Mohon tunggu...
Alya Alika
Alya Alika Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

hobi saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Membangun Sekolah Ramah Anak: Perspektif Pendidikan Inklusi

2 Januari 2025   12:21 Diperbarui: 2 Januari 2025   12:21 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Membangun Sekolah Ramah Anak: Perspektif Pendidikan Inklusi
Alya Alika (2306006)

Pendidikan merupakan hak mendasar bagi setiap individu tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau kondisi fisik dan mental. Dalam era modern ini, pendidikan inklusi menjadi strategi penting untuk memastikan semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, dapat mengakses pendidikan secara setara. Sekolah ramah anak hadir sebagai wujud konkret dari pendidikan inklusi, menyediakan lingkungan yang mendukung keberagaman dan memastikan tidak ada anak yang tertinggal. Di Indonesia, upaya mewujudkan sekolah ramah anak semakin relevan, mengingat masih banyaknya tantangan yang dihadapi, seperti kekerasan, diskriminasi, dan keterbatasan akses terhadap pendidikan berkualitas (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2021).
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen terhadap kebijakan pendidikan yang lebih ramah anak sebagai bentuk pemenuhan hak anak yang tercantum dalam Konvensi Hak Anak. Kebijakan ini meliputi penguatan partisipasi anak dalam proses pembelajaran dan pengembangan lingkungan sekolah yang aman dan kondusif (UNICEF Indonesia, 2020). Sekolah ramah anak tidak hanya berfokus pada aspek akademis, tetapi juga memperhatikan kesehatan mental dan sosial siswa sebagai bagian penting dari perkembangan mereka.
Menurut Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 8 Tahun 2014 tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak, sekolah ramah anak adalah institusi pendidikan yang dalam setiap perencanaan, kebijakan, dan proses pembelajarannya menjamin anak terhindar dari kekerasan melalui lingkungan yang aman, bersih, sehat, dan ramah. Yosada & Kurniati (2019) menjelaskan bahwa sekolah ramah anak merupakan tempat pendidikan formal, nonformal, dan informal yang menjunjung tinggi hak anak, melindungi mereka dari kekerasan dan diskriminasi, serta mendukung perkembangan optimal di semua aspek. Booth & Ainscow (2002) menambahkan bahwa pendidikan inklusi tidak hanya soal kehadiran siswa berkebutuhan khusus di ruang kelas, tetapi juga memastikan mereka merasa diterima dan dihargai dalam setiap aspek pendidikan.
Meski konsep sekolah ramah anak semakin relevan, implementasinya di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala. Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan fasilitas fisik. Banyak sekolah belum memiliki infrastruktur ramah disabilitas seperti akses kursi roda, toilet yang dapat diakses, atau lift untuk gedung bertingkat. Hambatan sosial juga menjadi masalah besar, dengan stigma terhadap siswa berkebutuhan khusus masih tinggi di kalangan siswa lain dan tenaga pendidik. Penelitian Yusuf & Yeager (2011) mengungkapkan bahwa siswa berkebutuhan khusus sering dianggap sebagai beban, sehingga mereka kerap menghadapi diskriminasi. Selain itu, hambatan sistemik seperti kurikulum yang belum inklusif dan kurangnya pelatihan guru juga menghambat implementasi pendidikan inklusi. UNESCO (2013) melaporkan bahwa sebagian besar guru di Indonesia merasa kurang percaya diri dalam mengelola kelas inklusi. Hal ini menunjukkan perlunya dukungan kebijakan yang lebih kuat dari pemerintah untuk mengintegrasikan pendidikan inklusi ke dalam sistem pendidikan nasional.
Untuk menciptakan sekolah ramah anak, diperlukan pendekatan yang holistik. Salah satu langkah utama adalah meningkatkan kapasitas guru. Pelatihan intensif tentang pendidikan inklusi harus diberikan agar guru dapat memahami cara mengajar siswa dengan kebutuhan beragam. Selain itu, pengembangan fasilitas fisik yang mendukung juga harus menjadi prioritas. Sekolah perlu dilengkapi dengan infrastruktur seperti ramp kursi roda, toilet ramah disabilitas, dan ruang kelas dengan pencahayaan serta akustik yang sesuai (Kemendikbud, 2020).
Kolaborasi antara berbagai pihak juga sangat penting. Orang tua, organisasi masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya perlu dilibatkan secara aktif untuk mewujudkan sekolah ramah anak. Utami et al. (2021) menekankan bahwa keberhasilan sekolah ramah anak bergantung pada kerjasama yang harmonis dari seluruh pihak terkait. Partisipasi yang baik memungkinkan sekolah mengembangkan program pendidikan tanpa kendala berarti, karena semua pihak merasa memiliki tanggung jawab atas keberhasilan program tersebut. Di samping itu, penerapan metode pembelajaran fleksibel seperti penggunaan teknologi, pembelajaran berbasis proyek, dan asesmen adaptif menjadi bagian penting untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan berbagai kemampuan belajar (UNESCO, 2013).
Manfaat dari penerapan sekolah ramah anak sangat besar, baik bagi siswa maupun masyarakat luas. Sekolah ramah anak berkontribusi pada pembentukan generasi yang toleran, di mana siswa belajar menghargai perbedaan dan bekerja sama dengan berbagai latar belakang. Lingkungan yang inklusif juga membantu meningkatkan prestasi siswa, baik secara akademik maupun sosial. Dalam jangka panjang, sekolah ramah anak dapat menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan berkeadilan sosial. Pendidikan inklusi bukan hanya tentang memastikan hak siswa berkebutuhan khusus, tetapi juga menciptakan dunia yang lebih baik untuk semua.
Membangun sekolah ramah anak memang bukan tugas yang mudah, tetapi langkah ini sangat penting untuk memastikan tidak ada anak yang tertinggal. Pendidikan inklusi harus menjadi fondasi sistem pendidikan Indonesia, dengan dukungan penuh dari pemerintah, guru, orang tua, dan masyarakat. Dengan menciptakan lingkungan yang mendukung keberagaman, kita dapat membangun masa depan di mana setiap anak memiliki kesempatan untuk meraih mimpi tanpa batas.

REFERENSI
Booth, T., & Ainscow, M. (2002). Index for inclusion: developing learning and participation in schools. Centre for Studies on Inclusive Education (CSIE), Rm 2S203 S Block, Frenchay Campus, Coldharbour Lane, Bristol BS16 1QU, United Kingdom, England (24.50 British pounds).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). (2020). Laporan Aksesibilitas Pendidikan untuk Penyandang Disabilitas di Indonesia. Jakarta: Kemendikbud.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2021). Rencana Aksi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. https://www.kemdikbud.go.id
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
UNICEF Indonesia. (2020). Sekolah Ramah Anak di Indonesia. https://www.unicef.org/indonesia
United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). (2009). Policy Guidelines on Inclusion in Education. Paris: UNESCO. https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000177849
United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). (2013). Promoting inclusive teacher education: introduction. Bangkok: UNESCO. https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000221033
Utami, T., Kusumawiranti, R., & Mali, M. G. (2021). Implementasi Sekolah Ramah Anak Di SDN Lempuyangwangi Kota Yogyakarta. POPULIKA, 9(2), 1-12. https://doi.org/10.37631/populika.v9i2.316
Yusuf, M., & Yeager, J. L. (2011). The implementation of inclusive education for students with special needs in Indonesia. Excellence in Higher Education, 2(1), 1-10. https://doi.org/10.5195/ehe.2011.27

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun