Tidak terasa kita sudah mencapai akhir bulan Ramadan. Tinggal menghitung waktu untuk tiba di hari raya Idul Fitri. Hari di mana semua umat muslim berkumpul untuk sholat Idul Fitri dan bersilaturahmi. Sebelum merayakannya, para pengusaha kue kering dan Ibu Rumah Tangga (IRT) sudah memenuhi setiap kios bahan kue untuk membuat kue kering favorit sebagai kudapan di hari raya Idul Fitri. Apalagi kalau bukan kastengel, putri salju, nastar, sagu keju dan lidah kucing. Namun, siapa sangka bahwa dahulu kastengel dijadikan sebagai alat tukar oleh penduduk Belanda.
Dilansir Kompas.tv kastengel berasal dari Bahasa Belanda kaas yang berarti keju dan stengels yang memiliki arti batangan. Dapat dikatakan kastengel adalah kue kering berbentuk batang dan bertaburkan serpihan keju pada bagian atasnya. Teksturnya yang renyah dan  lembut membuat kue kering satu ini mudah melumer di mulut dan menyisakan rasa gurih dan asin dari keju. Bahan keju inilah yang membuat kastengel dijadikan sebagai alat tukar mata uang serta kudapan bergengsi khususnya di Kota Krabbedijke karena dahulu harga keju begitu mahal.
Dibawa oleh Pemerintahan Hindia Belanda hingga Rahasia Pembuatan Kastengel Berkualitas Anti Retak
Sebelum Jepang datang ke Indonesia, Belanda sudah berhasil menguasai beberapa wilayah Indonesia. Kedatangannya tidak hanya berdampak pada kebudayaan dan industri di Indonesia, tetapi juga pada bidang kuliner. Kastengel dan nastar adalah salah satu hasil dari akulturasi kebudayaan Belanda dan Indonesia. Dahulu kue bergengsi satu ini dijajakan sebagai kudapan menyambut tamu di rumah pejabat atau pegawai Belanda yang menikahi wanita pribumi. Namun, kini kastangel menjadi kudapan untuk para tamu yang berkunjung di setiap rumah masyarakat Indonesia yang sedang merayakan Idul Fitri.
Bukan hanya perubahan tradisi, kastangel juga mengalami perubahan bentuk dari yang dibawa pemerintahan Hindia Belanda dengan yang biasanya kita makan setiap hari raya Idul Fitri. Kastengel asli berbentuk lebih panjang dibandingkan yang sudah mengalami akulturasi. Selain itu, bentuk kastangel asli Belanda tidak hanya lurus saja, tetapi juga bisa melengkung pada setiap sudutnya. Perubahan terjadi karena pada zaman kolonial Belanda, masyarakat Indonesia jarang memiliki oven besar seperti penduduk Belanda asli.
Kastengel asli Belanda juga cenderung tidak tahan lama dan memiliki rasa seperti roti bakar berlapiskan keju, sedangkan kastengel hasil akulturasi lebih tahan lama. Bukan hanya memiliki sejarah yang unik, kastengel juga memiliki cara pengolahan khusus sehingga permukaan kue kering tidak mudah retak karena kunci kastangel ada di kekuatan permukaan kue yang tidak mudah hancur.
"Mendapatkan hasil kastangel yang renyah dan tidak mudah retak tergantung pada pemilihan bahan kue yang berkualitas, cara penimbangan bahan hingga pemilihan keju," ungkap Sri Mulyati sambil mengoleskan mentega pada bagian permukaan bahan kastangel yang sudah disimpan selama sehari di dalam kulkas.
Sri selaku Ibu Rumah Tangga (IRT) menuturkan bahwa olesan mentega cair pada permukaan atas kue bertujuan menghindari bagian keju yang mudah gosong dan sulit menempel pada permukaan kue. Keju yang dipilih juga harus berbahan premium, seperti keju edam sehingga rasa yang dihasilkan juga lebih berkesan di lidah.
"Beberapa orang gagal membuat tekstur kastengel renyah dan kokoh karena tidak disimpan di dalam kulkas selama satu hari. Hal ini membuat permukaan kue jadi terlalu keras," jelas Sri sambil mengangkat hasil kue kering kastangel yang sudah dipanggang.
Sri juga menjelaskan bahwa teknik memanggang juga perlu diperhatikan. Jika menggunakan oven listrik harus dua kali memanggang, kecuali oven tangkring. Selain itu, resep ini ia dapatkan dari kursus khusus kue kering di Bogasari sehingga cita rasanya tidak perlu diragukan kembali.
Dengan demikian, bulan Ramadan selalu meninggalkan cerita tersendiri bagi umat Islam di Indonesia. Mulai dari reunian bersama keluarga dan teman lama melalui acara buka bersama, mencari takjil di menjelang mahgrib sampai sejarah unik di balik kue kering yang menjadi kudapan setiap hari raya Idul Fitri. Oleh karena itu, bulan ramadan selalu dinantikan dan ajang perlombaan masyarakat muslim Indonesia dalam berbuat kebaikan.