Mohon tunggu...
Alya Lathifa
Alya Lathifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembaruan Hukum Wakaf di Indonesia

7 Maret 2023   12:46 Diperbarui: 7 Maret 2023   12:54 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama: Alya Lathifa Rahmwati 

Nim: 212121150

Prodi: Hukum keluarga Islam

Perwakafan dipandang suatu perbuatan yang rangkap karena mempunyai dua sisi yang berbeda. Secara termologis wakaf diambil manfaatnya dengan menghentikan hak bertindak hukum terhadap benda tersebut dan menyalurkan hasilnya kepada saluran yang mubah untuk kepentingan sosial. Pada tahun 916 H (1511 M) tindakan wakaf sudah mulai banyak dilakukan oleh kerajaan Aceh Darussalam yang dipimpim oleh Kanun Meukuta Alam atau Kanun Al Asyi. Pada masa kemerdekaan wakaf mulai mendapat perhatian dari pemerintah nasional melalui departemen agama walaupun undang-undang perwakafan tanah lahir 15 tahun setelah Indonesia merdeka namun sebelum lahirnya undang-undang perwakafan tanah pemerintah melalui departemen agama melahirkan beberapa petunjuk tentang pelaksanaan wakaf
diantaranya; petunjuk tentang perwakafan tanah tanggal 22 desember 1953, petunjuk tentang perwakafan tanah berdasarkan surat edaran jawattan urusan agama No.5/1956. Macam-macam wakaf sebagai berikut: 1. Wakaf ahli merupakan wakaf yang secara khusus diperuntukkan orang-orang tertentu seperti keluarga atau kerabat aktif. Wakaf seperti ini sah namun terdapat masalah ketika anak keturunannya sudah berkurang ketika zaman semakin berkembang. 2. Wakaf khairi merupakan wakaf yang diperuntukkan untuk kepentingan umum dan dikembangkan menjadi lembaga sosial seperti sekolah, rumah sakit, asrama,tempat ibadah. 3. Wakaf benda tidak bergerak merupakan harta yang tidak dapat dipindahkan baik dalam jangka waktu pendek atau panjang dikarenakan; 1) hak atas tanah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah terdaftar. 2) bangunan yang berdiri diatas tanah sebagaimana dimaksud. 3) tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tnah. 4) Hak milik atas satuanrumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5) benda yang tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari’ah dan peraturan yang berlaku. 4. Wakaf benda bergerak emrupakan harta yang tidak habis di konsumsi seperti uang,logam mulia,surat beharga,kendaraan hak sewa. 5. Wakaf produktif merupakan transformatif dari pengelolaan wakaf yang profesional untuk meningkatkan prasarana wakaf.  6. Wakaf uang merupakan wakaf yang berupa uang untuk diinvestasikan kedalam sektorsektor ekonomi yang menguntungkan dengan ketentuan presentase tertentu untuk pelayanan sosial. 7. Wakaf haki merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau penerima untuk memperbanyak ciptaannya dan memberikan izin dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan berdasasrkan undang-undang yang berlaku. Dalam kajian Musthafa terdapat macam-macam metode pembaruan hukum wakaf dalam UU No. 41 Tahun 2004 sebagai berikut: 1. Metode takhsis al qada, suatu penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui mediasi,abitrasi dan pengadilan. UU memberikan toleransi dalam penyelesaian kasus ini dengan masyarakat dan suatu hal yang berkaitan dengan harta wakaf bisa diajukan kepada pengadilan agama. Dengan demikian masalah-masalah lainnya  yang secara nyata tentang hukum perdata, sedangkan perbuatan hukum pidana dapat diselesaikan melalui pengadilan negeri. 2. Metode takhyir dan talfiq, suatu wakaf dapat dimanfaatkan dalam jangka tertentu sehinggga dalam pembaruan hukum wakaf dapat dikaji kembali tentang perbedaan pendapat yang menjadi perbedaan antar satu dengan lainnya. Selain itu pemanfaatan
wakaf juga berdasarkan ketentuan peratuaran perundang-undangan yang berlaku agar tidak bertentangan dengan syariah. 3. Metode re-interpretation, pembagian wakaf dapat dilakukan secara terpisah antara uang dengan benda bergerak. Seperti dalam fatwa MUI bebagai pertimbangan yang dilakukan agar sesuai dengan mekanisme administratif yang berlaku. 4. Metode siyasah shar’iyyah, dengan menekankan kebijakan administratif regulatoris terhadap hukum material yang ada pada peraturan perundang-undangan. Stagnasi perkembangan wakaf mulai meningkat pada tahun 2001 yang mengusung paradigma baru ke tengah masyarakat dengan program pengelolaan wakaf guna meningkatkan kesejateraan umat. Maka dalam perspektif KHI adanya wakaf harus dipenuhi empat uىsur sebagai berikut;  1. Adanya orang yang berwakaf (waqif) sebagai subjek wakaf 2. Adanya benda yang diwakafkan (mauquf) adanya penerima wakaf (sebagai subjek wakaf) (nadzir) 3. Adanya ‘aqad atau lafadz kepada orang atau tempat berwakaf.  Dalam pasal 215 angka 5 KHI harus dibentuk kelompok orang yang menjadi kepengurusan dalam benda wakaf dan ditentukan secara khusus mengenai orang yang berwakaf dan harta yang diwakafkan.  Dalam menentukan tujuan wakaf berlaku asas kebebasan kehendak dalam batas-batas tidak bertentangan dengan hukum syari’ah, ketertiban umum dan kesusilaan. Perubahan wakaf hanya dimungkinkan dengan alasan lebih kuat berdasarkan prinsip istihsan yang tidak boleh bertentangan dengan nilai ibadah dan harus jelas peruntukannya. Dalam Kompilasi Hukum Islam benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada  yang dimaksud dalam ikrar wakaf. Namun penggunaan dikecualikan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana tata ruang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertengan dengan syariah dan hal lain yang dapat dilakukan setelah mendapat izin Menteri Agama atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia. Suatu hal yang paling utama dalam mengganti atau menjual harta wakaf dapat dimanfaatkan kembali sehingga tidak menimbulkan kerusakan ketika harta tersebut dibiarkan tanpa tindakan yang positif. Untuk mencapai tujuan wakaf, benda wakaf dapat diperuntukan untuk sarana dan kegiatan ibadah, sarana pendidikan serta kesehatan, bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar dan kemajuan ekonomi umat untuk mencapai kesejateraan umum.  Suatu badan hukum dapat diwakili oleh pengurus yang sah menurut hukum dan memenuhi ketentuan untuk mewakafkan harta benda miliknya dan benda yang  disyaratkan mempunyai daya tahan dan tidak habis hanya sekali pakai serta bernilai menurut ajaran Islam.  Harta yang diwakafkan ini boleh diolah sehingga hasilnya bisa digunakan dalam waktu yang lama pula. Artinya sifat benda tidak bergerak yang diwakafkan ini tetap tahan lama meski ada perubahan bentuk. Misalnya bangunan masjid yang diwakafkan, seiring berjalannya waktu
bisa roboh. Untuk mengantisipasi kerobohannya, maka dilakukan renovasi masjid menjadi bangunan yang lebih bagus dan kuat. Hal inilah yang diperbolehkan untuk dilakukan terhadap harta wakaf. Wakaf dengan benda tidak bergerak juga dapat dimaksudkan dengan pemindahan hak milik pribadi atas tanah, sumur, kebun, bangunan, dan sejenisnya menjadi hak milik bersama. Hal yang perlu diperhatikan adalah sifat harta yang diwakafkan ini harus punya nilai dan manfaat untuk banyak orang selain ketahanan harta wakaf seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya  Selain itu, salah satu syarat yang tidak boleh dilupakan adalah harta wakaf tersebut tidak sedang dalam persengketaan atau bukan milik sendiri. Harta wakaf yang sifatnya tidak bergerak sering dianggap oleh masyarakat sebagai harta wakaf yang jauh lebih bermanfaat daripada benda bergerak. Pada dasarnya pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf diatur dalam UU wakaf pasal 32-39 tahun 2004 tentang harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya dan nadzir mendaftarkan kembali kepada instansi yang berwenang atas harta yang diubah sesuai dengan ketentuan kemudian Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengadministrasikan pendaftaran harta benda wakaf. Seorang nadzir mampu menjalankan dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang oleh syariat. Memberikan kemampuan secara maksimal kepada orang sekitar secara langsung dan berani mengambil resiko,antusias dan percaya diri. Untuk merealisasi dan merepotensi tujuan wakaf pemerintah wakaf dengan instrumen UU yang menegaskan kedudukan nadzir dalam perwakafan adanya batasan imbalan nadzir dalam mengelola harta wakaf. Akan tetapi terdaftarnya harta benda a.n nadzir tidak membuktikan kepemilikan nadzir bahkan pergantian nadzir tidak mengakibatkan peralihan harta benda wakaf yang bersangsukan.  Nadzir perseorangan dapat berhenti dari kedudukannya apabila meninggal dunia, berhalangan tetap, mengundurkan diri atau diberhentikan oleh BWI, akan tetapi berhentinya BWI ini tidak mengakibatkan berhentinya nadzir perorangan lainnya. Ketika seorang nadzir berhenti dari masa kinerjanya harus melaporkan ke KUA kemudian diteruskan kepada BWI paling lambat 30 hari sejak tanggal nadzir diberhentikan. Secara umum dalam peraturan pemerintah ketentuan nadzir dibedakan menjadi dua yaitu ketentuan umum dan ketentuan khusus. Kewajiban dan sanksi bagi nadzir karena mengabaikan kewajibannya adalah bahwa nadzir yang tidak melaksanakan kewajibannya dalam jangka waktu 1 tahun sejak akta ikrar wakaf dibuat, kepala KUA atas inisiatif atau usul wakif berhak mengusulkan kepada BWI untuk memberhentikan dan menggantikan nadzir.
 
Ketentuan mengenai pembubaran dan pergantian nadzir badan hukum yaitu: 1. Apabila nadzir perwakilan daerah dari suatu badan hukum tidak menjalankan kewajibannya, pengurus pusat badan hukum yang bersangkutan wajib mengatasi dan menyelesaikannya baik didepan BWI maupun tidak.
2. Apabila pengurus pusat badan hukum yang bersangkutan tidak dapat menjalankan kewajibannya, nadzir badan hukum tersebut dapat diberhentikan dan diganti hak ke nadzirannya oleh BWI dengan mempertimbangkan saran dan pertimbangan MUI setempat. 3. Nadzir badan hukum tidak menjalankan kewajibannya dalam jangka waktu 1 tahun dapat diusulkan kepada BWI oleh kepala KUA untuk diberhentikan dan diganti oleh nadzir lain. Sesuai dengan UU wakaf No. 41 tahun 2004 seorang nadzir baik perorangan, organisasi maupun badan hukum memiliki beberapa tugas sebagai berikut: 1. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf. 2. Menjaga, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, sesuai dengan tujuan, dungsi peruntukannya. 3. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf. 4. Melaporkan pelaksanaan berbagai kegiatan dalam rangka menumbuh kembangkan harta wakaf. Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 2004 yang dibentuk dalam rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia. BWI dibentuk bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang sudah dikelola nadzir tetapi membina agar dikelola dengan baik dan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial,pemberdayaan ekonomi,maupun mengembangan infrastruktur publik.  Visi dari badan wakaf Indonesia yaitu terwujudnya lembaga independen yang dipercaya masyarakat, mempunyai kemampuan dan integritas untuk mengembangkan perwakafan nasional dan internasioal. Sedangkan misi dari badan wakaf Indonesia menjadikan lembaga yang profesional, mampu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan pasal 49 Ayat 1 UU Nomor 41 Tahun 2004 BWI mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: 1. Melakukan pembinaan terhadap nadzir dalam rangka mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, 2. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional. 3. Memberikan persetujuan dan izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf. Pada Nomor 1 Tahun 2007 tugas dan wewenang BWI yaitu memberikan pembinaan terhadap nadzir dalam mengembangkan harta benda wakaf, membuat pedoman pengelolaan dan pengembangan harta wakaf, memberikan pertimbangan,persetujuan,atas perubahan status
harta benda wakaf,menerima pendaftaran akta ikrar wakaf benda bergerak selain uang dari pejabat pembuat akta ikrar  wakaf (PPIW). Kekuasaan Pengadilan Agama Suatu peradilan mempunyai kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa,mengadili dan memutuskan perkara untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan. Pengadilan Agama sebagai peradilan yang digunakan untuk umat Islam berbeda dengan pengadilan umum dengan melihat prinsip-prinsip persidangan Pengadilan Agama diantaranya: personalitas keislaman, persidangan terbuka untuk umum,persamaan hak dan kedudukan dalam persidangan, hakim aktif dalam memberikan bantuan, setiap perkara dikenakan biaya dan persidangan harus majelis. Dalam pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006 bahwa PA bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama kepada orangorang yang beragama Islam di bidang: (1) perkawinan, (2) waris, (3) wasiat, (4) hibah, (5) wakaf, (6) zakat, (7) infaq, (8) shadaqah, (9) ekonomi syariah. Menurut Abdul Ghofur  Penjelasan pasal 50 ayat (2) UU Nomor 3 Tahun 2006 menyebutkan bahwa suatu wewenang kepada pengadilan agama untuk sekaligus memutuskan sengketa milik atau kependataan lain yang terkait dengan objek sengketa dan diatur dalam pasal 49 apabila subjek sengke atara orang-orang yang ebragama Islam. Sebagaimana dalam penelitian Legal Development Facility kemitraan antara Indonesia dengan Australia yang dikutip oleh Jaih Mubarok ada 181.007 perkara telah diputuskan di Pengadilan Agama sedangkan wakaf hanya berjumlah 21 perkara (0,01%), perkara yang diselesaikan pada tingkat banding berjumlah 1.521 perkara, perkara wakaf hanya 4 (0,26%). Menurut Nader dan Ihromi dalam ilmu antropologi hukum mememebrikan beberapa alternatif dalam menyelesaikan sengketa yang banyak digunakan oleh masyarakat seperti: 1. Membiarkan saja (lumping it). Pihak yang merasakan perlakuan tidak adil mengambil keputusan untuk mengabaikan sasja masalah atau isu yang menimbulkan tuntutannya dan meneruskan hubungannya dnegan pihak yang ditugikan. 2. Mengelak, pihak yang dirugikan memilik untuk mengurangi hubungan-gungan dengan pihak yang merugikannya. 3. Paksaan, satu pihak memaksakan pemecahan pada pihak lain secara unilateral. 4. Perundingan yaitu kedua pihak berhadapan untuk memecahkan sengketa tanpa campur pihak ketiga. 5. Mediasi, adanya pihak ketiga yang membantu kedua pihak yang berselisih untuk menemukan kesepakatan. Dalam hal ini penulis juga mengidentidikasi bahwa sengketa menjadi suatu interaksi dua orang atau lebih dengan masing-msing pihak memperjuangkan kepentingannya atau objek yang sama yaitu tanah dan benda lainnya yang berkaitan. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat,apabila penyelesaian ini tidak berhasil  maka sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase atau pengadilan. Cara
penyelesaian sengketa diluar pengadilan menghasilkan kesepakatan dari pihak-pihak yang terlibat jauh lebih mampu untuk mempertahankan hunungan yang berjalan maupun untuk waktu mendatang dari pada prosedur menang kalah sebagaimana dalam proses penyelesaian sengketa secara litigasi. Putusan pengadilan tidak bersifat problem solving diantara pihak yang bersengketa tetapi menempatkan kedua pihak pada dua sisi ujung yang berhadapan.  Sebab terjadinya sengketa wakaf tanah sebagai berikut: 1. Banyak tanah wakaf yang tidak ditindaklanjuti dengan pembuatan ikrar wakaf. 2. Wakaf dilakukan secara agamis atas dasar saling percaya sehingga tidak memiliki dasar hukum dan bukti kepemilikan dan dokumen tertulis. 3. Diminta kembali oleh ahli waris yang menyimpang dari akad. 4. Pengetahuan masyarakat yang nimim terhadap wakaf. 5. Penggunaan secara konsumtif dan tidak produktif.  Adapun prinsip yang terkandung dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 sebagai berikut: 1. Pengelolaan wakaf harus sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah. 2. Pengelolaan wakaf harus dilakukan secara konsisten. 3. Ketika pengelolaan memerlukan penjamin, maka harus menggunakan penjamin syari’ah. 4. Harta wakaf yang terlantar, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri baik perorangan atau badan hukum, pengelolaan dan pengembangannya dapat dilakukan oleh Badan Wakaf Indonesia. 5. Harta benda dari luar negeri, wakil harus melengkapi bukti kepemilikan sah harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan nadzir harus melaporkan kepada lembaga terkait perihal adanya pembuatan wakaf.
Terkesan dalam pemaparan pembaruan hukum wakaf di Indonesia, penulis berkeinginan menyampaian secara jelas,lengkap dan rinci sehingga harapam dari penulis kepada pembaca dapat memahami dan mengaplikasikan secara maksimal dan profesional, sehingga masyarakat dapat mempercayai ketika mempunyai hasrat untuk mewakafkan harta benda yang dimilikinya. Selain itu juga mempertimbangkan dengan matang keputusan yang akan diambil sebelum suatu hal yang tidak diinginkan dapat terjadi dan mengembangkan tempat perwakafan sesuai ketentuan yang telah diatur dalam syariat Islan dan perundangundangan.  
Setelah mempelajari tentang pembaruan hukum wakaf  di Indonesia tidak terlepas dari masalah teknis, lay out buku yang terdapat bab belum tetap dengan halamannya perlu diperbaiki agar pembaca mudah dalam menemukan sub bab yang akan dipelajarinya sehingga lebih memudahkan untuk dikaji dan penyempurnaan buku pada periode selanjutnya. Mungkin lebih menarik dengan menambahkan skema atau ilustrasi dalam mengaplikasikan secara langsung dan terdapat ebook untuk memudahkan ketika jumlah buku belum mencapai kapasitas dalam ruang. Yang lebih penting buku ini banyak digunakan bagi mahasiswa,dosen dan pratisi hukum agar menjadi rujukan dalam menjawab persoalan yang terjadi dalam lingkungan sekitar seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.  
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun