Akhir-akhir ini, permasalahan kekerasan seksual yang belum terselesaikan di golongan universitas makin menjadi. Perihal ini menarik keprihatinan Mas Menteri, Nadiem Makarim. Sampai terbitlah Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 30 Tahun 2021 (Permendikbud Ristek nomor 30 tahun 2021) tentang Pencegahan serta Penanganan Kekerasan Seksual atau PPKS.
Hal ini menarik beragam respon dari masyarakat. Banyak yang mendukung, namun karena dianggap legalisasi zina, ada yang meminta Nadiem Makarim, untuk segera meniadakan peraturan tersebut. Beberapa pasal tentang undang-undang tersebut menuai pro dan kontra, mulai dari akademisi dan politisi hingga pakar hukum pun angkat bicara.
Persatuan Perempuan Indonesia menyayangkan adanya penentangan terhadap Permendikbud Ristek No. 30 tahun 2021, dikarenakan peraturannya dianggap di perguruan tinggi sekedar mengatur mengenai penanganan kekerasan seksual, bukan melegalkan perzinaan. Sedangkan menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), frasa “tanpa persetujuan korban” diyakini bertentangan dengan nilai-nilai syariat Pancasila, UUD 1945, UU, dan nilai budaya negara Indonesia.
Dengan banyaknya pro dan kontra tersebut, KEMENDIKBUD RISTEK menanggapi bahwa anggapan Permendikbud, Ristek 30/2021 melegalkan zina merupakan kesalahpahaman persepsi. Karena maksud dari RUU ini yaitu untuk menjamin atas hak-hak dari warga negara mengenai pendidikan harus dihormati dengan mencegah dan mengendalikan kekerasan seksual di perguruan tinggi. Rancangan undang-undang ini merupakan langkah awal untuk menjawab keprihatinan mahasiswa/i, pendidik, pengelola universitas dan warga umum terkait jumlah kasus kekerasan seksual di kampus meningkat.
Kontroversi ini dapat menjadi lecutan bagi DPR RI agar segera mengesahkan RUU PKS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H