santri tak terlalu tertarik dalam perhelatan politik. Mereka hanya diam di pondok atau di lembaga-lembaga kajian keagamaan, tanpa harus ramai dan muncul ke permukaan.
Biasanya,Tapi kali ini beda. Santri-santri di berbagai daerah di Indonesia kompak turun gunung. Seolah tak mau lagi jadi penonton, mereka muncul dengan pernyataan tegas. Mendukung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden pada Pilpres 2024.
Kenapa santri turun gunung dan kenapa mereka mendukung Ganjar? Dua pertanyaan itu cukup mengganggu tidur malam saya. Kalau tak ada alasan kuat, pasti tak ada gerakan dari mereka.
Banyak alasan yang disampaikan ketika santri menggelar deklarasi. Menurut berita yang ditulis media, santri mendukung Ganjar karena dinilai pemimpin nasionalis, dinamis, agamis dan bersih dari korupsi.
Bagi kebanyakan orang, alasan itu cukup masuk akal. Tapi bagi saya, tetap ada yang mengganjal. Masih ada yang kurang gitu. Nggak mungkin hanya karena alasan itu.
Seperti film-film silat jaman dulu, para pendekar banyak yang hidup menyepi di gunung atau hutan. Sehari-hari, para pendekar itu menempa ilmu dengan para guru di sejumlah padepokan. Mereka hanya turun gunung, jika ada kekacauan yang harus diselesaikan.
Sama halnya dengan para santri. Jika tidak ada kekacauan dalam politik, tak mungkin mereka turun gunung untuk berjuang. Menyatakan sikap terlibat dalam kancah perpolitikan.
Lalu kekacauan apa yang terjadi saat ini?
Politik identitas. Yah, ini alasan paling kuat menurut saya yang mendasari fenomena santri turun gunung. Mereka melihat, politik di Indonesia sudah tidak sehat.
Ada banyak kepentingan identitas yang bermain di sana. Suku, agama, ras, golongan dan lainnya. Dan yang paling mengerikan, adalah kepentingan kalangan intoleran dan berisiknya kelompok ekstrim kanan.
Sudah bukan rahasia umum lagi, kalau praktik demokrasi kita sudah disusupi. Kelompok-kelompok intoleran telah berhasil menunggangi demokrasi. Nempel ke tokoh yang kuat, mereka berjuang memenangkan kontestasi untuk menguasai sekaligus mengembangkan doktrinasi.