Mohon tunggu...
Alya Rahma Fitriani
Alya Rahma Fitriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Globalisasi, Gen Z, dan Gengsi

1 Juni 2024   22:37 Diperbarui: 1 Juni 2024   23:14 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Globalisasi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Semua kalangan memiliki peluang besar terdampak akan hal tersebut. Dari golongan tua, dewasa, hingga remaja. Dewasa kini, banyak bidang kehidupan yang mengalami globalisasi. Hal tersebut menimbulkan beberapa reaksi berbeda dari setiap individu hingga kelompok masyarakat. Ada yang menerima atau bahkan menganggap adanya Globalisasi merupakan suatu yang baik, dan tidak sedikit pula yang menolak hingga mengkritik adanya Globalisasi.


Globalisasi sendiri memiliki arti yang beragam. Anthony Giddens menyatakan bahwa “semua hal yang terjadi yakni hubungan sosial akhirnya menjadi intens antar penduduk di dunia ini dan menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya yang menghasilkan dampak timbal balik antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya sehingga berkembang luas sampai aspek-aspek kehidupan antara keduanya.”


Sedangkan menurut Selo Soemardjan, “globalisasi adalah terbentuknya sebuah komunikasi dan organisasi di antara masyarakat satu dengan yang lainnya yang berbeda di seluruh dunia yang memiliki tujuan untuk mengikuti kaidah-kaidah baru yang sama.”  
Pada dasarnya, pengertian globalisasi sebenarnya belum memiliki definisi yang tepat, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. 

Globalisasi dipandang sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan suatu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.


Karena keterikatan tersebut masyarakat cenderung mengikuti apa yang sedang menjadi tren khususnya di media sosial. Kecenderungan mengikuti apa yang sedang menjadi gaya paling mutakhir merupakan suatu keharusan. Tidak jarang orang-orang selalu mengecek secara berkala apa yang sedang terjadi di media sosial agar terkesan tidak ketinggalan zaman.  
Kesan ketinggalan zaman ketika tidak mengikuti apa yang tengah menjadi tren di media sosial sering menjadi isu yang masih diperdebatkan pada banyak kalangan masyarakat, khususnya Gen Z.


Generasi Z atau Gen Z sendiri adalah seluruh generasi yang lahir mulai dari tahun 1996 hingga 2012. Mereka lahir dan tumbuh bersamaan dengan kemajuan teknologi, sehingga terbiasa memanfaatkan berbagai teknologi tersebut untuk memenuhi dan memudahkan kehidupan mereka. Gen Z merupakan generasi di bawah generasi milenial.


Hal tersebut mengakibatkan apa yang sedang terjadi dan ramai diperbincangkan di media sosial menjadi mudah diakses oleh Gen Z. Tidak sedikit juga yang menjadikan apa yang tengah tren di media sosial menjadi patokan gaya hidup. Padahal gaya hidup setiap individu berbeda-beda menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan.Walaupun demikian, masih banyak dari Gen Z yang memaksakan gaya hidup mereka sesuai dengan patokan yang ada di sosial media. Hal tersebut merujuk pada gengsi yang ada pada setiap individu.


Gengsi sendiri arti pengaruh, harga diri, kehormatan serta martabat seseorang. Gengsi juga dapat diartikan sebagai persepsi orang lain karena pendapat yang dihargai, terkenal, dikagumi, dan dihormati. Pengaruh rasa gengsi tersebut yang memengaruhi banyaknya Gen Z yang memaksakan suatu hal yang tidak memiliki kewajiban untuk dilakukan atau dimiliki menjadi harus dimiliki, jika tidak harga diri individu tersebut dapat terluka.


Akibat gengsi banyak dari Gen Z mengusahakan berbagai cara agar dapat memenuhi persepsi ini. Contoh kasus yang paling sering ditemui adalah individu memaksakan membeli barang mahal yang sebenarnya kegunaannya dapat digantikan oleh barang yang sama tetapi dengan harga yang lebih terjangkau. Tidak sedikit kasus pinjaman online di masyarakat  berakhir berurusan dengan aparat penegak hukum karena tidak sanggup melunasi pinjaman yang diajukan. Meskipun demikian, masih banyak kasus pinjaman online terjadi di Indonesia. Seakan memenuhi hawa nafsu lebih penting dari pada menyesuaikan dengan kemampuan.


Padahal sejatinya tren sendiri pasti akan ada masanya dan bisa berakhir cepat atau lambat. Mementingkan gengsi tidak akan pernah ada titik akhir. Karena persepsi di masyarakat masih memandang orang yang tidak mengikuti apa yang sedang menjadi tren di masyarakat adalah orang yang kolot ataupun tidak modern. 

Padahal titik kebutuhan dan kesanggupan setiap individu berbeda-beda. Kita tidak mematok gaya hidup kita hanya berdasarkan apa yang tengah ramai diperbincangkan di media sosial. Karena sejatinya media sosial hanyalah ilusi yang fana. Dan kehidupan yang sebenarnya adalah apa yang kita lakukan di dunia nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun