PT.AICE merupakan perusahaan penghasil es krim dengan harga jual yang cukup rendah, bila dibandingkan dengan merk di pasaran. Dengan harganya yang ekonomis, es krim aice cukup digandrungi dikalangan masyarakat. Saat ini pun PT.AICE berkembang dengan pesat, hingga produknya dapat ditemukan dimana-mana. Namun siapa sangka dibalik ketenarannya, PT.AICE memiliki isu kelam terkait dengan ketidaksejahteraan pekerjanya.
Isu ini mulai mencuat pada akhir 2020 lalu. Dimana para buruh melancarkan aksi demonstrasi atau unjuk rasa serta boikot massal yang dilayangkan pada PT.AICE. Gerakan ini dilakukan, bukannya tanpa alasan. Namun para pekerja selama ini telah mengeluhkan hal yang sama, yaitu kesewenang-wenangan PT.AICE terhadap para pekerjanya, terutama bagi pekerja wanita.
Sepanjang tahun 2019, puluhan buruh wanita hamil berujung pada keguguran karena terlalu banyak mengangkat beban berat dan kerap pulang larut malam. Manajemen aice pun sering kali tidak membayar upah atau melakukan penurunan upah bagi pekerjanya. Belum lagi tidak adanya kenaikan gaji atau bonus bagi pekerja yang baru menikah atau punya anak. Adanya sistem kerja kontrak pun dinilai merugikan buruh, karena menjadikan buruh rentan di-PHK secara sepihak oleh perusahaan.
Dengan berbagai konflik tersebut, pihak AICE melakukan pembelaan dengan mengatakan bahwa mereka telah melarang buruh hamil bekerja pada malam hari jika menurut dokter hal itu berbahaya. Padahal kenyataannya sebaliknya, pihak perusahaan tetap mempekerjakan wanita hamil hingga larut malam dan berujung pada keguguran. Pada kasus ini, PT.AICE telah melanggar Pasal 76 ayat (2) UU No.23 Tahun 2003 yang berbunyi "Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00."
Dalam kasus ini, sejatinya tidak ada pergerakan signifikan dari pemerintah. Pihak PT. AICE mengaku bahwa para pekerjanya selama ini telah diawasi oleh disnaker. Namun pada kenyataannya, ketika para buruh menyuarakan masalah ini, pemerintah tidak membantu dan malah lebih condong membela pengusaha. Ketidakpedulian pemerintah ini membuat para buruh akhirnya berjuang sendiri dalam memenuhi haknya sebagai pekerja. Para buruh aice dan keluarganya melakukan kampanye reguler di media sosial setiap minggunya yang intinya meminta masyarakat untuk tidak mengonsumsi es krim Aice sampai hak buruh dipenuhi.
Persoalan ini seharusnya dianggap serius oleh pemerintah, karena sudah terhitung ada puluhan buruh yang dirugikan oleh pihak PT.AICE. Agar kesewenangan ini tidak terus berlanjut, pemerintah harus memberi sanksi secara tegas atau bahkan terpaksa mencabut izin usaha PT.AICE jika masih saja terdengar para buruhnya mengeluhkan hal yang sama.
Penulis :
- Alya Yumna Noernantyo, (Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)
- Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H