Mohon tunggu...
Alyani Maulida
Alyani Maulida Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Masih sekolah, ingin belajar menulis...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merinding di Museum Tsunami

20 Oktober 2013   21:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:15 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13822805022057434449

[caption id="attachment_296051" align="aligncenter" width="640" caption="Kolam yang airnya lagi kering di lantai dasar Museum Tsunami Aceh (Sumber foto: Alyani)"][/caption]

Museum Tsunami, sebuah bangunan megah di Selatan Lapangan Blang Padang, Banda Aceh. Bentuk Museum itu sangat indah, seperti kapal di tengah kota. Museum itu menyimpan berbagai koleksi foto tentang tsunami dahsyat 26 Desember 2004.  Koleksi foto ditambah sejumlah lukisan membuat orang yang melihatnya merinding. Kabarnya, bangunan itu dapat berfungsi sebagai tempat menyelamatkan diri  jika terjadi tsunami di masa mendatang.

Merinding, itulah daya tarik Museum Tsunami. Melihat koleksi museum serasa berada dalam peristiwa itu. Tata bangunan dan tata letak koleksi foto dan lukisan didalam museum itu penyebabnya. Pantas berada didalam museum seperti berada di saat tsunami sedang terjadi. Penuh misteri. Nuansa itu mungkin yang menarik wisatawan domestik dan  wisatawan luar negeri mampir ke Museum Tsunami.

Ketika libur kuliah, aku sering mampir ke museum itu. Bukan ingin melihat koleksi museum, tapi sekedar mencari tempat berangin-angin. Dua kali aku masuk dalam museum, kedua kalinya aku merinding. Aku jadi takut, terbayang peristiwa tsunami yang sangat mengerikan itu. Karena itu, aku lebih suka menikmati lantai dasar museum sambil membaca.

Lantai dasar museum itu cukup luas. Disana terdapat kolam yang dikelilingi batu bulat bertuliskan nama sejumlah negara yang membantu rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh. Diatas batu bulat itu sering digunakan orang untuk menikmati angin pantai yang berhembus melalui Kerkoff. Adem dan teduh ditengah udara kota Banda Aceh yang panas.

Diantara hembusan angin dari arah Kerkoff, kuhabiskan lembar demi lembar novel  karya Andrea Hirata. Begitu adem, rasanya semua yang ditulis Andrea Hirata dapat kucerna. Bisa tidak cukup buku untuk dibaca nih. Kalaulah museum itu menyediakan tempat menyewa novel atau komik, mungkin waktuku habis disana bersama buku-buku itu.

Banyak taman kota di Banda Aceh, tetapi kurang cocok untuk membaca. Selain berada ditempat terbuka yang panas, kalau hujan susah mencari tempat berteduh. Aku menyimpulkan, tempat paling nyaman untuk membaca jika sedang berada di Banda Aceh adalah Museum Tsunami Aceh dan Masjid Raya Baiturrahman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun