Mohon tunggu...
Alya Rekha
Alya Rekha Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

Penikmat kata yang bermetafora jadi penyaji kata dan berjuang merangkai kata hingga menjadi tangkai-tangkai yang menghasilkan bingkai kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Maulid, Bidah?

2 November 2019   21:29 Diperbarui: 2 November 2019   21:36 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://unsplash.com/photos/UtByU3uhBVM/@weaklifter

Bulan Rabiul Awwal sudah tiba. Pada bulan ini sangatlah istimewa dikarenakan lahirnya seorang yang paling sempurna, sosok yang sangat teladan, Rasul tercinta kita yaitu Nabi Muhammad Saw. 

Beliau lahir pada hari Senin malam, tanggal 12 Rabiul Awwal pada tahun gajah. Mengetahui dan mengingat sirahnya adalah sebuah kewajiban bagi seluruh muslim. Siapa yang enggan mengenal dan mencontoh suri teladan manusia yang terbaik di dunia ini dan juga sangat berjasa bagi seluruh umat manusia di bumi ini. 

Maka tak dapat dipungkiri, seiring perkembangan zaman semakin banyak orang yang mentradisikan berbagai macam kegiatan pada tanggal kelahiran Nabi Muhammad Saw. 

Tapi, sebagian orang juga ada yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw. tidak pernah merayakan hari kelahirannya. Lalu bid'ah atau tidakkah jika kita merayakan hari lahir Nabi? 

Namun, sebelum itu ada beberapa hal yang harus diluruskan di sini. Sebelum kita memutuskan suatu hukum, boleh atau tidaknya suatu kegiatan, kita harus bisa memahami dulu arti yang sebenarnya dari kegiatan itu. 

Dalam kasus ini kita akan bahas tentang kegiatan maulid yang umum di masyarakat Indonesia. Kegiatan inilah yang menuai pro-kontra tentang boleh atau tidaknya dilaksanakan kegiatan tersebut. 

Pertama, kita harus pahami dulu apa itu maulid? Ketika kita sudah memahami arti maulid barulah kita bisa menilai mana yang benar dan salah. 

Kata maulid berasal dari kata bahasa Arab yang artinya waktu kelahiran. Lalu turunannya lagi kata maulud berarti bayi yang lahir. 

Jika kata maulid ini disematkan dengan  kalimat Nabi Muhammad Saw. maka artinya menjadi waktu kelahiran Nabi, sedangkan, jika kata maulud disematkan dengan kalimat Nabi Muhammad Saw. maka diartikan menjadi Nabinya yang lahir. 

Ditinjau dari pengertian di atas, jika kita menghukumi maulid Nabi bid'ah atau maulud Nabi bid'ah itu sangatlah tidak masuk akal. Kenapa? Mana bisa kata itu kita hukumi bid'ah. Tidak bisa. 

https://unsplash.com/photos/UtByU3uhBVM/@weaklifter
https://unsplash.com/photos/UtByU3uhBVM/@weaklifter

Misal, hukum gelas apa?  Halal atau haram? Tidak bisa kan? Mana ada gelas haram atau gelas halal? Sama halnya dengan kata maulid mana ada maulid Nabi bid'ah atau tidak?

Hukum dapat diberlakukan pada suatu perbuatan. Dari contoh tadi, gelas tidak bisa dihukumi, tapi ketika gelas itu dibuat untuk meminum minuman yang bertentangan dengan Qur'an dan Sunnah seperti, khamr, maka haram hukum meminumnya. 

Jadi jika hal ini diterapkan pada kasus maulid Nabi Muhammad Saw. maka tidak bisa kita hukumi bid'ah atau tidak. Namun, jika kita sebut perbuatannya, contoh memperingati maulid Nabi Muhammad Saw, baru bisa kita hukumi bid'ah atau tidak. 

Dan, untuk mengetahui maulid Nabi itu bid'ah atau tidak kita haruslah terlebih dahulu memahami arti dari kata bid'ah. Tidak sedikit orang yang kurang tepat memahami kata bid'ah. Misalnya seperti mengartikan bid'ah sebagai sesuatu yang tidak dicontohkan oleh Nabi. Bahkan berpendapat bid'ah adalah sesuatu yang tidak ada di zaman Nabi. 

Padahal jika memang benar bid'ah memiliki arti seperti itu, maka, diri kita pun dari ujung kepala hingga kaki patut disebut bid'ah! Karena kita baru hidup di zaman sekarang, kita belum hidup pada zaman Nabi. Bahkan mushaf pun bisa disebut bid'ah. Correct? Hal inilah yang dirasa kurang tepat dalam pengartian kata bid'ah. Padahal, gelar bid'ah bisa disematkan jika suatu kegiatan itu bertentangan dengan Qur'an dan Sunnah. 

Setelah paham arti kata bid'ah, tidak bisa lagi kita asal sebut bahwa maulid Nabi itu bid'ah. Kalau dalam momentum itu menghadirkan pengenalan terhadap Nabi, mengajarkan syariat-syariat Nabi, kegiatan ini tidaklah disebut bid'ah. Kenapa?  Karena kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan Qur'an dan Sunnah. 

Maulid bisa dikatakan bid'ah jikalau terdapat kegiatan seperti menghadirkan hal-hal yang bertentangan dengan Qur'an dan Sunnah. Contoh, mengajarkan bahwa Nabi bergabung pada kegiatan maulid itu, atau bahkan mengada-ada anggaran untuk acara peringatan maulid Nabi itu.

Nah, terakhir apa sih yang teman-teman ingin lakukan ketika kelak bertemu Rasulullah Saw?  Share jawabanmu di kolom komentar di bawah ini ya! 

Source: 

1. Al-Buthy, Said Ramdhan. 2009. The Great Episodes of Muhammad Saw. Damaskus: Darul Fikr 

2. https://youtu.be/MDuYtYWOnh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun