Mohon tunggu...
Alyana Utari Salsabila
Alyana Utari Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dunia Pendidikan dan Pelecehan Seksual, di Mana Lagi Ruang Aman bagi Para Pelajar?

3 Juli 2022   23:19 Diperbarui: 3 Juli 2022   23:42 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

      Pelecehan seksual merupakan perilaku atau tindakan bersifat seksual yang tidak diinginkan sehingga korban merasa dirugikan. Pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja bahkan tempat umum sekalipun. Bentuk pelecehan seksual dapat berupa verbal maupun tindakan fisik.

      Kasus pelecehan seksual merupakan persoalan serius yang harus menjadi perhatian bagi setiap pihak. Apalagi, di Indonesia kasus pelecehan seksual masih menunjukan angka yang tinggi. Mirisnya, belakangan ini mulai terungkap kasus pelecehan seksual di dunia pendidikan Indonesia. Deretan kasus pelecahan seksual belakangan ini terjadi di universitas, sekolah, bahkan institusi pendidikan keagamaan atau pesantren. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran dan kehilangan kepercayaan terhadap lembaga pendidikan sebab tempat yang seharusnya menjadi tempat aman, kondusif, efektif, dan efisien bagi para pelajar untuk menuntut ilmu, justru menjadi tempat aksi pelecehan seksual yang bahkan beberapa dilakukan oleh tenaga pendidiknya sendiri.

      Secara berturut-turut, kasus pelecehan seksual yang terjadi di dunia pendidikan terkuak ke publik. Pada Desember lalu, terjadi kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh pendidik sekaligus pendiri Madani Boarding School Bandung, Jawa Barat terhadap 12 santrinya dengan mengiming-imingi hadiah kepada korban hingga total ada 11 santriwati yang hamil. Sebelumnya ada pula laporan mengenai kasus pelecehan seksual yang dialami oleh mahasiswi pada sejumlah kampus di Indonesia, salah satunya yang dialami oleh mahasiswi Universitas Riau (UNRI) yang dilecehkan oleh dosen pembimbingnya yang merupakan seorang Dekan FISIP Universitas Riau saat melakukan bimbingan skripsi. Selain itu, seorang dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) diduga melakukan pelecehan secara verbal atas pengakuan 10 orang korban yang sebagian besar merupakan alumni. Terbaru, di Universitas Jendral Soedirman (Unsoed), salah satu pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dilaporkan atas dugaan pelecehan seksual, akibatnya terduga pelaku diberhentikan dari BEM dan pihak Unsoed menindaklanjuti kasus ini serta memberikan pendampingan terhadap korban.

      Kita semua tahu bahwa pelecehan seksual berdampak sangat buruk terhadap korban, baik itu dari segi fisik maupun mental dimana korban dapat mengalami trauma berkepanjangan bahkan seumur hidup. Oleh karena itu, banyaknya  kasus pelecehan seksual di lingkungan lembaga pendidikan menjadi sebuah tanda bahwa adanya perhatian khusus sangat diperlukan agar kasus-kasus tersebut tidak terulang kembali. Baik pemerintah maupun pihak lembaga pendidikan perlu menindak tegas setiap pelaku pelecehan seksual agar menimbulkan efek jera serta menjadi perhatian khusus bagi masyarakat umum.

      Langkah pemerintah dalam mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi undang-undang merupakan sebuah awal yang tepat untuk mengatasi permasalahan ini. Sebab, langkah hukum sangat diperlukan bagi para korban pelecehan seksual dimana korban kerap kali diancam untuk bungkam. Paling buruk, pihak lembaga pendidikan yang tersandung kasus ini tak jarang menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya dan bahkan melindungi pelaku pelecehan seksual demi menjaga nama baik lembaga pendidikan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak pihak yang melindungi pelaku daripada korban pelecehan seksual itu sendiri. Maka dari itu, langkah hukum sangat penting demi terciptanya keadilan bagi para korban.

      UU TPKS patut diapresiasi karena berhasil memasukkan sembilan bentuk kekerasan seksual, yaitu pelecehan seksual non-fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, pelecehan seksual berbasis elektronik, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, dan perbudakan seksual. Harapannya agar UU TPKS dapat ditindaklanjuti efektif diimplementasikan untuk membantu korban pelecehan seksual dan menjawab kekhawatiran masyarakat terhadap maraknya kasus pelecehan seksual.

      Selain pemerintah, lembaga pendidikan juga seharusnya wajib untuk melakukan pencegahan dan penanganan dalam menindak tegas aksi pelecehan seksual di dunia pendidikan. Langkah pencegahan tersebut dapat berupa memberikan edukasi terkait pelecehan seksual terhadap setiap orang yang ada di lembaga pendidikan, dari mulai tenaga pendidik, siswa-siswi, mahasiswa-mahasiswi, hingga para staff. Sebab pelecehan seksual dapat dilakukan oleh siapapun terhadap siapapun, oleh karena itu sangat penting untuk mengedukasi setiap orang sebagai langkah awal untuk melakukan pencegahan agar tertanam bahwa pelecehan seksual perbuatan yang sangat dikecam dan dilarang untuk dilakukan bagi siapapun. Selain itu, pencegahan yang dapat dilakukan adalah melakukan pengawasan secara ketat terhadap kinerja tenaga pendidik, mahasiswa, maupun para staff yang ada di lingkungan institusi pendidikan. Lalu menyediakan wadah untuk mengungkapkan masalah apa yang tengah dihadapi mahasiswa-mahasiswi atau semacam bimbingan konseling agar tidak ada lagi korban yang memendam sendiri akibat dari perlakuan pelecahan seksual dan agar para pelaku pelecehan seksual dapat segera ditindak lanjuti. Penanganan yang dapat dilakukan oleh pihak lembaga pendidikan adalah membuat peraturan tertulis bagi setiap orang yang melakukan tindakan pelecehan seksual untuk ditindak tegas dan dihukum seberat-beratnya tanpa ada perdamaian serta kasus yang ditutup-tutupi. Pengangkatan kasus dengan menyebutkan nama lengkap pelaku ke media juga sangat perlu untuk memberikan sanksi sosial terhadap pelaku serta menjadi pembelajaran bagi masyarakat luas.

      Menciptakan rasa aman dan nyaman di lingkungan pendidikan sangatlah diperlukan bagi setiap yang ada di lembaga pendidikan. Dunia pendidikan merupakan pijakan awal dan paling mendasar untuk Indonesia mencapai kemajuan. Namun, jika di dunia pendidikan itu sendiri justru menjadi tempat melakukan aksi kejahatan dan menyempitnya ruang kebebasan bagi para pelajar untuk mengembangkan ilmunya, bagaimana bisa Indonesia maju seperti negara-negara lain. Oleh karena itu, lingkungan pendidikan yang kondusif, efisien, dan bebas dari aksi kekerasan seksual adalah langkah awal untuk menciptakan Indonesia yang maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun