Mohon tunggu...
Alya Riskina A.M
Alya Riskina A.M Mohon Tunggu... Penulis - Hiduplah sebagaimana hidup

*I do what i like, I like what i learn, so that I do what I learn, InsyaAllah. *I was active girl at last second. Wkwkwk.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kegalatan Prespektif Cinta

28 Januari 2020   18:26 Diperbarui: 28 Januari 2020   18:22 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aturan cosinus mengajarkan tentang penyatuan rasa seperti sinx + cosx = 1, jika kamu sinx maka dia cosx. Akan tetapi angka 1 dalam hasil penjumlahan keduanya memiliki banyak sifat, salah satunya sifat pecahan yang tersirat dalam angka tersebut. Misalkan a/b adalah pecahan dari 1, dimana a,b merupakan bilangan bulat positif, sehingga a harus sama dengan b, atau sebaliknya. Variabel a,b dapat dimisalkan dengan berbagai angka, 2 misalnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa a/b = 2/2 = 1.

Dalam hal ini, jika kita integrasikan terhadap dua konteks yang berkaitan dengan remaja muslim/muslimah, misalkan menikah dan menuntut ilmu. Maka dua insan yang saling bersatu dalam sinx + cosy = 1, dapat pula memikul dua beban bersamaan, tholabul ilmy sembari menikah misalnya. Nah prespektif inilah yang dianut oleh beberapa masyarakat didesa Pringgodani, kec Bantur. 

Terdapat beberapa lapisan masyarakat yang menanamkan pemikiran bahwa urusan menikah muda, tidak akan mengganggu belajar. Bahkan pasangan suami istri bisa saja menikah , lalu sama-sama berjuang menuntut ilmu di lapisan bumi yang berbeda, entah mondok atau sebagainya.

Cuitan yang menarik dari seorang warga, bahwa ternyata didesa tersebut pernah ada seorang istri izin mondok menghatamkan hafalan quran, maka suami tersebut mengizinkan dan ikhlas menunggu sampai sang istri kembali dari pesantren. Perkara ini mengandung unsur ketersalingan berumah tangga yang sangat tinggi. Dan hal ini yang coba kami telaah kembali apakah memang benar bahwa belajar sembari menikah di usia muda itu lumrah.

Pada kesempatan sosialisasi pendidikan di salah satu dusun, kami mencoba berunding dengan kepala sekolah, lalu beliau memberi pesan  kepada pemateri sosialisasi "agar memperkuat mindset urgensi pendidikan dan kalau bisa merubah pola pikir menikah muda". Sejujurnya permasalahan ini cukup mengejutkan, dan berdasarkan riset operasi dalam matematika, cinta adalah salah satu masalah yang bisa dijadikan program linier yang variable x nya, terdiri dari x ialah rindu, x ialah kebutuhan, dan x ialah harapan.

Mungkin jika cinta dapat dibulatkan, seorang matematikawan dapat dengan mudah menghitung optimasi dengan aplikasi LINDO, QSB+ dan TORA. Akan tetapi ini masalah sosial, sehingga perlu putar otak dalam menyampaikan kata yang membangun dan baik untuk didengar.

Akhirnya, yang kami tekankan adalah, menikah itu hukumnya sunnah dan menuntut ilmu hukumnya wajib. Sehingga kita dapat melakukan hal wajib terlebih dahulu, sebagai bekal untuk melakukan sunnah. Prespektif gender pun perlu kami utarakan, bahwa menurut riset 80% kecerdasan anak dipengaruhi oleh kecerdasan ibu, sehingga alangkah lebih baik jika seorang wanita pun memiliki ilmu yang luas, agar dapat menjadi madrasah pertama dan terbaik untuk anaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun