Pasal 52 dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran secara khusus mengatur hak pasien terhadap informasi. Dalam konteks kasus ini, Pasal 52 huruf c Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa: “Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis”. Hak pasien ini ditegaskan kembali dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa: setiap pasien mempunyai hak: c, memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi. d, memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. e, memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi.
Dalam kasus ini, dokter yang melakukan tindakan dianggap melanggar poin d karena tidak memberikan informasi yang lengkap kepada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan, dan poin e karena pasien mengalami kerugian fisik berupa kehilangan kedua indung telurnya, yang mengakibatkan tidak dapat lagi memiliki keturunan secara biologis.
Untuk menghindari terjadinya permasalahan yang serupa di masa depan dan merugikan lebih banyak pihak, maka faktor pemicu konflik seperti kurangnya komunikasi dan penjelasan yang memadai mengenai layanan dan tindakan medis harus diberikan secara tepat kepada pasien. Dokter sebagai penyedia layanan kesehatan perlu memperhatikan acuan seperti persetujuan tindakan medis (informed consent), rekam medis, dan hak-hak pasien.
Kasus ini menyoroti pentingnya penegakan kode etik kedokteran dan perlindungan hak-hak pasien dalam setiap tindakan medis. Perlu dilakukan investigasi menyeluruh untuk mengungkap akar masalah dan menerapkan sanksi yang sesuai terhadap pelanggar. Selain itu, upaya pembinaan dan peningkatan kesadaran akan prinsip-prinsip etika kedokteran harus terus dilakukan untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
Sebagai masyarakat, kita juga memiliki peran penting dalam memastikan bahwa praktik medis dilakukan dengan integritas dan menghormati hak-hak individu. Melaporkan pelanggaran etika kedokteran adalah langkah yang perlu diambil untuk melindungi diri sendiri dan orang lain dari tindakan medis yang tidak etis dan merugikan. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa prinsip-prinsip etika kedokteran tetap dipegang teguh dan dijunjung tinggi dalam setiap aspek praktik medis.
TIM PENULIS
Kelompok 4 Gizi 2022D
- Alya' Fauziyyah (22051334127)
- Athaillah Dihyan Wijaya (22051334149)
- Shabir (22051334151)
- Maulidiyah (22051334157)
Program Studi S1 Gizi
Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan
Universitas Negeri Surabaya
DAFTAR PUSTAKA
- Gramedia. (2020). Profesi Dokter (Gaji, Tugas, Syarat, Pendidikan Kuliah). Gramedia Blog. Retrieved Maret, 2024, from https://www.gramedia.com/pendidikan/profesi-dokter/
- Indeed Editorial Team. (2023). What Is a Doctor? Definition, Types and How To Become One. Indeed. Retrieved Maret, 2024, from https://www.indeed.com/career-advice/finding-a-job/what-is-doctor
- Pramesuari, F. D., & Agus, A. S. S. (2023). ak dan Tanggungjawab Dokter Dalam Melakukan Tindakan Medis. Jurnal Hukum dan HAM West Science, 2, 702 - 720. https://wnj.westscience-press.com/index.php/jhhws/article/view/595/532
- Putri, R. A., Herman, R. B., & Yulistini. (2015). Gambaran Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia pada Dokter Umum di Puskesmas di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 4, 462 - 466. http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/274
- Setiawan, H., Octara, D., & Sugiharta, N. (2018). Pelanggaran Kode Etik Kedokteran pada Kasus Pengangkatan Indung Telur Pasien Secara Sepihak. Jurisprudentie, 5, 99 - 120. https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/Jurisprudentie/article/view/6284/5568
- Waruwu, R. P. R. (2017). Perluasan Ruang Lingkup Kerugian Immaterial. Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung RI. Retrieved Maret, 2024, from https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/artikel-hukum/1458-perluasan-ruang-lingkup-kerugian-immaterial-oleh-dr-riki-perdana-raya-waruwu-s-h-m-h