Seperti yang dilansir dari News. Detik. com, pasal statement yang di keluarkan oleh kepala Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang akrab di sebut pak nadiem, pada rapat kerja bersama dengan Komisi X DPR RI, Kamis (2/7/2020). Pada saat itu, Nadiem berbicara tentang peta pendidikan Indonesia ke depan. "Apa yang terjadi setelah COVID-19, setelah pandemi ini, ada beberapa hal perubahan struktural yang akan berdampak pada peta jalan pendidikan kita, dan pada sistem pendidikan kita. Yang pertama adalah pembelajaran jarak jauh ini akan merupakan menjadi sesuatu yang permanen, bukan pembelajaran jarak jauh saja yang pure, tapi hybrid mode menurut saya adaptasi terhadap teknologi itu pasti tidak akan kembali lagi," kata Pak Nadiem. Menurut Pak Nadiem, pembelajaran jarak jauh dapat menjadi peluang untuk efisiensi teknologi. Orang tua murid hingga sekolah dapat melakukan persilangan metode pembelajaran."Jadinya kesempatan kita untuk melakukan berbagai macam efisiensi dengan teknologi, dengan software, dengan aplikasi dan juga memberikan kesempatan bagi guru-guru, dan kepala sekolah, dan murid-murid, untuk melakukan berbagai macam hybrid model atau school learning management system. Itu potensi sangat besar," ujar pak Nadiem.
Statement itu sudah menjadi buah bibir yang begitu ramai diperbincangkan, bahkan seluruh lapisan masyarakat ikut mengomentari statement ini, mulai dari orang tua, siswa, dan mahasiswa. Barang tentu komentar yang di keluarkan pasti terdengar tidak sedap dan cenderung terperosok ke arah penolakan. "efisien ya pasti, tapi melalui tatap muka secara langsung saja saya agak kesulitan mencerna pelajaran, apalagi kalau belajar online ini harus di perpanjang. Belum lagi, kost-an sudah jatuh tempo, padahal saya tidak menempati kostan tersebut. Jujur kuliah online membuat saya sakit kepala". Komentar dari salah satu rekan mahasiswa.
Bahkan dalam kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Al-Ghazali dijelaskan pasal adab belajar, ketika ingin belajar hendaklah pergi ke tempat yang fokus lingkungannya mendukung untuk belajar. Maka ketika belajar dari rumah di perpanjang, justru fokus lingkungan belajar tidak akan terjadi, sehingga peserta didik akan lebih sulit mencerna materi yang disampaikan, disamping menghiraukan efisiensi jarak dan waktu, serta pengembangan metode pembelajaran. Era globalisasi boleh kita tanggapi dengan sikap terbuka dan dinamis, akan tetapi jangan sampai sikap terbuka dan dinamis kita diselipkan dengan budaya-budaya elite serta paham-paham ekslusifisme. Ketika, pendidikan kita berhasil ditunggangi oleh budaya-budaya elite serta paham-paham ekslusifisme, yang terjadi adalah terciptanya sifat jumud dan hedonism akan mengusai peradaban peserta didik saat sekarang ini, terkhusus di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H