Mohon tunggu...
Alya Liana Putri
Alya Liana Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta program studi Bahasa Inggris untuk Komunikasi Bisnis dan Profesional yang memiliki minat menulis dan membaca.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Waspada Impulsive Buying: Kenali Dampak, Faktor, dan Tips Mengatasinya!

21 Juli 2024   10:00 Diperbarui: 21 Juli 2024   13:33 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap orang tentu memiliki coping mechanism yang berbeda, salah satunya berbelanja. Bagi sebagian orang, belanja merupakan salah satu cara untuk mengatasi stres. Namun, sayangnya kebiasaan berbelanja dapat memicu timbulnya perilaku impulsive buying. Perilaku ini juga dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan dalam berbagai aspek pada diri sendiri, lho. Penasaran apa itu impulsive buying? Yuk, kenali faktor pemicu dan tips mengatasinya dalam artikel ini!

Apa itu impulsive buying?

Impulsive buying atau pembelian impulsif adalah tindakan membeli barang tanpa perencanaan sebelumnya atau pertimbangan yang matang. Bahkan, impulsive buying sering kali tidak memikirkan manfaat dan kebutuhan dari barang yang dibeli. Keputusan pembelian ini sering kali didorong oleh emosi sesaat seperti kebahagiaan, kesenangan, atau kepuasan semata, tanpa pertimbangan matang mengenai kebutuhan dan manfaat produk tersebut.

Contoh tindakan impulsive buying:

  • Membeli pakaian saat sedang diskon, padahal sudah memiliki banyak di rumah.
  • Membeli makanan saat sedang stres, walaupun sebenarnya tidak lapar.
  • Membeli gadget keluaran terbaru hanya untuk kepuasan semata, tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan budget.

Dampak negatif yang ditimbulkan:

Perilaku ini dapat berdampak negatif pada finansial, bahkan bisa juga berdampak pada kesehatan mental. Pelaku tindakan impulsive buying sering kali merasa menyesal telah membeli barang yang tidak berguna dan menghabiskan uangnya dengan sia-sia. Namun, mereka akan tetap mengulanginya lagi.

Berikut adalah beberapa dampak negatif yang perlu diwaspadai:

1. Masalah keuangan

  • Pemborosan uang: Impulsive buying dapat menyebabkan pengeluaran yang tak terduga. Hal ini dapat mengganggu stabilitas keuangan dan kesulitan menabung sehingga menjadi pemborosan dan sulit mencapai tujuan keuangan.
  • Utang yang meningkat: Impulsive buying dapat meningkatkan risiko penumpukan utang pada kartu kredit yang digunakan.

2. Penumpukan barang yang tidak terpakai

  • Barang menumpuk: Membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan dapat menyebabkan penumpukan barang di rumah. Hal ini dapat membuat menjadi berantakan dan sulit dibersihkan.
  • Pemborosan: Barang yang dibeli secara impulsive sering kali jarang digunakan atau bahkan tidak pernah digunakan, sehingga menjadi mubazir dan pemborosan sumber daya.
  • Dampak Lingkungan: Produksi dan konsumsi barang yang berlebihan dapat memberikan dampak negative terhadap lingkungan, seperti polusi dan penumpukan sampah.

3. Dampak psikologis

  • Penyesalan dan kecewa: Setelah melakukan impulsive buying, sering kali pelaku merasa menyesal dan kecewa karena telah mengeluarkan uang dengan sia-sia.
  • Stress dan kecemasan:  Impulsive buying yang berulang dapat menyebabkan stress dan kecemasan terkait kondisi keuangan dan penyesalan atas keputusan pembelian.
  • Perasaan bersalah: Menghabiskan uang secara tidak bijaksana dapat menimbulkan rasa bersalah dan memengaruhi emosional.
  • Depresi: Dalam kasus yang parah, impulsive buying dapat memicu depresi, terutama jika dikaitka dengan masalah keuangan yang signifikan.

Faktor pemicu impulsive buying:

Impulsive buying dipicu oleh beberapa faktor, baik internal, maupun eksternal. Berikut penjelasannya:

Faktor Internal:

  • Emosi: Emosi seperti stres, kebahagiaan, kebosanan, atau kesepian dapat mendorong seseorang untuk melakukan impulsive buying sebagai cara untuk mengatasi emosi tersebut.
  • Kepribadian: Orang yang memiliki kepribadian impulsif, mudah tergoda, atau memiliki kontrol diri yang rendah lebih rentan terhadap impulsive buying.
  • Gaya hidup: Orang yang terbiasa hidup dengan gaya hidup konsumtif dan materialistis lebih mudah tergoda untuk melakukan impulsive buying.
  • Ketergantungan finansial: Orang yang memiliki ketergantungan finansial pada orang lain, seperti orang tua atau pasangan, mungkin merasa lebih bebas untuk melakukan impulsive buying tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.

Faktor Eksternal:

  • Strategi pemasaran: Penjual menggunakan berbagai strategi pemasaran untuk mendorong impulsive buying, seperti diskon, promo, cashback, dan penawaran waktu terbatas.
  • Tekanan sosial: Tekanan sosial untuk mengikuti tren atau memiliki barang-barang tertentu dapat mendorong seseorang untuk melakukan impulsive buying.
  • Kemudahan akses: Kemudahan akses untuk membeli barang, seperti melalui online shopping atau kemudahan penggunaan kartu kredit, dapat meningkatkan risiko impulsive buying.

Tips mengatasinya:

  • Buatlah daftar belanja dan patuhi.
  • Hindari berbelanja saat stres atau cemas.
  • Batasi waktu yang dihabiskan saat berbelanja.
  • Jangan tergoda oleh diskon atau promo.
  • Pikirkan kembali sebelum membeli: Tanyakan pada diri sendiri apakah benar-benar membutuhkan barang tersebut dan apakah mampu membelinya.
  • Jauhkan kartu kredit dari jangkauan.
  • Carilah kegiatan lain untuk mengatasi stres atau kebosanan.

Penting untuk diingat bahwa impulsive buying bukanlah masalah sepele. Kebiasaan ini dapat memicu dampak negatif yang signifikan pada diri sendiri. Oleh karena itu, penting untuk memahami pemicunya dan menerapkan tips tersebut untuk menghindarinya agar kita dapat menjaga keuangan dan kesehatan mental.

Selain itu, jangan lupa untuk menghargai diri sendiri. Sesekali, tidak masalah untuk membeli barang yang diinginkan, asalkan sesuai dengan kebutuhan dan tidak melebihi budget, ya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun