Mohon tunggu...
Alya Regita Pramesti
Alya Regita Pramesti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Hobi membicarakan fenomena sosial dan politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kereta Api, Solusi Mengatasi Kemacetan Akibat Batu Bara di Jambi

30 Juni 2024   15:55 Diperbarui: 30 Juni 2024   16:36 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan januari 2024 lalu, Gubernur Jambi yakni Al Haris telah mengeluarkan peraturan mengenai larangan truk batu bara melintas di jalan raya Nasional di Jambi. Melalui instruksi Gubernur Jambi nomor 1/INGUB/DISHUB/2024 tentang peraturan lalu lintas. Peraturan tersebut disambut baik oleh para masyarakat Jambi yang kian resah karena keberadaan banyaknya kendaraan truk batu bara yang berlalu lalang di jalan raya. Pasalnya, kendaraan truk batu baru tersebut dinilai sebagai pelaku atas kemacetan yang ada di Jambi.  Tak jarang pula  banyak para  pengendara motor yang takut berkendara di jalan raya tatkala truk yang besar panjang dan banyak itu menghiasi jalanan di Jambi. Namun apakah keputusan sang Gubernur tersebut telah tepat? Faktanya adalah, Jambi menjadi salah satu pemasok batu bara terbesar di Indonesia. Banyak tambang batu bara yang tersebar di Jambi. 

Jambi memiliki cadangan batubara 2,134 miliar ton dari total cadangan batu bara Indonesia saat ini mencapai 38,8 miliar ton (kompas.com). Hingga tahun 2019, hasil produksi batu bara Provinsi Jambi sepanjang tahun 2019 sebanyak 10,2 juta ton. Dengan jumlah yang sumber daya alam yang melimpah, akan meningkatkan sumber pendapatan per kapita daerah tersebut. Dan juga akan menyerap banyak tenaga kerja bahkan investor asing pun akan berbondong-bondong untuk menaruh modal dan sahamnya di sektor pertambangan Sumatera khususnya Provinsi Jambi. Namun hal ini harus senada dan selaras dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang tertera dalam pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar  untuk kemakmuran rakyat.

 Apakah yang terjadi di Provinsi Jambi sudah sesuai dengan Undang -- Undang Pasal 33 ayat 3? Nyatanya pembangunan infrastruktur di provinsi Jambi belum terlihat kian masif, kemacetan sering terjadi di beberapa ruas tertentu tetapi pihak pemerintah provinsi dan dinas pekerjaan umum seakan enggan untuk membuat fly over ataupun underpass. Bahkan ruas jalan tol pun masyarakat Jambi harus sabar menunggu, karena pembangunan jalan tol baru terealisasi di bulan Mei 2024 dan akan selesai siap digunakan di tahun 2025. Pembangunan  itu pun masih di petak tol Betung -- Tempino Jambi. Lantas kemana hasil sumber daya alam yang kian melimpah tersebut? Nampaknya harus melihat masyakarat Papua yang jauh terbelakang namun memiliki gunung emas di dalamnya.iliki gunung emas di dalamnya.

Atas dasar itulah Pemerintah Provinsi Jambi melarang penggunaan ruas jalan raya untuk dijadikan truk batu bara melintas, dan mengalihkannya lewat sungai agar membuka lapangan pekerjaanbaru di daerah pesisir sungai. Namun apakah semudah itu untuk mengalihkan transportasi jalan raya ke sungai? Sepertinya tidak, karena sungai memiliki keterbatasan dari hulu ke hilir, dimana aliran sungai terbatas dalam beberapa petak saja, tidak sampai dari ujung kota ke ujung kota lainnya. Untuk menjangkau ke arah sungai pun tidak dekat dan mudah, harus dibangun akses khusus untuk bongkar muat kapal batu bara di area sungai, dimana sungai tidak seluas laut. Maka untuk pembangunan pelabuhan kecil itu pun juga memerlukan biaya. Lantas apakah dari pihak perusahaan maupun investor bersedia akan hal itu? Tentu akan menyebabkan para investor asing tersebut berpikir dua kali tatkala hendak memperpanjang kerja samanya di bidang pertambangan di Jambi. 

Nampaknya kebijakan larangan  truk batu bara untuk melintas di jalan raya ini bagaikan pedang bermata dua, dimana satu sisi menguntungkan para masyarakat karena terbebas dari para truk batu bara yang memenuhi jalanan kota, namun juga dapat merugikan pihak perusahaan dan investor itu sendiri, yang mana komoditas batu bara sendiri adalah pendapatan terbesar bagi pemerintah daerah dan juga bagi negara.


Tentu dalam kasus ini negara harus hadir dalam rangka memberikan solusi yang konkrit bagi kedua belah pihak, dimana tidak merugikan pihak perusahaan tambang dan juga tidak mengganggu jalan raya. Berkaca dengan daerah lain di sumatera yang memiliki lalu lintas batu bara yang sama padatnya tetapi tidak mengganggu jalan raya, daerah tersebut adalah Lampung dan Palembang. Kenapa daerah tersebut memiliki produksi batu bara yang sama banyaknya tetapi tidak mengganggu jalan raya? Karena mereka mengangkut hasil tambang menggunakan sarana kereta api yang lebih praktis, lebih cepat, dan tidak mengganggu pengguna  jalan raya tentunya.

Bing Ai Image
Bing Ai Image

 Kereta api menjadi moda transportasi solutif bagi permasalahan lalu lintas yang pelik seperti di Jambi. Contohnya adalah Kereta Api Babaranjang yang memiliki kapasitas angkut hingga 3000 ton dalam sekali jalan serta memiliki total 60 gerbong yang ditarik double traksi atau ditarik dua lokomotif sekaligus. Moda transportasi kereta api memiliki jalurnya sendiri, dimana kereta api berjalan tanpa menggangggu jalan raya layaknya sebuah truk. Jika dibandingkan dengan sebuah truk, satu truk hanya mampu mengangkut maksimal 20 ton dalam sekali jalan. Maka diperlukan 150 unit truk jika hendak menyamai kapasitas angkut Kereta Api Babaranjang. Secara langsung, dengan menggunakan Kereta Api Babaranjang dapat menghemat 150 unit truk yang keluar merayap di jalan raya.

 Tetapi faktanya, sarana dan prasarana Perkereta apian di sumatera belum sepenuhnya terintegrasi dengan lengkap. Hingga saat ini Sumatera hanya memiliki 4 Divre (Divisi regional) yang telah aktif, yakni Divre 1 (Medan), Divre 2 (Padang), Divre 3 (Palembang), Divre 4 (Tanjungkarang Lampung). Jika dibandingkan di pulau Jawa yang memiliki total 9 Daop (Daerah Operasi) yang membentang dan terhubung mulai dari Daop 1 (Jakarta), Daop 2 (Bandung), Daop 3 (Cirebon), Daop 4 (Semarang), Daop 5 (Purwokerto), Daop 6 (Yogyakarta), Daop 7 (Madiun), Daop 8 (Surabaya), hingga Daop 9 Ketapang Banyuwangi. Tentu hal ini menjadi suatu ketimpang yang nyata, dimana sarana dan prasarana dari KAI (kereta Api Indonesia) belum dengan rata terbangun.

Kesimpulan terakhir mengenai solusi konkrit truk batu bara Jambi adalah, pemerintah harus berani investasi untuk pembangunan sarana dan prasarana kereta api di daerah yang belum ada kereta apinya, mengingat transportasi adalah jantungnya dari perputaran perekonomian suatu wilayah dan transportasi paling solutif adalah kereta api. Jika boleh mengutip salah satu ramalan dari Raja Jayabaya mengenai pertanda majunya sebuah negara atau peradaban "Yen Negoro wis kalungan wesi" maksudnya jika Sebuah Negara berkalung besi/rel kereta api, maka dipastikan Negara tersebut telah maju. Maka untuk pemerintah pusat, daripada anggarannya digunakan untuk pembangunan yang akan mangkrak dan menjadi candi, alangkah baiknya dana APBN di alokasikan untuk pembangungan sarana Kereta Api.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun