikasi yang baik dapat dibangun sejak awal perselisihan. Praktik negosiasi yang disepakati ini berjalan efektif karena kedua belah pihak sama-sama menggunakan mediator yang dapat mereka percaya, sehingga terjadinya kesepakatan menimbulkan kesejahteraan terutama pada rakyat Aceh hingga saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H