Pertanyaan mengenai peran oknum perusahaan dalam mengendalikan harga singkong yang murah di Provinsi Lampung menjadi topik yang cukup sensitif dan kompleks. Diduga, beberapa oknum perusahaan industri tepung tapioka mungkin memainkan peran dalam penetapan harga singkong yang rendah. Hal ini dapat dilakukan melalui praktik monopoli atau oligopoli, di mana sejumlah perusahaan besar menguasai pasar dan memiliki kekuatan untuk menentukan harga beli singkong dari petani. Situasi ini tentunya merugikan petani karena mereka tidak memiliki daya tawar yang cukup kuat untuk mendapatkan harga yang lebih adil. Apalagi, jika perusahaan tersebut bekerja sama dengan perusahaan yang lebih besar, mereka dapat menetapkan harga yang serendah mungkin demi keuntungan maksimal, tanpa mempertimbangkan kesejahteraan petani.
Karena harga singkong yang rendah petani tidak bisa mencari bantuan kemanapun kecuali meminta bantuan kepada pemerintah, petani singkong di Lampung telah menyuarakan keprihatinan mereka dan mendesak pemerintah untuk segera menetapkan kebijakan yang memastikan harga singkong ditetapkan pada Rp1.400 per kilogram. Permintaan ini mencerminkan kebutuhan mendesak akan stabilitas harga dan perlindungan ekonomi bagi para petani. Kebijakan Pemerintah Provinsi Lampung melalui Bapak  Samsudin yang menetapkan harga singkong sebesar Rp1.400 per kilogram dengan rafaksi maksimal 15% merupakan upaya penting untuk melindungi kesejahteraan petani singkong di daerah tersebut. Penetapan harga tersebut juga dihadiri sejumlah perusahaan tapioka dan perwakilan petani di provinsi Lampung.
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kepastian harga bagi petani, sehingga mereka dapat lebih fokus pada peningkatan produktivitas dan kualitas hasil panen mereka. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk menjaga stabilitas harga di pasar lokal dengan melarang impor tepung tapioka yang dapat mempengaruhi harga singkong. Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada implementasinya di lapangan. Perusahaan industri tepung tapioka di Lampung harus mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, termasuk menggunakan alat pengukur kadar pati yang akurat dan disetujui oleh petani.
Pengawasan yang ketat dari pemerintah daerah dan dukungan legislatif dari DPRD Lampung sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan ini diterapkan dengan baik dan tidak hanya menjadi keputusan di atas kertas. Dalam konteks ini, kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Provinsi Lampung dapat dianggap sebagai langkah positif dalam mendukung sektor pertanian lokal. Namun, keberhasilan jangka panjang tergantung pada sinergi antara pemerintah, petani, dan industri tepung tapioka untuk menciptakan ekosistem yang saling menguntungkan.
Namun demikian, ada kekhawatiran mengenai apakah perusahaan industri tepung tapioka benar-benar akan menerima sepenuhnya kebijakan ini. Sejumlah perusahaan mungkin merasa terbebani oleh penetapan harga dan rafaksi yang telah ditetapkan, terutama jika mereka sudah memiliki mekanisme harga tersendiri yang lebih menguntungkan bagi mereka. Ketidakpatuhan terhadap kebijakan ini dapat merusak tujuan utamanya, yaitu meningkatkan kesejahteraan petani. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen dan kerjasama dari semua pihak untuk memastikan kebijakan ini diterapkan dengan efektif dan konsisten.
Dengan kebijakan yang jelas dan pengawasan yang efektif, diharapkan para petani singkong dapat menikmati hasil kerja keras mereka dengan harga yang wajar dan stabil, sehingga kesejahteraan mereka dapat lebih terjamin.
(Penulis: Alwi Yahya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H