Sebagai seorang remaja yang berdarahkan Minangkabau, kita sudah seharusnya mengenal buadaya budaya dari daerah kita sendiri. Apalagi pada saat ini budaya budaya dari luar telah banyak berkembang di Indonesia, termasuk berkembang di daerah Minangkabau. Dan tanpa kita sadari budaya budaya minangkabau sedikit demi sedikit tergeser serta tergantikan oleh kebudayaan kebudayaan baru yang masuk tersebut. Oleh karena  itu, saya mengangkat topik mengenai salah satu warisan kebudayaan Minangkabau yang harus kita ketahui dan lestarikan. Dari begitu banyaknya kebudayaan minangkabau yang sangat membanggakan saya memutuskan untuk mengangkat keseniang Randai pada pembahasan kali ini.
      Randai menurut saya adalah salah satu kebudayaan Minangkabau yang sangat unik, bagaimana tidak dalam satu pertunjukan kita dapat menyaksikan adanya seni tari, silat, peran, serta seni musik. Hal inilah membuat saya tertarik untuk membahas kesenian Randai. Randai dapat kita deskripsikan sebagai suatu permainan tradisional di Minangkabau yang di mainkan secara berkelompok dengan membentuk lingkaran. Kemudian melangkah secara perlahan, sambil menyampaikan cerita dalam bentuk nyanyian secara bergantian. Randai dalam pertunjukannya di pimpin oleh seorang yang disebut panggoreh. Panggoreh tidak hanya memaikan peran tapi juga menjadi pemberi aba aba seperti "hep tah tih" yang memiliki tujuan untuk mengatur tempo dari gerakan yang juga di iringi dengan gurindam. Biasanya di sebuah group randai terdapat seorang penggoreh yang di tunjuk oleh timnya. Namun, apabila penggoreh tersebut kelelahan bisa digantikan oleh temannya, karena randai membutuhkan 1-5 jam untuk menuntaskan sebuah cerita. Cerita di pertunjukan randai biasaya berupa kenyataan hidup pada masyarakat. Fungsi randai tidak hanya untuk menghibur atau bersenang senang, lebih dari itu randai adalah sebuah media untuk menyampaikan nasihat.
      Randai yang merupakan budaya Minangkabau ini memiliki sejarah yang juga menarik untuk kita ketahui. Randai sempat di mainkan di masyarakat Pariangan, Tanah Datar mereka memainkan pertunjukan ini ketika berhasil menangkap Rusa. Pada mulanya randai di mainkan oleh remaja di surau pada malam hari menjelang tidur. Mereka diajari oleh pemuda lain yang lebih dahulu memahami kesenian ini. Sampai sekarang ini tidak ada yang mengetahui secara pasti siapa yang menciptakaan kesenian randai ini, beberapa berpendapat bahwa randai di mainkan pertama kali di perguruan silat di Pariaman yang mengajarkan ulau ambek. Ada yang berpendapat asal mula kata Randai adalah dari kata "handai" yang berarti santai, pembicaraan yang penuh hangat dan intim. Namun ada juga yang berkata randai berasal dari bahasa arab yakni Rayan-Li-dai, yang lengkat dengan dai (pendakwah yang berasal dari  golongan Traikat Na'sabanndiyah).  Â
Mulanya randai digunakan sebagai alat menyampaikan kaba (cerita rakyat) melalui gurindam (syair) yang didendangkan dan gelombang (tari) yang bersumber dari gerakan silat minangkabau. Sekarang setelah adanya perkembangan randai juga mengunakan penokohan dan dialog dan sandiwara sandiwara. Randai pada saat pendudukan Jepang sempat mengalami kemunduran dan setelah kemerdekaan randai kembali mengalami kemajuan dan kebangkitan. Sekarang randai telah memiliki 300 jenis di sumatera barat. Serta seiring dengan berkembangnya zaman randai akhirnya di mainkan untuk menjadi bagian dari acara sebagai sebuah seni, acara acara itu diantaranya pernikahan, pesta rakyat, dan lainnya dengan tujuan sebagai hiburan.
      Randai  pada saat sekarang ini dapat kita lestarikan dengan memperkenalkan kesenian ini kepada generasi muda kita terutama pada generasi muda berdarahkan Minangkabau. Randai dengan nilainya yang sangat berharga dapat kita kenal kan dengan membawa anak untuk menonton pertunjukan randai, mengadakan pertunjukan pertunjukan maupun kompetisi kesenian randai. Randai juga dapat kita kenalkan pada siswa maupun mahasiswa dengan mengadakan kegiatan minat bakat seperti mengadakan UKM randai di universitas maupun disekolah. Jika bukan kita yang melestarikan kebudayaan kita sendiri lantas siapa lagi yang akan melestarikannya, dan jika bukan di mulai dari sekarang kapan lagi kesenian tersebut akan di lestarikan. Bagaimana masa depan warisan budaya dari nenek moyang berada di tangan generasi penerusnya, generasi pemuda. Oleh karena itu sudah saatnya kita bersama sama menjaga dan melestarikan budaya budaya kita sendiri.     Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H