Malang -- Kasus pengeroyokan anak dibawah umur di Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang pada Jum`at (06/09) malam hari. Akibat pengroyokan itu korban mengalami luka parah dibagian kepala sehingga dilarikan ke Rumah Sakit Soepraoen Malang. Namun naasnya korban dinyatakan meninggal dunia setelah enam hari mengalami masa kritis dan perawatan intensif di RS Soepraoen. Hal ini disebabkan karena korban mengalami pendarahan, kerusakan sel otak, hingga memar paru-paru.
Alfin Syafiq Ananta (16) pelajar yang masih duduk dibangku XI Swasta di Kota Malang itu dikeroyok oleh 10 anggota perguruan silat PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate) dengan cara melingkar dan dipukul menggunakan paving sebagaimana yang telah terekam dari kamera CCTV. Adapun pelaku dari pengeroyakan ini terdiri dari 5 merupakan anak dibawaah umur yaitu PIA (15), MAS (17) RH (14), VM (16), dan HQN (16) sementara 3 orang merupakan orang dewasa yaitu Ragil (19), warga Ngenep, Karangploso, lalu Iman (25) dan Nurrochman (27), warga Kota Batu.
Penjelasan kasus ini bermulai saat korban mengunggah atribut perguruan silat di WhatsApp yang kemudian hal itu diketahui oleh salah satu pelaku yang merupakan anggota pesilat yang meminta klarifikasi dro korban. Saat klarifikasi korban menerangkan bahwa dirinya dirinya memang anggita perguruan silat tersebut lengkap dengan atribut yang digunakan. Namun setelah di korcek kembali, ternyata korban merupakan warga gadungan yang berarti bukan merupakan anggota perguruan silat tersebut.
Melalui rekaman CCTV terlihat adegan pengeroyokan yang dilakukan oleh pelaku. Mereka melingkar dan korban ditendang kesana kesini tanpa perlawanan. Dua kali korban mengalami seperti ini, yang pertama di TKP 1 korban sudah mengalami pengeroyokan dan dilanjutkan di TKP 2. Akibat dari pengeroyokan ini korban mengalami luka yang serius disekujur tubuhnya mulai dari kepala,dad,tangan, kaki dan yang paling parah korban mengalami luka pada bagian lambung,jantung, dan paru-parunya.Â
Menurut pengakuan orang tua korban "Mulai dari Rumah Sakit Prasetya Husada sampai saya pindah ke RST dr Soepraoen, Alfin selalu mengeluarkan darah mulai dari mulut sampai ke hidung. Ada informasi dari saksi kunci anak perempuan, bahwa alfin gegar otak kepalanya pecah itu karena ada paving yang dipukulkan ke kepalanya," ungkapnya.Â
Kalau mukul pakai tangan paling bengep-bengep aja, sekuat-kuatnya mukul. Ini batok kepalanya retak, kopyor, jaringan saraf otaknya sudah tidak jalan, dipukul dari belakang. Anak umur segitu dihajar anak sembilan," imbuhnya.
Duka masih menyelimuti kediaman Alfin Syafiq Ananta hingga saat ini. Keluarga meminta agar para pelaku dihukum seberat-beratnya. Fakta hukum harus dibuka seadil-adilnya agar tidak ada lagi korban lain setelah ini. Kasus ini tentu membutuhkan perhatian dari banyak pihak sebab baik korban maupun pelaku merupakan anak dibawah umur. Sebagaimana dalam pasal 71 UU No 11 Tahun 2012 sanksi pidana anak pelaku tindak pidana terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan. Jadi, sesuai UU Sistem Peradilan Pidana Anak, anak dibawah umur bisa dijerat hukum. Maka dari itu, anak di bawah umur tetap harus diawasi dan diedukasi.Â
Atas perbuatannya, seluruh tersangka bakal dikenakan pasal Pasal 80 Ayat (3) juncto Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP. Mereka diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H