Mohon tunggu...
Aly Rahmat Shaleh
Aly Rahmat Shaleh Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Seorang pembelajar yang merantau dari pulau Seram Maluku, yang tertatih-tatih berusaha meraih impian dan harapan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merantaulah

12 Juli 2017   10:49 Diperbarui: 12 Juli 2017   11:04 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya termasuk pekerja PJKA yang selalu "nglaju" Pontianak Jakarta. Mana bisa kan belum ada rel kereta api di bumi katulistiwa Kalimantan walaupun sudah dilakukan Ground breaking beberapa waktu lalu oleh presiden Jokowi namun belum jadi. PJKA yang saya maksud di sini bukanlah salah satu moda transportasi yang namun singkatan dari Pulang Jumat kembali Ahad.

Kali ini karena dalam suasana lebaran, arus balik Jumat 7 Juli 2017 lumayan padat di Bandara Supadio yang semakin cantik dan belum sempat diresmikan. Disamping saya duduk seorang lelaki paruh baya yang akan kembali ke Jakarta bersama keluarganya. Setelah berbasa-basi karena beliau sudah duduk manis ditempatnya sementara saya yang baru datang menempati kursi di dekat jendela. Pak Ruben menceritakan pengalaman hidupnya. Sejak usia 15 tahun mulai dididik oleh orang tuanya agar menjadi mandiri dan di tahun 1971 saat beranjak ke usia 19 tahun mulai merantau ke Jakarta menumpang kapal yang memuat minyak kelapa dengan biaya 2.000 rupiah. 

Waktu itu yang bisa naik pesawat hanya orang kaya katanya. Ongkos naik kapal itu juga termasuk mahal, saat itu harga emas per troy ounce adalah $44,6*. Jika 1 troy ounce equivalen dengn dengan31,10348 gram maka harga emas per gram adalah $1,433923. Dengan kurs $1 = Rp.391** maka 1 gram emas saat itu harganya Rp.560 rupiah. cukup Mahal kan?

 Ruben yang beretnis Tionghoa menuturkan bahwa sejak kecil mereka sudah dididik untuk mandiri dan siap merantau agar bisa survive. Di Jakarta dia bekerja dengan gaji 1500 sebulan, bekerja di sebuah perusahaan konveksi tanpa pernah mengeluh. Jika ada pekerjaan sampai dengan jam 12 malam dilakoni, sabtu minggu masuk demi tambahan uang lembur dijalani dengan tekad bulat bahwa dia akan menjadi orang yang sukses di kemudian hari dan tidak selamanya menjadi pekerja.

Agar bisa mewujudkan impiannya, gaji nya harus di hemat agar bisa menabung. Paginya sarapan dengan roti sepotong. Waktu siang dia membeli sebungkus nasi putih yang akan dibagi dua agar malam masih bisa makan. Untuk lauknya bakso yang dibeli pentolnya agar murah dan bisa dibagi.

Saat bersama di maskapai yang termasuk low cost carrier Ruben baru saja berlibur ke tempat asalnya di Pontianak, maklum 40 Karyawan di perusahaan konveksi nya sedang mudik lebaran sehingga dia juga menikmati nya dengan berlibur. Ruben yang tinggal bersama istri nya di Jelambar mengisahkan bahwa dia sebenarnya ingin agar karyawan nya juga maju tapi ternyata memang susah, mindset-nya memang susah diubah. Tidak ada yang mau bersusah susah dulu, hanya memikirkan jangka pendek tanpa mau memikirkan masa depan atau hari tua nya. Bayangkan ada karyawan yang sudah 20 tahun tapi tidak bisa maju. Saat memiliki uang langsung digunakan untuk keperluan konsumptif tidak ada yang berpikir tentang tabungan atau investasi.

Ada karyawan yang baru balik ke Jelambar setelah uangnya habis dan malah ngulang lagi (kas bon) sekedar untuk makan. Dan itu terus berlanjut seperti lingkaran yang tak berujung pangkal.

Menurut pak Ruben nih. Perantau seperti dirinya banyak yang sukses karena memiliki semangat untuk masa depan yang lebih baik. Jika tidak mereka tidak bisa. Nah menurut beliau di negeri ini semangat merantau seperti temannya yang dari Padang, mereka merantau dan pulang jika sukses.

Terimakasih Pak Ruben atas pencerahannya, saya teringat akan pesan teman yang di mutasi ke luar zona nyamannya:

"Merantaulah agar kamu merasakan artinya rindu"

"Merantaulah agar kamu merasakan mahalnya tiket mudik"'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun